KOMPAS.com - “Ketika saya menggunakan APD, cukup meletihkan, karena saya tidak bisa bernafas secara leluasa, harus menahan buang air, menahan tidak makan dan minum untuk waktu yang cukup lama," kata Relawan Mahasiswa Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI), Javas Rizqi Ramadhan (21).
Javas adalah mahasiswa Program Studi; Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI). Pengalamannya bergabung menjadi relawan untuk penanggulangan corona benar-benar ia tak lupakan.
Salah satunya ketika menggunakan APD (Alat Pengaman Dasar) sebagai standar keamanan saat bertugas.
Javas bergabung menjadi relawan RSUI dan ditempatkan di unit Health Care Assistant (HCA) RSUI untuk membantu para perawat dalam menangani pasien corona.
Sekalipun ia bukan mahasiswa program studi rumpun ilmu kesehatan, tetapi ia tetap berniat untuk bergabung menjadi relawan. Rasa kemanusiaannya terpanggil melihat kondisi terbatasnya tenaga medis.
“Ilmu Kesejahteraan Sosial yang selama ini saya tempuh semasa kuliah menjadi pendorong saya untuk bisa turun menjadi volunteer. Praktik kesejahteraan sosial yang menekankan empati dalam setiap penyelesaian permasalahan, menguatkan saya untuk bisa turun langsung menjadi relawan," kata Javas dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com.
Dengan bergabung menjadi relawan, ia berharap bisa berkontribusi terhadap permasalahan tersebut.
“Saya juga sangat terinspirasi atas ajaran agama yang menyebutkan bahwa menyelamatkan satu orang manusia sama seperti menyelamatkan seluruh manusia. Terlebih support yang diberikan dari orang tua di kampung yang mendukung saya untuk bisa berkontribusi di tengah wabah corona, menjadi motivasi yang tak ternilai,” ujar Javas.
Javas menjalani tanggung jawab menjadi relawan dengan jadwal kerja sebanyak 4-5 hari kerja. Setiap hari ia memperoleh satu shift (6-7 jam per hari).
Tugas Javas sebagai relawan diantaranya membantu perawat mengambil resep obat ke unit farmasi, mengantarkan sampel darah ke unit laboratorium, menyiapkan Alat Pelindung Diri (APD) bagi para tenaga medis, dan menyiapkan pakaian bagi para tenaga medis yang bertugas di unit HCA corona.
“Pekerjaan yang dipercayakan kepada saya merupakan jenis pekerjaan yang tidak membutuhkan kompetensi khusus di bidang kesehatan, sehingga tidak ada kendala yang berarti saat saya bekerja," tambah Javas.
Bagi Javas, pekerjaan relawan cukup menguras tenaga karena tugas yang dilakukan cukup berat. Ia mengatakan setiap relawan harus mampu mengatur waktu untuk beristirahat dengan cukup dan mempersiapkan kondisi fisik yang prima.
Saat menjalankan tugas relawan, ia memperoleh banyak dukungan mulai dari keluarga, teman kelompok kuliah, para dosen, tim Kemahasiswaan FISIP UI, Ketua Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial, hingga Dekan FISIP UI.
Dengan statusnya yang masih mahasiswa, Javas menyebutkan bahwa RSUI mengizinkan untuk melakukan penyesuaian jadwal menjadi relawan dengan jadwal kuliah yang ia miliki.
“Di awal, membagi diri untuk mengerjakan tugas dan relawan terasa cukup berat, tetapi lambat-laun saya mulai membiasakan untuk mengefektifkan seluang apapun waktu yang saya miliki untuk menyelesaikan tugas-tugas kuliah,” kata Javas yang saat ini tengah menempuh kuliah semester enam.
Javas berharap agar masyarakat dapat berkontribusi sesuai dengan kemampuan masing-masing, baik menjadi relawan, atau memberikan donasi, atau cukup dengan menaati pemerintah seperti berdiam diri di rumah, menggunakan masker jika terpaksa harus keluar rumah, dan tak mudik.
Javas juga berharap agar masyarakat dapat menciptakan suasana kondusif di tengah pandemi corona dengan mencegah penyebaran kabar hoax serta stop memberikan stigma negatif terhadap tenaga medis.
https://edukasi.kompas.com/read/2020/04/21/175009171/kisah-relawan-mahasiswa-letihnya-pakai-apd-dan-rasa-kemanusiaan