KUDUS, KOMPAS.com – Era digitaliasai yang terjadi saat ini, disadari atau tidak, telah membawa masyarakat menuju era masyarakat digital.
Teknologi komunikasi yang terus berkembang perlahan mengubah kehidupan sosial masyarakat serta cara manusia berelasi dengan manusia lain.
Jika dulu relasi di bangun secara langsung dengan bertemu dan bertatap muka, kini relasi juga bisa dibangun melalui dunia maya. Artinya, tanpa perlu bertatap muka, seseroang sudah bisa mengobrol dan mendapatkan teman baru.
Begitu juga dengan cara bekerja. Di masa mendatang, untuk bekerja antar anggota tim tidak perlu selalu bertemu dan bertatap muka. Setiap orang dapat bekerja di mana saja (remote), namun tetap saling terhubung.
VP Marketing Management IndiHome Aulia Marinto mengungkapkan, semua pekerja di masa depan akan menghadapi tantangan di era masyarakat digital.
Oleh karena itu, sebaiknya setiap orang sudah mulai mempersiapkan diri sejak dini. Termasuk para pelajar, baik siswa Sekolah Menengah Atas (SMK) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), yang nantinya juga akan terjun langsung ke dunia kerja.
Pentingnya sikap profesional
Menurut Aulia, hal pertama yang perlu dimiliki seorang pekerja masa depan adalah attitude atau sikap profesional agar bisa mendapat kepercayaan dari orang lain.
“Bagi saya, memiliki attitude yang baik itu lebih penting daripada aptitude atau bakat. Apalagi di era saat ini, di mana bekerja tidak harus saling tatap muka,” terang Aulia saat mengisi Kelas Inspiratif di acara Marfest 2020, di SMK Raden Umar Said Kudus, Jawa Tengah, Kamis (12/3/2020).
Aulia menjelaskan, meskipun tidak bertemu langsung dengan atasan atau klien, seseorang harus tetap bekerja secara profesional. Misalnya, berusaha menyelesaikan tugas yang diberikan sesuai dengan timeline.
“Walaupun punya passion dan kreativitas tinggi, tapi attitude-nya nol. Orang tidak ada yang mau pakai atau mempekerjakan Anda,” imbuhnya.
Perluas pergaulan
Memiliki jaringan yang luas merupakan suatu keharusan di masa mendatang. Dengan memiliki jaringan yang luas, kesempatan pun akan terbuka lebar.
“Dunia ini sangat luas. Kita harus bergaul dengan banyak orang yang berhubungan dengan profesi yang kita tekuni. Jangan membatasi pergaulan,” terang dia.
Contohnya, lanjut Aulia, seorang animator memiliki ide yang bagus untuk dikembangkan menjadi sebuah film animasi. Namun, ide itu sulit terwujud karena kemampuanya hanya terbatas pada membuat animasi.
Pasalnya, untuk membuat sebuah film utuh, tak hanya mengandalkan animasi. Namun, dibutuhkan juga skrip, desain visual, hingga musik.
“Kalau animator itu punya relasi atau kenal dengan orang di bidang-bidang tersebut, maka filmnya bisa diwujudkan,” ucap Aulia.
Asah kemampuan berkomunikasi
Kemampuan berkomunikasi merupakan bekal yang sangat penting untuk para pelajar, apapun profesinya. Sebab, tanpa kemampuan komunikasi yang baik, mereka akan sulit untuk mengutarakan ide yang dimiliki ketika terjun di dunia kerja nanti.
Menurut CEO Sepikul Institute Tommy Tjokro, untuk memiliki kemampuan komunikasi yang baik memang tidak mudah. Akan tetapi, kemampuan tersebut bisa dilatih.
Tommy mengatakan, hal itulah yang menjadi pekerjaan rumah bagi sekolah dan guru. Menurutnya, mereka harus bisa menciptakan suasana belajar yang menarik dan mampu melatih komunkasi para siswa.
Misalnya, memberikan tugas-tugas yang berhubungan dengan komunikasi dan membuat siswa saling berinteraksi, seperti presentasi atau diskusi.
“Di situlah waktunya mereka bisa berlatih berkomunikasi dan menjual ide mereka dengan baik. Di mana mereka punya strategi yang bisa mengundang orang untuk setuju dengan ide mereka,” papar Tommy kepada Kompas.com usai mengisi kelas public speaking di Marfest 2020.
Peran sekoah dan guru seperti itulah yang juga sedang digagas oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadeim Makarim lewat konsep Merdeka Belajar.
Mengutip Kompas.com, Kamis (27/2/2020), melalui konsep tersebut diharapkan pembelajaran mampu mendorong siswa belajar dengan antusias dan menyenangkan.
Untuk itu, guru dan sekolah dituntut untuk bisa menjadi “motor penggerak”, yang mampu menghadirkan pembelajaran inovatif ke dalam kelas, sehingga metode belajar tidak melulu mencatat dan menghafal.
Guna mendukung hal tersebut, Djarum Foundation bersama SMK Raden Umar Said Kudus menggelar Maret Festival (Marfest) 2020, sebuah ajang multi-event yang menyuarakan semangat merdeka belajar untuk dunia pendidikan Indonesia.
Untuk diketahui, SMK Raden Umar Said Kudus merupakan 1 dari 16 SMK binaan Djarum Foundation.
Acara yang diselenggarakan pada 12 – 14 Maret 2020 itu menghadirkan Kelas-kelas Inspiratif yang diisi oleh 12 tokoh lintas ilmu dan profesi. Selain itu, ada juga pameran karya, pertunjukan musik, serta pergaan busana.
Program Associate Djarum Foundation, Galuh Paskamagma mengatakan, acara itu diselenggarakan untuk menumbuhkan semangat belajar anak-anak.
“Mereka bebas memilih Kelas Inspiratif apa yang ingin mereka ikuti sesuai minat dan ketertarikannya. Hal ini selaras dengan konsep Merdeka Belajar yang sudah diterapkan di SMK Raden Umar Said Kudus. Dimana siswa bebas menentukan kurikulum belajar, sesuai dengan minatnya. Melalui Kelas Inspiratif, mereka juga tidak hanya mendapatkan teori tapi juga praktik langsung,” ucap Galuh.
Sebagai informasi, selain Aulia Marinto dan Tommy Tjokro, para tokoh pengisi Kelas Inspiratif lainnya, yakni Naya Anindita (sutradara), Butet Kartaredjasa (pekerja seni), Bene Dion (penulis naskah), Daryl Wilson (CEO Kumata Studio).
Ada pula Chandra Endeoputro (CEO Temotion-Tempo Animation), Aghi Narottama (komposer musik film), Mice Cartoon (komikus), Mia Utari (pemilik Amithya.mia), Mahesa Desaga (sutradara), dan Eka Adrianie (pendiri dots Indonesia).
https://edukasi.kompas.com/read/2020/03/16/210023571/menyongsong-era-masyarakat-digital-ini-yang-harus-disiapkan-para-pelajar