KOMPAS.com - Setiap orang pernah berbuat salah, terlebih anak-anak yang memang sedang menjalani masa-masa pembelajaran tentang segala hal.
Namun, tak sedikit orang yang justru memilih untuk tak mengakui kesalahan, bahkan menyalahkan hal lain atas kejadian buruk yang menimpanya.
Membimbing anak agar mampu belajar dari kesalahan, kelak dapat membuat anak tumbuh sebagai pribadi yang mampu mengakui kesalahan dan cepat memperbaiki diri.
Membuat anak mampu menerima kritik dan bangkit lebih cepat dari kegagalan.
Merangkum Keluarga Kita, komunitas parenting yang digagas oleh praktisi pendidikan Najelaa Shihab, untuk bisa membuat anak mampu belajar dari kesalahan, tak sekadar dibutuhkan nasihat apalagi omelan.
Melainkan bagaimana tanggapan, kritikan membangun, bahkan contoh yang ditunjukkan orangtua saat anak berbuat salah, dimulai dari kesalahan kecil sehari-hari.
Berikut cara membimbing anak belajar dari kesalahan tanpa membuat anak merasa diserang.
1. Sampaikan apa salahnya, buka pribadinya
Dalam keseharian, anak kerap tak luput dari kesalahan kecil. Misalnya, buku-buku bacaan yang berantakan atau lupa meletakkan handuk di tempatnya.
Agar anak paham akan kesalahannya, hindari untuk mengkritik pribadi anak seperti "malas banget, sih, kamu."
Kritikan negatif dapat membuat anak menganggap kesalahan adalah hal memalukan untuk diakui. Berpotensi membuatnya mencari-cari alasan atau hal lain untuk disalahkan.
Jadi, sampaikan secara spesifik apa kesalahannya, seperti "buku-bukumu berantakan" atau “handuk belum diletakkan di tempatnya”.
2. Terima perasaannya
Membuat kesalahan atau kegagalan bukanlah situasi mudah bagi anak, begitu pula bagi orangtua bila mengalaminya.
Bila anak terlihat kesal, sedih, atau kecewa atas kesalahan yang ia buat, dengar dan terima perasaannya terlebih dahulu, agar ia merasa didukung untuk berbuat yang lebih baik.
Misalnya, dengan berkata "Ibu mengerti sulitnya kerjakan banyak tugas" atau "Ayah mengerti kamu sedih saat tak bisa dapat nilai sempurna".
Barulah lanjutkan dengan memberinya semangat untuk lebih baik.
3. Gunakan kata "seandainya"
Saat anak kesulitan mengerjakan tugas atau mendapatkan nilai tak sesuai ekspektasi, hindari untuk merendahkan harga diri anak, seperti "kok segitu saja enggak bisa? Si A saja bisa, lho" atau "kamu sih malas belajar".
Pilihlah kata-kata yang dapat menciptakan efek positif di masa mendatang.
Misalnya, "andai kamu enggak ragu-ragu tanya kepada guru, lebih mudah mengerjakan tugasnya, ya Nak!" atau "seandainya lebih sering berlatih soal, bisa dapat hasil lebih baik."
4. Bantu anak pahami bahwa kesalahan bukan untuk dihindari tetapi diperbaiki
Mengajarkan anak untuk terbiasa dan tidak malu mengakui kesalahan akan membuatnya tumbuh sebagai pribadi yang terus memperbaiki diri. Bukan sebaliknya, menjadi pribadi yang gengsi mengaku salah bahkan menimpakan kesalahan pada orang lain.
Untuk itu, langkah terpenting selanjutnya ialah bantu anak memahami bahwa kesalahan harus diakui, bukan dihindari, dan bisa diperbaiki.
Caranya, jadilah orangtua yang juga mampu mengakui kesalahan dan memperbaikinya.
Misalnya dengan berkata, "Ayah juga dulu sering menunda-nunda PR, tapi jadi repot sendiri dan malu diingatkan terus sama guru. Akhirnya, kerjakan sedikit-sedikit, lama-lama beres juga."
Intinya, agar anak menjadi pribadi yang lebih baik, kuncinya bukan bagaimana orangtua mendidik anak agar sama sekali tak lakukan kesalahan. Melainkan ajarkan anak bagaimana mengakui dan memperbaiki kesalahan.
https://edukasi.kompas.com/read/2020/04/29/150707671/4-cara-mengajarkan-anak-belajar-dari-kesalahan