KOMPAS.com - Program Belajar dari Rumah di TVRI hadir kembali dengan tayangan Cerita Nusantara : “Sultan Ageng Tirtayasa”, Belajar dari TVRI Sabtu 23 Mei 2020.
Belajar dari Rumah adalah program Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) memberikan alternatif pendidikan bagi semua kalangan di masa darurat Covid-19.
Berikut adalah rangkuman Cerita Nusantara “Sultan Ageng Tirtayasa”.
Pangeran Purbaya datang ke ayahandanya melaporkan kalau kompeni Belanda berulah kembali. Mereka telah memblokade perairan Teluk Banten, sehingga para pedagang mancanegara kesulitan untuk masuk pelabuhan.
Para pedagang dari Arab, China dan Eropa menjauh dari Banten karena para kompeni Belanda memblokade perairan Banten.
Tolak monopoli Belanda
Menurut Helmy Faizi Bahrul Ulumi (Sejarawan), Sultan Ageng Tirtayasa memerintahkan rakyat menentang VOC. Saat itu Sultan Ageng Tirtayasa jelas menolak bekerja sama dengan Belanda untuk memonopoli perdagangan.
Sultan ingin menjadikan Banten sebagai pelabuhan terbuka. Akhirnya Belanda melakukan blokade perairan di teluk Banten. Di sinilah kemudian terlihat keberhasikan kepemimpinan Sultan Ageng yang berhasil membongkar blokade yang dibuat Belanda.
Banyak kapal milik Belanda dirusak, bahkan dirampas rakyat Banten sebagai bentuk perlawanan. Tentu saja hal ini sangat merugikan Belanda dan menimbulkan kemarahan VOC.
Gubernur Jendral Rijcklof Van Goens kemudian menulis surat untuk kompeni yang menyampaikan bahwa Banten harus ditaklukan atau kompeni yang lenyap.
Belanda kemudian membuat politik adu domba, antara Sultan Ageng dan anaknya yakni Pangeran Purbaya dan Sultan Haji.
Putra mahkota yakni Sultan Abu'n Nasr Abdul Kohar atau dikenal Sultan Haji yang baru saja pulang dari Mekkah melihat situasi dan kondisi Banten yang banyak perubahan.
Ia menduga adiknya, Pangeran Purbaya berperan besar terhadap pemerintahan Banten yang semestinya itu adalah hak dan tugasnya.
Sultan Ageng prihatin, Sultan Haji semakin hari semakin dekat dengan kompeni Belanda. Mereka sudah membuat perjanjian, tentang pajak dagang dinaikkan.
Perjanjian ini jelas merugikan rakyat Banten.
Politik adu domba
Pangeran Purbaya menganggap kakanya telah dipengaruhi kompeni Belanda.
Sultan Haji kemudian menjawab maksud kedekatannya dengan kompeni agar Banten bisa damai, tidak ada perang. Ia merasa seluruh keputusannya itu merupakan haknya sebagai penerus kerajaan.
Sultan Ageng pun mengingatkan kompeni Belanda yang sangat licik. Mereka berbaik hati karena ada maunya. Mereka akan mementingkan kepentingan sendiri dan menghilangkan kepentingan rakyat.
Sultan kembali mengingatkan Ananda Haji mengubah kembali kebijakannya. Jika tidak, Sultan akan berperang melawan mereka.
Hubungan Sultan Haji dengan kompeni Belanda makin dekat. Ia lebih percaya kompeni dibandingkan nasihat Ayahnya. Kompeni Belanda memang sengaja memengaruhi Sultan Haji untuk mengudeta Sultan Ageng Tirtayasa.
Kemudian Sultan Ageng Tirtayasa menenangkan diri dan berpindah dari Keraton Surosowan dan membangun Keraton baru di Tirtayasa, inilah awal mula julukan Sultan Abu Fath Abdul Fatah menjadi Sultan Ageng Tirtayasa.
Sultan Ageng tidak sudi keraton diambil alih kompeni sehingga ia membakar keraton tersebut.
Meskipun Keraton Tirtayasa telah dibakar, Sultan Ageng tidak menghentikan perlawanan sama sekali. Di sisi lain Sultan Haji sangat rindu kepada Ayahnya. Ia berusaha keras agar ayahnya kembali ke Surosowan.
Namun di sinilah kompeni memanfaatkan situasi sebagai puncak dari politik adu domba.
Tipuan kompeni Belanda
Kompeni kemudian membuat tipu muslihat seolah Sultan Haji mengirim surat bahwa ia menyadari kesalahannya sekaligus menyampaikan maaf kepada Sultan Ageng.
Setelah Sultan Ageng datang ke Surosowan, di sela perbincangan dengan Sultan Haji, kompeni Belanda datang dan menangkap Sultan Ageng kemudian dikirim ke Batavia.
Sultan Ageng Tirtayasa menyerah karena memang dijebak kompeni melalui perantara Sultan Haji.
Namun jebakan itulah yang akhirnya mengakhiri perjuangan Sultan Ageng di tanah Banten, akibat penghianatan yang dilakukan puteranya sendiri.
Pangeran Purbaya, Syekh Yusuf dan pengikut Sultan Ageng juga sudah ditangkap kompeni.
Selanjutnya, Sultan Haji selalu mendapat tekanankompeni dalam setiap keputusan. Ia tidak pernah diberikan kebebasan padahal dirinya adalah raja. Sultan Haji yang saat itu sakit kemudian keluar dari keraton dan wafat.
https://edukasi.kompas.com/read/2020/05/23/171142271/cerita-nusantara-sultan-ageng-tirtayasa-belajar-dari-tvri-23-mei-2020