Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

"The Power of Kepepet" Belajar dari Rumah

Oleh: Prof Muchlas Samani

KOMPAS.com - Setelah sekolah diliburkan dan pola belajar dari rumah berjalan selama 3 minggu, guru dan orangtua murid banyak mengeluh kepada saya.

Teman-teman guru mengeluhkan sekolah tidak memiliki fasilitas jaringan khusus seperti kampus, sehingga harus menggunakan medsos yang harus diakses secara pribadi. Jaringan juga sering tidak lancar dan masih banyak siswa belum terbiasa dengan itu.

Pokoknya belajar online dari rumah bikin repot dan tidak efektif!

Beberapa orangtua juga mengeluhkan jadi sibuk karena harus menyediakan ini dan itu dan bahwa harus menunggui dan mengajari untuk mereka yang anaknya masih di TK dan SD.

Saya dan isteri kebetulan sama-sama dosen juga harus mengajar secara online. Untungnya kampus saya dan kampusnya isteri punya fasilitas virtual learning sehingga kami dapat menggunakan itu dan tentu lebih enak.

Keluhan muncul dari mahasiwa karena harus memiliki pulsa yang cukup untuk mengikuti kuliah. Apalagi jika dosen menampilkan gambar atau memutar video yang memerlukan pulsa lebih banyak.

Apa pilihannya?

Mendapat keluhan seperti itu biasanya saya menjawab ringan sambil berkelakar. Coba pertimbangkan tiga pilihan saat ada wabah Covid-19 seperti sekarang ini:

(1) tetap belajar di sekolah dengan risiko tertular Covid 19,

(2) sekolah/kuliah dihentikan dan nanti dilanjutkan setelah wabah selesai dengan risiko masa sekolah/kuliah molor,

(3) belajar dari rumah dengan risiko seperti yang kita alami sekarang ini. Jadi belajar dari rumah terpaksa ditempuh, karena itulah pilihan yang terbaik.

Dengan beberapa orangtua murid, saya mengibaratkan kondisi sekarang ini seperti waktu mudik dan kena macet. Ketika tidak sabar menunggu, biasanya kita mencari jalur alternatif.

Mungkin jalannya sempit, mungkin tidak halus, mungkin belak-belok, bahkan mungkin ada tarikan sumbangan oleh warga.

Tapi itulah pilihan dari pada menunggu macet yang tidak jelas kapan akan lancar kembali.

Jadi kalau belajar dari rumah banyak hambatan ya wajar. Kalau hasilnya tidak sebaik tatap muka yang harus dimaklumi. Kalau orangtua terpaksa harus menunggui atau membantu anaknya belajar, itulah kuwajiban yang seharusnya dilakukan bahkan dalam situasi normal.

Bahkan kalau orangtua terpaksa nambah pengeluaran untuk pulsa anaknya, anggap saja itu seperti tarikan warga saat kita lewat jalan di perkampungan.

Sama seperti mudik lewat jalur alternatif, mungkin lebih lama dibanding lewat jalur utama dan terpaksa keluar uang receh untuk tarikan warga yang kampungnya dilewati. Orang bule sering menggunakan istilah “that’s the price we have to pay”.

Saya justru mengamati adanya beberapa dampak positif dalam keterpaksaan belajar dari rumah ini.

Pertama, guru/dosen terpaksa belajar menggunakan medsos untuk pembelajaran. Jika selama ini medos hanya digunakan untuk ngobrol, sekarang digunakan untuk pembelajaran.

Kedua, siswa terbiasa menggunakan hp/laptop/desktop untuk belajar. Jika ini menjadi kebiasaan akan menjadi pintu bagaimana siswa mencari sumber belajar dengan hp.

Suatu kemampuan penting yang selama ini belum berkembang pada siswa/mahasiswa kita. Bukankah sekarang ini berbagai informasi dapat diperoleh dengan mudah di internet.

Ketiga, orangtua terpaksa mendampingi anaknya saat belajar. Kebiasaan yang seharus dilakukan tetapi dalam keadaan normal kurang mendapat perhatian.

Pendampingan orangtua jadi kunci

Padahal, hasil observasi Thomas Friedman (2013) terhadap sekolah-sekolah di Shanghai, justru pendampingan orangtua seperti itu yang menyebabkan hasil belajar siswa di Shanghai sangat baik.

Jadi “the power of kepepet” dari belajar dari rumah di situasi wabah Covid-19 ini bisa berdampak positif di masa depan. Bahkan dapat mempercepat kesiapan kita menghadapi pola pendidikan di era digital.

“Blessing in disguise”, “ada hikmah dalam setiap kejadian”.

Lalu, apa yang perlu diperhatikan saat belajar dari rumah?

Ada beberapa hal perlu diperhatikan dalam belajar dari rumah ini. Ibarat menghadapi musim mudik, jalur alternatif perlu dipersiapkan.

Web perlu dirancang dan bahkan wifi perlu diadakan yang dalam keadaan normal dapat menjadi wahana siswa/mahasiwa untuk belajar secara online di sekolah/kampus.

Ibarat pemudik yang jauh hari sudah tahu jalur alternatif mana saja yang dapat dilewati jika terjadi kemacetan, maka siswa/mahasiswa/guru/dosen juga sudah harus tahu dan bahkan terbiasa menggunakan pola belajar online walaupun keadaan normal.

Dengan menggunakan pola belajar online beberapa kali dalam satu semester akan dapat membuat siswa/mahasiswa/guru/dosen siap menghadapi situasi semacam wabah covid ini.

Mirip seperti petugas pemadam kebakaran yang secara periodik melalukan latihan.

Penulis: Prof. Muchlas Samani, Guru Besar Universitas Negeri Surabaya, Anggota Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah 2018-2022, Ketua Lembaga Akreditasi Mandiri Kependidikan, dan Penasihat Program Pendidikan Dasar Tanoto Foundation.

https://edukasi.kompas.com/read/2020/04/10/210442071/the-power-of-kepepet-belajar-dari-rumah

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke