Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Orangtua Beri Iming-iming Agar Anak Mau Belajar, Bolehkah?

KOMPAS.com - Sudah lebih dari satu bulan proses belajar dilakukan dari rumah. Tak adanya teman sekelas serta guru, bisa menjadi beberapa faktor yang membuat semangat belajar anak menjadi naik turun.

Memberikan anak iming-iming atau menyogok anak dengan barang atau diwujudkannya harapan saat anak menolak belajar atau mengerjakan kewajibannya bisa saja menjadi jalan pintas. Sayangnya, kebiasaan kasih sogokan bisa menimbulkan hasil yang kurang baik.

Melansir Keluarga Kita, komunitas parenting yang didirikan oleh psikolog dan praktisi pendidikan Najelaa Shihab, menyogok anak agar mau menyelesaikan tugasnya merupakan penerapan disiplin yang keliru.

Penerapan disiplin dengan sogokan akan memberikan dampak negatif dalam jangka panjang, yakni anak berperilaku baik dan bertanggung jawab karena ada harga yang dibayar.

"Banyak orangtua, orang dewasa lain seperti kakek nenek, om tante, senang menyogok. Alasannya? Anak jadi mau cepat nurut dan enggak pake konflik atau drama. Ternyata, dampak sogokan sama dengan dampak memberi hukuman," papar Najelaa.

Efek buruk sogokan

Menyogok, lanjut Najeela, akan membuat hubungan antara orangtua dan anak bagaikan transaksi bisnis semata. Sehingga tak sedikit anak yang bila diminta sesuatu oleh orangtua akan menjawab dengan "Aku dapat apa? Hadiahnya apa?"

Sogokan yang dimaksud tak melulu dalam bentuk barang. Menurut Najelaa, pujian pun bisa masuk dalam kategori sogokan. Membuat anak menjadi kecanduan.

Tak dipungkiri, ada banyak faktor yang membuat anak kehilangan semangat belajar atau mengerjakan kewajiban, namun ketimbang memberi sogokan, orangtua baiknya memahami kondisi dan alasan anak terlebih dahulu.

Setelah itu, barulah tanamkan disiplin positif secara perlahan namun konsisten, yaitu dengan cara memberikan dukungan ketimbang iming-iming.

"Kita ingin anak-anak selalu didukung bukan hanya saat dia berhasil, tetapi pada saat dia membutuhkannya. Bahkan, pada saat dia melakukan kesalahan. Namun, orang tua yang biasa menyogok adalah orangtua yang hanya memberikan sesuatu barang atau perhatian pada saat anak sukses saja," imbuh Najelaa.

Lebih lanjut dijelaskan, anak yang sering disogok biasanya fokus pada label-label positif tentang dirinya. Padahal, fokus hanya pada label-label positif sama bahayanya dengan label-label negatif.

Beda sogokan dan dukungan

Berikut perbedaan antara dukungan (disiplin positif) dengan iming-iming/ sogokan (disiplin negatif).

Iming-iming: "Tinggal 1 lagi tugasnya, kalau bisa selesai sekarang, mau dibelikan apa?" (Anak fokus pada faktor menyenangkan di luar dirinya)
Dukungan: "Wah sedikit lagi selesai tugasnya. Ibu temani di sini, ya." (Menumbuhkan kenikmatan dari dalam, berhubungan dengan diri anak.

Iming-iming: "Kalau mau menyelesaikan tugas, nanti boleh minum es teh manis." (Dijanjikan sebelum perilaku untuk mengontrol/ memanipulasi anak)
Dukungan: "Ayah tadi buat es teh, jadi ingat kamu juga suka. Ayah buatkan juga untuk kamu." (Spontan, mengekspresikan perasaan orangtua)

Iming-iming: "Wah, keren! Hebat!" (Melabel anak secara global)
Dukungan: "Wah, keren, sudah berusaha selesaikan tugas tepat waktu." (Spesifik, fokus pada perilaku dan usaha)

Iming-iming: "Sekarang sudah boleh peluk karena tugasnya sudah selesai." (Diberikan hanya saat anak sukses)
Dukungan: "Masih banyak tugasnya? Kamu kelihatannya capek, sini Ayah peluk dulu." (Diberikan di berbagai situasi, termasuk saat anak kesulitan)

https://edukasi.kompas.com/read/2020/04/23/140644571/orangtua-beri-iming-iming-agar-anak-mau-belajar-bolehkah

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke