Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Pembelajaran Daring dan Biaya Jadi Tantangan Pendidikan Tinggi Pascapandemi

KOMPAS.com - Pandemi global memberikan dampak luar biasa pada berbagai aspek kehidupan, tidak terkecuali pendidikan tinggi. Pembelajaran daring dan juga biaya pendidikan menjadi dua isu penting dalam memasuki masuk era normal baru di tahun ajaran mendatang.

Tranformasi pembelajaran dan sinergi antarpendidikan tinggi diyakini dapat menjadi salah satu kunci perguruan tinggi untuk keluar dari krisis pandemi covid-19 dan masuk dalam era new normal pendidikan tinggi. 

Kepada Kompas.com (11/6/2020), Rektor Universitas Terbuka (UT) Prof. Ojat Darojat menyampaikan, pandemi covid-19 memberikan pelajaran bahwa dalam penyelenggaran pendidikan tinggi fasilitas gedung bukan menjadi hal yang utama, melainkan kualitas pembelajaran itu sendiri.

Akses pendidikan tinggi untuk semua  

"Covid-19 memberikan pelajaran bahwa banyak masyarakat kesulitan melanjutkan pendidikan karena terbatas oleh biaya," ujar Prof. Ojat.

Ia menambahkan, sebenarnya akses pendidikan tinggi dapat diwujudkan dalam kondisi sulit ini karena pemerintah sudah menyediakan solusinya yakni  perguruan tinggi negeri yang ditugaskan pemerataan akses pendidkan, termasuk UT.

"UKT (uang kuliah tunggal) UT menjadi terjangkau karena memang karena dalam penyelenggaraan tidak membutuhkan gedung dan pembelajaran UT yang bertumpu pada online learning," ujarnya.

Calon mahasiswa tidak dibebankan uang muka gedung dan fasilitas lain. "Namun sebaliknya, mahasiswa memiliki fleksibel yang lebih luas, sesuai dengan semangat Merdeka Belajar. Mahasiswa dapat belajar kapan saja, di mana saja, dan dari mana saja," jelas Prof. Ojat.

Ia menyampaikan menaikan APK (angka pertisipasi kasar) pendidikan tinggi menjadi misi utama sehingga dalam pemerataan akses pendidikan UT tidak membebankan UKT yang mahal dan sisesuaikan dengan kemampuan masing-masing mahasiswa. F

Percepatan tranformasi PJJ

Lebih jauh Prof. Ojat mengungkapkan dengan adanya covid-19 memacu percepatan tranformasi pembelajaran berbasis teknologi. "Kita di-challege untuk melakukan tranformasi itu; pembelajaran tatap muka menjadi secara online," tegasnya.

Ia tidak menampik bahwa transformasi ini tidak mudah dilakukan serentak. Ada perguruan tinggi yang dapat melakukan secara langsung fully online namun ada juga masih blended learning atau hybrid.

Namun ia menegaskan, pengaplikasian teknologi sebagai strategi pembelajaran menjadi sebuah keniscayaan memasuki era new normal pendidikan tinggi.

"Seulurh perguruan tinggi harus menempatkan pembelajaran online menjadi strategi capaian mereka. Kalau tidak mereka akan tergilas. Mereka harus menyisihkan anggaran masuk dalam  pengembangan online learning," tambahnya.

Selain itu, selain penyiapan infrastruktur pembelajaran online, pihak perguruan tinggi perlu juga melakukan penguatan kompetensi dosen agar dapat melakukan melakukan pengajaran secara daring secara maksimal.

"Mahasiswa juga perlu diedukasi, dilatih dan dibekali sehingga mampu memanfaatkan teknologi. Jangan sampai mahasiswa masih gagap teknologi. Semua harus dibangun sehingga tidak gagap masuk era new normal," jelas Prof. Ojat.

Lebih jauh ia mengemukakan, pandemi corona menjadi kesempatan bagi seluruh perguruan tinggi untuk bersinergi bersama untuk keluar dari krisis dengan baik. "Antarperguruan tinggi harus mitra mencari solusi," ujarnya.

Ia menyampaikan, pihaknya memberikan bantuan Learning Manajemen System (LMS) bagi perguruan tinggi negeri maupun swasta yang belum memiliki sehingga dapat melakukan pembelajaran online dengan baik.

"Selain itu UT juga memberikan bahan ajar, termasuk bagi dosen dan mahasiswa yang dapat dimanfaatkan secara gratis untuk mendukung kurikulum masing-masing. Setidaknya ada 1.300 bahan mata kuliah yang dapat diakses secara gratis untuk satu semester," jelasnya.

Dalam kesempatan halal bihalal dilakukan UT (9/6/2020) mengangkat tema “Islam Rahmatan Lil’alamin Perekat Persatuan dan Kebersamaan”, Prof. Ojat menyampaikan UT yang sudah memiliki pengalaman selama 35 tahun dalam memberikan layanan virtual, saat ini banyak dimanfaatkan juga oleh perguruan tinggi lain.

Kepala Pusat Pengembangan Hubungan Internasional dan Kemitraan UT, Sri Sediyaningsih menambahkan sepanjang tahun 2019, UT telah memiliki sebanyak 160 mitra, dengan rincian 4 mitra internasional dan 156 mitra dalam negeri.

Oleh karena itu, UT terus berusaha untuk menguatkan persatuan dan kesatuan bangsa melalui Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) yang dapat dijangkau hingga ke pelosok negeri. “Saya berharap kegiatan Halal Bihalal ini dapat memberikan manfaat yang positif bagi semua,” kata Ojat.

Di tempat terpisah, Kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PB NU), Ketua PB NU Prof. Said Aqil Siroj selaku pembicara menyampaikan bahwa agama Islam merupakan agama penuh cinta, damai dan rukun.

Menurutnya, tidak boleh ada pemusuhan antarras, agama, suku, warna kulit dan bangsa kecuali jika melanggar hukum.

“Sebagai muslim, kita harus mengedepankan amanat insaniyah yaitu membangun hidup yang rukun dan harmoni,” katanya.

Mengutip John F Kennedy, Prof. Ojat menyampaikan, "Perubahan adalah hukum kehidupan, dan bagi mereka yang hanya melihat masa lalu dan masa kini pasti akan kehilangan masa depan.

"Kita harus berusaha bersama mengintegrasikan teknologi dalam interaksi pembelajaran akademik yang akan datang memasuki new normal di dunia pendidikan tinggi," kata Prof. Ojat menutup penjelasan.

https://edukasi.kompas.com/read/2020/06/13/114254571/pembelajaran-daring-dan-biaya-jadi-tantangan-pendidikan-tinggi-pascapandemi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke