KOMPAS.com - Di tengah hiruk pikuk virus corona atau Covid-19 yang mulai melanda Indonesia, ternyata ada negara yang punya kasus lebih besar karena virus corona, yakni Italia.
Bahkan Italia menjadi negara tertinggi kedua setelah China dengan jumlah kasus lebih dari 15.000 kasus. Kematian akibat Covid-19 juga cukup tinggi yakni mencapai 1.000 orang lebih.
Kini, negara Italia sudah memberlakukan kebijakan lockdown nasional. Karena kebijakan itu, segala bentuk kegiatan yang menghimpun banyak orang ditiadakan sementara.
Tak terkecuali kegiatan belajar mengajar atau perkuliahan di Italia. Kini, perkuliahan dilaksanakan secara daring, karena terkait Italia virus corona.
Cerita dosen Unair dari Italia
Merangkum laman resmi Universitas Airlangga (Unair), ada seorang dosen Fakultas Hukum Unair yang saat ini menempuh studi lanjut di Faculty of Law, University of Pisa di Italia.
Namanya, Joeni Arianto Kurniawan. Sejak 2017, dia dan keluarganya tinggal di Italia. Namun karena virus corona dan Italia mengeluarkan kebijakan lockdown sejak 10 Maret 2020, dia harus menjalani kesehariannya di rumah.
Dia menceritakan bahwa di Italia semua sekolah dan kampus diliburkan, termasuk kegiatan kagamaan.
Bahkan sempat beberapa hari dia dan keluarganya tidak memiliki masker karena memang masker sudah sulit ditemui di pasaran.
Tak terkecuali hand sanitizer. Untungnya, dia masih memiliki persediaan hand sanitizer sebelum terjadi wabah virus corona di Italia.
"Sebagai cadangan, kami terpaksa meracik hand sanitizer sendiri, sembari menunggu suplai masker dan hand sanitizer yang dijanjikan akan didatangkan dari Indonesia via KBRI di Roma," ujarnya seperti dikutip dari laman Unair.
Jalanan Italia sepi
Melalui blog pribadinya, Joeni juga membagikan cerita bahwa masyarakat Italia tidak mempedulikan adanya virus corona.
Maka tak heran jika kejadian Covid-19 semakin hari semakin bertambah. Apalagi, di Italia, masyarakat memiliki karakter senang bersosialisasi.
Menurutnya, habit seperti ini untuk sementara perlu diredam mengingat angka kemunculan Covid-19 yang terus bertambah.
Karenanya, tak salah jika pemerintah Italia menetapkan seluruh wilayah sebagai zona merah. Penerbangan dari dan ke Italia ditutup sementara. Ini untuk meminimalisir masyarakat tidak berinteraksi dengan orang-orang baru.
"Karena semua orang didorong untuk tinggal di rumah masing-masing, maka semua kota di Italia bagaikan kota mati. Jalanan di mana-mana menjadi sepi," tuturnya.
Jadi, masyarakat diimbau untuk tetap tinggal di rumah dan tidak boleh meninggalkan kota. Jika ingin keluar hanya diperbolehkan ke supermarket dan apotek.
Adapun kebijakan di Italia itu akan berlangsung hingga 3 April 2020. Jika kondisi tidak membaik maka bisa diperpanjang lagi.
KBRI beri perhatian WNI
Menurut Joeni, data dari Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Roma, jumlah WNI di Italia saat ini sebanyak 3.067 orang.
Lantaran ada ribuan WNI di Italia, maka mereka juga akan mengalami hal yang sama dengan Joeni.
Kendati demikian, KBRI cukup perhatian dengan WNI. Hal itu bisa dilihat dengan diadakannya video conference antara KBRI Roma dengan beberapa WNI di Italia, termasuk di dalamnya ada Joeni.
"Dalam pandangan saya pribadi, ini adalah hal yang sangat baik. Karena selain membuka pintu komunikasi secara aktif dan efektif, juga memberikan pesan dan kesan bahwa Pemerintah RI tidak mengabaikan warganya di luar negeri," terang Joeni.
Untuk kepulangan ke tanah air bagi seluruh WNI di Italia, menurut Joeni baru bisa dilakukan hingga jadwal lockdown yang diberlakukan berakhir yakni pada 3 April 2020.
https://edukasi.kompas.com/read/2020/03/16/130812371/kuliah-di-italia-dosen-unair-berbagi-cerita-soal-corona