KOMPAS.com - GEMBIRA! Kata itulah yang terpenting dalam dunia pendidikan. Faktor kegembiraan adalah alat bagi guru atau dosen untuk meningkatkan pencapaian belajar.
Semoga kita dapat mengingat kembali konsep belajar Ki Hadjar Dewantara, tokoh pendidikan Indonesia di hari ulang tahunnya ini. Konsep belajar sambil bermain yang melahirkan kegembiraan.
Semoga kita dapat mengingat kembali konsep belajar dari pemilik lengkap Raden Mas Soewardi Soerjaningrat yang menganjurkan agar mengajarkan apa pun kepada anak didik dengan cara bermain agar tercipta suasana gembira.
Namun kenyatannnya, seperti yang kita ketahui bersama, kegembiraan itu seolah-olah sirna dengan adanya pembelajaran secara daring sebagai dampak pandemi Covid-19.
Segudang masalah telah dikeluhkan orangtua siswa. Keluhan sejenis juga dirasakan siswa lain. Bahkan, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengatakan sudah menerima ratusan pengaduan dari berbagai wilayah di Indonesia.
Sejumlah siswa mengeluh beratnya penugasan dari guru/ dosen yang harus dikerjakan dengan tenggat yang sempit.
Sementara itu, di sisi lain, tugas dari guru lain telah menanti, Meskipun tak terekspos, guru/dosen pun mungkin mengeluh kehabisan gaya untuk tampil di depan murid-muridnya secara daring.
Bagaimana mungkin tujuan pembelajaran akan tercapai jika kegembiraan itu tak lagi milik mereka?
Kegembiraan sebagai strategi belajar
Dalam dunia pendidikan, kegembiraan merupakan strategi belajar. Ia harus diletakkan pada urutan pertama. Namun, bagaimana caranya?
Serangkaian strategi harus dilakukan oleh seorang guru/ dosen. Bermainlah dengan murid-murid! Itulah yang disarankan oleh Bapak Pendidikan Nasional kita.
Kurikulum yang dirancang Ki Hadjar Dewantara disampaikan dengan cara bermain (dolanan) seperti dolanan anak, tarian, nabuh gamelan, dsb. Dalam model kurikulum yang dikembangkan Ki Hadjar, anak diajari calistung yang disampaikan dengan aneka permainan.
Pandangan Ki Hadjar Dewantara tentang bermain dengan demikian menyoroti dimensi instrumental dan epistemologis dari bermain sebagai sarana untuk mencapai tujuan pembelajaran yaitu kemajuan softskill anak.
Dalam pandangan filsuf Jerman terkemuka, Hans-Georg Gadamer (1902 – 2002), konsep “bermain” (spiel) memiliki bobot ontologis yang mendalam, bukan hanya instrumentalis, melainkan epistemologis seperti disampaikan Ki Hadjar Dewantara di atas.
Gadamer dalam adikaryanya, Truth and Method (1960) membahas letak pentingnya bermain dalam penyingkapan kebenaran yang mewujud dalam struktur ontologis seni dan pengalaman manusia tentang seni itu sendiri.
"Bermain" dengan "serius"
Bermain, dalam wawasannya, keliru jika dipahami sebagai main-main belaka.
“Jika bermain hanya dimengerti sebagai bermain, ia tidaklah serius. Bermain mempunyai relasi khusus dengan keseriusan. Keseriusanlah yang memberi ’tujuan’ pada bermain, sebagaimana dikatakan oleh Aristoteles, kita bermain ’untuk rekreasi’.
Namun, bukan hanya tujuan ini yang membuat bermain menjadi serius. Bermain pada dirinya sendiri mengandung keseriusan, bahkan keseriusan yang suci.
Dalam bermain, semua relasi bertujuan yang menentukan eksistensi aktif dan peduli daripadanya ditunda, bukannya menghilang.
Bermain memenuhi tujuannya hanya jika si pemain kehilangan dirinya dalam bermain. Keseriusan bukanlah sesuatu yang menjauhkan kita dari bermain; melainkan sebaliknya, keseriusan dalam bermain adalah hal yang niscaya untuk membuat bermain menjadi sungguhan.” (Gadamer, 1989: 102 – 106 dalam Putranto, 2010: 59)
Bermain salah satu metode hibur adalah wujud usaha kreatif dalam pengembangan kualitas pembelajaran mata pelajaran apa pun, Bahasa Indonesia misalnya.
Banyak tantangan yang menarik dan membuat kita memiliki semangat baru ketika memasuki dunia bahasa Indonesia. Dengan adanya tantangan demi tantangan itu, ide kreativitas pun muncul, salah satunya adalah penerapan metode hibur.
Metode hibur pembelajaran
Mengapa metode hibur penting diterapkan pada pembelajaran Bahasa Indonesia? Alasan pertama, bahasa Indonesia seringkali disepelekan oleh orang lain sehingga menjadi mata pelajaran yang kurang menarik.
Selain materi yang tubian dan metode yang konvensional, juga pengajar yang kurang kreatif menciptakan gaya mengajar yang menarik menjadikan pembelajaran Bahasa Indonesia kurang disukai.
Metode hibur hadir untuk menjawab permasalahan tersebut.
Setiap orang tanpa kecuali menyukai hiburan. Dengan metode hibur, pembelajaran Bahasa Indonesia menjadi pembelajaran menarik.
Alasan kedua, dengan metode hibur tanpa terasa pembelajar sudah belajar secara mandiri dan efektif. Tanpa kita paksa untuk belajar, dengan sendirinya mereka sudah belajar.
Pembelajaran Bahasa Indonesia akan menjadi pembelajaraan yang menyenangkan, santai tapi serius, serius tapi santai, seperti sudah disarikan Gadamer.
Alasan ketiga, proses belajar mengajar yang baik adalah proses yang menempatkan pembelajar sebagai pusat pembelajaran.
Dalam bahasa kurikulum dan pedagogi, hal ini dikenal sebagai student-centered learning (Barr dan Tagg, 1995).
Tugas pendidik: motivator dan fasilitator
Tugas pengajar sebagai motivator dan fasilitator. Melalui metode hibur pembelajar tanpa terasa terlibat aktif, bersemangat belajar, dan menjadi pusat pembelajaran di tengah rangkaian proses belajar mengajar.
Tugas pengajar adalah mengarahkan pembelajar agar tetap berada dalam koridor capaian pembelajaran.
Alasan terakhir, metode hibur penting bagi pembelajaran Bahasa Indonesia karena adanya proses katarsis yang dipahami secara luas sebagai proses penyucian dan penyegaran .
Diibaratkan ketika kita baru saja keluar dari pintu bioskop setelah menonton film, ada kesan yang tertinggal di jiwa kita, ada pesan moral yang dapat mengubah dan menyucikan jiwa kita menjadi sosok yang lebih baik, betapapun sementara sifatnya.
Dengan metode hibur, setelah keluar dari pintu kelas atau tinggalkan forum/ kelas daring, pembelajar akan memiliki pengetahuan dan pengalaman baru yang berkesan tentang penyadaran diri untuk peduli, cinta, dan bangga pada bahasa Indonesia.
Jika mengacu pada buku karya Timothy D. Walker, Teach like Finlandia, pertama, seorang guru yang menggugah dan menggairahkan muridnya haruslah menawarkan pilihan.
Sebelum pembelajaran mandiri (saat belajar di tengah pandemi Covid-19) dimulai, seorang guru/ dosen sebaiknya menawarkan pilihan berupa tugas-tugas yang disesuaikan dengan minat siswa/ mahasiswa.
Program "Merdeka Belajar"
Jika dihubungkan dengan Program Merdeka Belajar gagasan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, ini merupakan pilihan bebas yang dapat diberikan kepada murid agar sesuai dengan minat dan karakter mereka.
Ingat, tugas guru tidak hanya menjalankan kurikulum, tetapi juga menjadi penghubung antara kurikulum dan minat siswa.
Sebagian pengajar menerapkan metode pengajaran konservatif. Mereka memberikan instruksi step-by-step sehingga mahasiswa bagaikan disuap dengan sendok. Padahal, setiap orang memiliki cara belajar yang berbeda-beda.
Henry Gardner menjelaskan hal tersebut melalui teori multiple intelligences. Sebagian besar orang tidak dapat mengikuti dengan optimal berbagai kecerdasan yang diajarkan di institusi pendidikan (termasuk kemampuan verbal/linguistik dan logika/matematika).
Kedua, membuat rencana bersama siswa. Libatkan siswa kita saat kita merencanakan pembelajaran yang akan dilakukan.
Perencanaan arah dan proses pembelajaran, tidak semata-mata tanggung jawab guru, tetapi juga siswa (dan juga diketahui oleh orang tua). Dengan demikian, melalui perencanaan bersama ini dapat sekaligus menjadi ajang pengembangan potensi atau bakat siswa.
Ketiga, memanfaatkan teknologi. Selama masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) ini, beberapa aplikasi mengajar secara daring dapat digunakan seperti Google Classroom, Microsoft Team, dan Zoom Meeting.
Kunci keberhasilan pembelajaran dengan pemanfaatan teknologi ini berada di tangan seorang guru.
Oleh karena itu, seorang guru, tanpa alasan gaptek, tetap harus mampu menjalankan teknologi menjadi alat pencapaian pembelajaran, mampu mendukung pembelajaran yang dapat membawa kegembiraan bagi guru dan siswa, terutama ketika teknologi membuat kita melakukan apa yang disebut pendidik Will Richarson “hal-hal luar biasa”.
Keempat, mendiskusikan nilai. Bagi sebagian guru, memberikan nilai adalah hak “prerogatif”. Padahal, bagi beberapa siswa, nilai berhubungan dengan harga diri. Akan lebih menggembirakan jika nilai dapat didiskusikan antara guru dan siswa.
Ini memberikan kebebasan kepada siswa untuk menentukan pilihannya sendiri berdasarkan minat dan karakter siswa. Melalui diskusi pribadi, kita dapat memberikan dukungan dan pemahaman yang lebih baik bagi tercapainya tujuan pembelajaran.
"Sistem bintang": harapan, cita-cita dan prestasi
Salah satu contoh metode pembelajaran dengan evaluasi yang menantang dan aturan bermainnya yang nilainya dapat didiskusikan dengan siswa adalah sistem penilaian yang dinamai “Sistem Bintang”.
Sistem bintang adalah alat evaluasi dalam proses pembelajaran dengan tanda bintang sebagai petanda tujuan telah tercapai. Mengapa bintang? Bintang adalah benda langit yang indah dan memiliki cahaya sendiri.
Bintang adalah harapan. Bintang adalah cita-cita. Bintang adalah sesuatu yang ingin diraih. Bintang adalah prestasi. Bintang adalah hadiah. Bahkan, tanda bintang menjadi penanda keberhasilan kinerja seseorang atau lembaga.
Hotel yang terbaik adalah hotel bintang lima. Penerbangan terbaik pun menggunakan standar bintang 5.
“Jangan lupa beri bintang ya, Mbak!” pinta pengemudi online kepada penumpangnya berharap memberinya bintang 5 sebagai penanda bahwa ia telah memberikan layanan terbaik.
Begitu pula dalam dunia pendididkan.
Bintang menjadi penanda keberhasilan siswa dalam meraih cita-citanya. Siswa dengan bintang 5 menjadi penanda prestasi yang ia miliki. Dengan sistem bintang, mahasiswa berperan sebagai subjek pendidikan.
Metode ini sangat interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi mahasiswa untuk belajar dari hatinya sendiri, bukan karena paksaan.
Belajar sesuai "gaya" siswa
Dengan permainan, siswa mampu mengikuti materi dengan cara belajar yang berbeda-beda secara spasial, kinestetik, musikal, interpersonal, naturalistik, dan intrapersonal.
Ketika siswa memiliki kesempatan untuk belajar sesuai gaya mereka masing-masing, mereka menjadi lebih mampu menguasai subjek.
Keuntungan yang paling penting adalah permainan membuat siswa melakukan interaksi, mengikuti aturan, mengambil giliran, mengoreksi sesamanya, dan bersaing satu sama lain.
Hal ini membantu siswa untuk mengembangkan kemampuan pikiran, pemecahan masalah, pendengaran, dan verbal.
Situasi santai sekaligus kompetitif dan motivatif ini membuat siswa harus memakai imajinasi dan kreativitas mereka untuk mengingat subjek, juga menuntut mereka untuk mengingat memori masa lalu untuk dihubungkan dengan subjek.
Di awal pertemuan dijelaskan bahwa selama 14 tatap muka akan akan diberikan 8 kuis. Kuis tersebut bisa berupa permainan dan pelatihan mahasiswa di kelas, tugas di ruang kuliah, tugas luar kampus, atau tugas di rumah saat PSBB berlangsung.
Setiap tugas akan dikoreksi dengan teliti, baik oleh dosen maupun dilakukan oleh mahasiswa secara bersama-sama. Tugas yang memenuhi persyaratan akan ditandai dengan gambar bintang (*).
Bila dalam satu semester mahasiswa berhasil mengumpulkan 20 bintang dijamin nilai akhir semester mahasiswa adalah A untuk nilai tugas.
Namun, apabila jumlah bintang 20, nilai ujian tengah semester (UTS) lebih dari 80, hasil Tes UKBI 650, selain dijamin nilai tugas A, mahasiswa juga dijamin nilai akhir mata kuliah Bahasa Indonesia A dan hadiah utama berupa bebas ujuan akhir semester (UAS).
Jika mahasiswa tidak mencapai 20 bintang, jumlah bintang tersebut menjadi nilai tugas dengan ketentuan yang telah disepakati.
Tantangan evaluasi ini, tidaklah berhenti sampai di sini. Misalnya, jika sanggup mencapai target 10 besar skor tertinggi UKBI, mahasiswa mendapatkan kesempatan mengikuti Lomba Duta Bahasa Kampus dan jika terpilih akan diikutsertakan dalam Lomba Duta Bahasa Tingkat Provinsi dan Nasional.
Bukan karena takut hukuman
Metode penilaian seperti ini membuat mahasiswa merasa tertantang dan bersemangat belajar dan menimbulkan kegembiraan jika mahasiswa sanggup meraih bintang.
Hal ini berdampak pada peningkatan kualitas hasil belajar mahasiswa. Mahasiswa mengerti tujuan mereka sejak awal dan berusaha meraihnya dengan motivasi yang datang dari diri sendiri.
Selain itu, mahasiswa harus bersaing satu sama lain untuk memenuhi syarat tersebut sehingga mereka turut termotivasi oleh nuansa kompetitif yang muncul. Kegagalan dalam satu dari tiga syarat itu akan membuat mahasiswa kehilangan hadiah utama secara otomatis.
Ketika seorang mahasiswa mampu mendapatkan hadiah utama, kompetensi mahasiswa tersebut sudah teruji secara objektif dari persyaratan itu sendiri. Nilai juga menunjukkan hasil yang baik.
Kehadiran mahasiswa menunjukkan jumlah kehadiran yang lebih banyak daripada kehadiran pada mata kuliah yang diajar oleh dosen lain.
Mereka tepat hadir di ruang kelas bukan karena harus taat aturan atau takut hukuman, melainkan karena mulai mencintai mata kuliah Bahasa Indonesia. Mereka sangat rugi bila terlambat atau tidak masuk dalam mata kuliah Bahasa Indonesia.
Terlambat berarti rugi tidak menyaksikan penampilan dosen di 30 menit pertama, tidak masuk kuliah berarti terlewatlah peluang mendapatkan bintang.
Homo ludens
Mungkin sebagian orang berpikir bahwa metode hibur hanya milik siswa PAUD atau sekolah dasar.
Namun, ingat bahwa manusia adalah mahluk homo ludens, makhluk Tuhan yang suka bermain.
Siapa pun tanpa memandang usia, termasuk mahasiswa. Memang, proses belajar di tingkat perguruan tinggi selama ini kerap diasosiasikan dengan keseriusan, kemandirian usaha, dan rigoritas metodologisnya.
Namun, pada kenyataannya, terutama untuk mata kuliah Bahasa Indonesia yang notabene jarang diminati oleh mahasiswa, tatkala metode hibur ini diterapkan di level perguruan tinggi, justru kegembiraan dan munculnya semangat belajar bahasa Indonesia meningkat.
Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Rosa Maria.
Untuk menyediakan pembelajaran yang akan membangkitkan motivasi bagi para siswa dilakukan dengan cara mengombinasikan teori–teori dan model–model pembelajaran Rosa Maria yang mencontohkan dengan memberi motivasi pembelajaran bahasa di kelas yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik.
Motivasi intrinsik terikat dengan kebutuhan interval seperti kepuasan diri dalam membuat sebuah tugas, sedangkan motivasi ekstrinsik berhubungan dengan pemerolehan penghargan seperti nilai dan hadiah (Tomlinson, 1987: 239).
Tanda bintang dalam evaluasi yang menantang inilah wujud hadiah yang akan diterima oleh mahasiswa yang sanggup menyelesaikan capaian belajar sesuai dengan minat dan karakter mahasiswa.
Membosankan, menjemukan, membebani, terpaksa, terlalu teoritis,metode konservatif, penuh tugas, penuh keluh kesah, banyak teori, dosen tidak berkemampuan, metode ceramah, dan tidak pernah dipraktikkan adalah predikat negatif pembelajaran Bahasa Indonesia.
Hali ini diperoleh berdasarkan hasil pengamatan terhadap minat mahasiswa terhadap mata kuliah Bahasa Indonesia sebelum mengikuti perkuliahan Bahasa Indonesia dengan menerapkan metode hibur.
Ini semakin memperkuat dugaan awal bahwa pembelajaran Bahasa Indonesia adalah sesuatu yang kurang menggairahkan mahasiswa.
Setelah mereka mengikuti perkuliahan Bahasa Indonesia dengan metode hibur yang menggugah dan menggairahkan, predikat negatif tersebut berubah menjadi sesuatu yang positif.
Bersemangat di setiap pertemuan, semangat kompetisi, aktif, lebih tertantang, banyak inspirasi, menyenangkan, menyadarkan diri untuk peduli, cinta, dan bangga pada bahasa Indonesia, termotivasi untuk lebih serius belajar, mengasah kemampuan cepat tanggap, melatih kerja sama, menumbuhkan daya saing yang positif, lebih peka tehadap kesalahan bahasa, lebih kritis, seru, menghibur, penuh kreativitas, mengasyikkan, sangat efektif, interaktif, atraktif, inovatif, dan membuat Bahasa Indonesia menjadi mata kuliah yang berkelas.
Metode hibur berbentuk permainan bukanlah sekadar main-main yang tidak terarah dan tidak bernilai, melainkan justru lewat permainan, keseriusan mahasiswa untuk mendalami dan memahami materi ajar akan teruji, baik di level ethos, logos maupun pathos-nya.
Melalui metode hibur, mahasiswa tetap akan tergugah dan tergairahkan untuk merawat semangat belajar meskipun berada di tengah pandemi Covid-19.
Melalui metode hibur, di hari Pendidikan Nasional ini, mari kita menjadi pemegang tongkat estafet meneruskan gagasan-gagasan luhur sang guru, Ki Hadjar Dewantara dengan tetap menjadi pencetak insan cendekia yang menggugah dan menggairahkan bagi anak bangsa.
Selamat hari Pendidikan Nasional!
https://edukasi.kompas.com/read/2020/05/02/120848771/pendidikan-yang-menggugah-dan-menggairahkan-di-tengah-covid-19