KOMPAS.com - Peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia pada 31 Mei di tengah pandemi Covid-19 dinilai dapat menjadi momentum tepat untuk hidup lebih sehat tanpa rokok.
Hal tersebut disampaikan oleh Guru Besar Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FKKMK) Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Yayi Suryo Prabandari.
Yayi menyebut, pandemi Covid-19 bisa menjadi momentum bagi masyarakat Indonesia, khususnya para perokok untuk berhenti merokok.
“Mari jadikan pandemi Covid-19 jadi momentum untuk berhenti merokok,” ajak Yayi yang juga merupakan Ketua Quit Tobacco Indonesia, Sabtu (30/5/2020), seperti dilansir dari laman UGM.
Ajakan ini didasari adanya peningkatan risiko penularan virus corona sekaligus memperberat komplikasi penyakit akibat Covid-19 di kalangan perokok.
Risiko infeksi corona lebih parah hingga bahayakan kesehatan anak
Aktivitas merokok, menurut dia, rentan menjadi wahana penularan Covid-19 karena melibatkan kontak jari yang mungkin terkontaminasi dengan mulut secara intens.
Hal tersebut memberikan peluang bagi virus untuk berpindah dari jari tangan ke mulut lalu masuk ke dalam tubuh.
Lebih lanjut dijelaskan Yayi, perokok tidak hanya lebih rentan terhadap virus corona. Apabila perokok terinfeksi virus ini, maka akan memperberat kondisi tubuhnya.
Selain itu, dampak negatif merokok tak hanya bagi kesehatan diri sendiri, tetapi juga bagi keluarga dan sekitar.
Dengan menghentikan kebiasaan merokok, maka hal itu dapat melindungi anggota keluarga lain dari paparan rokok, terutama bila ada anak remaja.
Yayi mengimbau pada masyarakat, terutama di level keluarga, untuk melindungi anak-anak agar tidak menjadi perokok.
Pasalnya, banyaknya perokok muda, dikatakan Yayi, salah satunya dikarenakan adanya contoh di keluarga dan kemudahan dan murahnya akses mendapatkan rokok.
"Rokok dijual di mana-mana, bahkan di warung-warung dekat rumah pun ada ada sehingga anak-anak mudah mendapatkannya,” paparnya.
Data Riskesdas 2013 mencatat sekitar 80 persen perokok dengan jumlah total kurang lebih 16 juta orang, memulai merokok di usia di bawah 19 tahun.
Tips berhenti merokok secara bertahap
Dosen pada Departemen Perilaku, Kesehatan, Lingkungan, dan Kedokteran Sosial FKKMK UGM ini memahami bahwa berhenti merokok bukan hal yang mudah dilakukan.
Sebab, selain telah menjadi kebiasaan, rokok juga bersifat adiktif sehingga membuat candu.
Namun demikian, Yayi meyakini bahwa bukan berarti perokok tidak dapat berhenti merokok. Terdapat beberapa cara yang bisa dilakukan untuk menghentikan kebiasaan merokok.
“Yang utama adalah ada niat untuk berhenti merokok kalau bisa benar-benar berhenti,” jelasnya.
Bisa dimulai dengan mengurangi jumlah konsumsi rokok per batang setiap harinya.
Selanjutnya, menggunakan waktu merokok untuk melakukan hobi yang positif seperti otomotif, bercocok tanam, olahraga, dan lainnya.
“Biasanya kalau perokok terus tidak merokok mulutnya akan terasa masam, rasa ini bisa dialihkan dengan banyak minum air putih, makan buah, atau mengunyah permen rendah gula,” tuturnya.
Membatasi diri untuk tidak berkumpul dengan lingkungan yang mendorong kembali aktivitas merokok juga menjadi salah satu cara yang dapat mendukung niatan berhenti merokok.
Kebijakan pembatasan sosial dinilai Yayi turut berkontribusi mengurangi aktivitas merokok, karena aktivitas untuk bertemu dan berkumpul dengan sesama perokok berkurang.
Berikutnya, perokok dapat meminta bantuan konsultasi dengan tenaga kesehatan di puskesmas maupun rumah sakit untuk membantu menghentikan kebiasaan merokok.
“Dukungan keluarga sangat berperan penting dalam menghentikan kebiasaan merokok ini,” katanya.
https://edukasi.kompas.com/read/2020/05/30/132158871/pandemi-covid-19-guru-besar-ugm-momentum-tepat-berhenti-merokok