KOMPAS.com – Program Belajar dari Rumah di TVRI hadir kembali dengan tayangan Perjuangan Jendral Sudirman yang disiarkan pada pukul 09.00 – 09.30 WIB untuk kelas 4-6 SD pada 14 Mei 2020.
Belajar dari Rumah adalah Program Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) memberikan alternatif pendidikan bagi semua kalangan di masa darurat Covid-19.
Dalam tayangan tersebut Drs. Darto Harnoko seorang sejarawan menceritakan jejak-jejak perjuangan Panglima Besar Jendral Sudirman.
Profil Jendral Sudirman
Jenderal Besar Sudirman adalah seorang perwira tinggi Indonesia pada masa Revolusi Nasional Indonesia, sebagai panglima besar Tentara Nasional Indonesia pertama, ia adalah sosok yang dihormati di Indonesia.
Terlahir dari pasangan rakyat biasa di Purbalingga, Hindia Belanda, Sudirman diadopsi oleh pamannya yang seorang priyayi. Setelah keluarganya pindah ke Cilacap pada tahun 1916, Sudirman tumbuh menjadi seorang siswa rajin.
Ia sangat aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler, termasuk mengikuti program kepanduan yang dijalankan oleh organisasi Islam Muhammadiyah.
Saat di sekolah menengah, Sudirman mulai menunjukkan kemampuannya dalam memimpin dan berorganisasi, dan dihormati oleh masyarakat karena ketaatannya pada Islam.
Setelah berhenti kuliah keguruan, pada 1936 ia mulai bekerja sebagai seorang guru, dan kemudian menjadi kepala sekolah, di sekolah dasar Muhammadiyah, ia juga aktif dalam kegiatan Muhammadiyah lainnya dan menjadi pemimpin Kelompok Pemuda Muhammadiyah pada tahun 1937.
Setelah Jepang menduduki Hindia Belanda pada 1942, Sudirman tetap mengajar. Pada tahun 1944, ia bergabung dengan tentara Pembela Tanah Air (PETA) yang disponsori Jepang, menjabat sebagai komandan batalion di Banyumas.
Agresi Militer Belanda II
Pada tanggal 19 Desember 1948, beberapa hari setelah Sudirman keluar dari rumah sakit, Belanda melancarkan Agresi Militer II untuk menduduki Yogyakarta.
Pada saat pemimpin-pemimpin politik berlindung di kraton sultan, Sudirman, beserta sekelompok kecil tentara dan dokter pribadinya, melakukan perjalanan ke arah selatan dan memulai perlawanan gerilya selama tujuh bulan.
Menurut Drs. Darto Harnoko “Pada masa agresi militer belanda ke II atau dikenal masa perang kemerdekaan ke II yaitu masuknya tentara belanda pada 19 desember 1948 ini satu hal yang penting pernyataan pak dirman waktu berembuk dengan bung Karno,” ujarnya.
Ia melanjutkan, “Bung Karno mengatakan bahwa Pak Dirman sakit, istirahat saja. Tidak Bung! saya tetap bersatu dengan rakyat! karena sesuai dengan ucapan saya harus bergabung dengan rakyat menentukan kemerdekaan Indonesia”.
Awalnya mereka diikuti oleh pasukan Belanda, tetapi Sudirman dan pasukannya berhasil kabur dan mendirikan markas sementara di Sobo, di dekat Gunung Lawu.
Dari tempat ini, ia mampu mengomandoi kegiatan militer di Pulau Jawa, termasuk Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta, yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Soeharto.
Ketika Belanda mulai menarik diri, Sudirman dipanggil kembali ke Yogyakarta pada bulan Juli 1949. Meskipun ingin terus melanjutkan perlawanan terhadap pasukan Belanda, ia dilarang oleh Presiden Soekarno. Penyakit TBC yang diidapnya kambuh.
Darto menjelaskan, “Pak Dirman betul betul selalu bekerjasama dengan rakyat pedesaan karena beliau mengatakan sudah sejak dulu, saya tanpa rakyat tidak akan bisa menumpas penjajah."
https://edukasi.kompas.com/read/2020/05/14/150205571/jejak-jejak-perjuangan-panglima-besar-jendral-sudirman