Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Ketua Tim Viral Airborne RSUP Dr. Sardjito: Virus Corona Tak Mematikan, Lebih Berbahaya Virus Hoaks Corona

KOMPAS.com - Ketua Tim Viral Airborne RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta, Dr. Ika Trisnawati, M.Sc., Sp.PD-KP mengatakan masyarakat tak perlu panik virus corona sesungguhnya tak mematikan. Ia menilai virus Hoaks lebih berbahaya daripada virus corona.

Dr. Ika menyampaikan hal tersebut dalam kuliah mahasiswa Fakultas Farmasi UGM, Program Studi Profesi Apoteker bertema Tentang Corona Virus dan Penanganannya.

Menurut Dr. Ika, virus corona pernah menjadi wabah dunia dengan tiga jenis yang dikenal selama ini, yaitu SARS-Cov, MERS-Cov dan COVID-19.

SARS muncul tahun 2002 di China dan Hongkong, kemudian MERS muncul tahun 2012 dan di akhir tahun 2019 menyusul COVID-19. SARS-Cov jumlah kasusnya mencapai 8.098, meninggal dunia 774 orang dan Case Fatality Rate 9,6 persen.

MERS-Cov yang terjangkit lebih sedikit yaitu 2.494, tetapi angka kematian cukup tinggi 858 sehingga Case Fatality Ratenya 34,4 persen. Sementera, COVID-19 tercatat per tanggal 1 Maret 2020 mencapai 87.137 kasus dengan jumlah kematian mencapai 2.981.

Angka kematian ini terlihat sangat tinggi, tetapi bila dibandingkan dengan jumlah kasusnya maka Case Fatality Rate-nya hanya 3,4 persen. Untuk diketahui, Case Fatality Rate merupakan angka kematian yang disebabkan oleh penyakit tertentu pada periode waktu tertentu dibagi jumlah kasus dari penyakit tersebut.

“Oleh karena itu, tidak usah terlalu panik, kita memiliki data atau bukti ilmiah. Artinya apa virus ini tidak mematikan, namun memang mudah menular," kata Dr. Ika seperti dikutip dari laman ugm.ac.id.

Dari data yang ada, lanjut Dr. Ika, yang terpenting soal COVID-19 ini adalah identifikasi kasus apakah ia importir case atau local transmission. Ia memberi contoh di Pakistan. Di sana, banyak kasus merujuk pada importir case artinya kasus-kasus yang muncul akibat virus dari luar masuk ke dalam.

Dr. Ika mengakui angka kematian di luar China paling banyak di Korea, Jepang, Philipina, Italia, Perancis, Iran dan di kapal Diamond Princess. Angka kematian terbesar di China karena endemis dan virusnya sangat mudah menular.

“Dari data banyaknya pasien-pasien yang meninggal karena sebelumnya telah memiliki penyakit-penyakit yang lain. Jadi, sebelum terkena corona, sebelum terkena Covid, ia sudah sakit, semisal jantung, gagal ginjal, gagal liver dan lain-lain dan usianya sudah lanjut," terang Dr. Ika.

Sementara itu, untuk pasien-pasien yang berusia muda angka kematiannya sangat kecil. Mereka yang dalam kategori usia produktif ini umumnya memiliki daya tahan yang masih bagus.

“Virus ini sangat bergantung pada ketahanan tubuh. Jadi, yang meninggal karena ia punya penyakit kronis yang lain dan telah berusia lanjut," imbuh Dr. Ika.

Lebih bahaya virus hoaks daripada virus corona


Dr. Ika sangat berharap masyarakat untuk tidak panik menghadapi wabah ini. Menurutnya, kepanikan muncul akibat ketidaktahuan soal virus ini, belum lagi dengan beredarnya isu-isu yang berkembang.

Baginya, berita hoaks terkait COVID-19 justru merupakan hal yang paling berbahaya sehingga di Indonesia bukan virus Covid-nya yang membahayakan. Namun, ia menilai virus hoaks tentang corona lebih berbahaya karena lebih liar dan susah dikendalikan.

“Kalau virus Covid-nya bisa ditangani dengan cara dikarantina, pasien bisa dikendalikan penularannya, tapi kalau virus hoaks susah dikendalikan. Beberapa waktu kemarin kita sudah mengadakan pertemuan dengan Kementerian Kesehatan dari bidang informasi dan komunikasi guna mambahas isu-isu hoaks agar bisa ditangani secara serius," katanya.

Pakar mikrobiologi dari Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan UGM, dr. Titik Nursyastuti, SpMK., Ph.D, menyatakan Covid-19 dimulai pada 2019 dengan penemuan kasus pneumonia di daerah Wuhan dan tidak sampai sebulan sudah muncul kasus di luar China. Thailand menjadi negara pertama terdampak.

“Data WHO menyebut hampir di semua benua sudah terdampak oleh Covid-2019. Tetapi WHO sampai sekarang belum menyatakan sebagai pandemik," ungkapnya.

Menurutnya, virus ini sebenarnya labil, tidak tahan panas, tidak tahan bahan kimia dan sebagainya. Virus ini sudah sejak lama ada dan berhasil dikultur atau diisolasi pada tahun 1960-an.

“Dari sejarahnya juga ada beberapa jenis dari corona virus ini yang menginfeksi manusia, meskipun beda family. Ada human coronavirus 229E, OC43, LL63 dan sebagainya. Tetapi yang menjadi perhatian adalah tiga kelompok koronavirus yang di bawah ini yang menyebabkan outbreak atau wabah karena sebelumnya hanya menyebabkan infeksi yang ringan saja sehingga tidak menjadi perhatian serius waktu terjadi infeksi," terangnya.

https://edukasi.kompas.com/read/2020/03/04/21212321/ketua-tim-viral-airborne-rsup-dr-sardjito-virus-corona-tak-mematikan-lebih

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke