KOMPAS.com - Panduan penyelenggaraan pembelajaran tahun ajaran dan tahun akademik baru di masa pandemi Covid-19 dinilai belum menyentuh masalah kualitas belajar dari Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).
Hal itu diungkapkan oleh Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia (IGI), Muhammad Ramli Ibrahim dalam keterangan tertulisnya.
"Panduan tersebut adalah sesuatu yang biasa saja dan tak menyentuh masalah utama yang dihadapi selama tiga bulan belajar dari rumah," kata Ramli.
Ramli menilai tak ada rencana tentang persiapan guru untuk menjalankan PJJ secara menyenangkan dan berkualitas.
Selain itu, tak ada langkah-langkah kongkrit Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan Kementerian Agama (Kemenag) dalam memberikan solusi terhadap minimnya kemampuan guru dalam menyelenggarakan PJJ.
"Kemendikbud memang yang telah mengeluarkan pedoman pembelajaran jarak jauh yang juga tak jelas secara teknis pelaksanaan di lapangan tapi penuh dengan teori yang sulit dipahami oleh guru," ujar Ramli.
Menurut Ramli, Kemendikbud dan Kemenag seharusnya lebih merinci panduan yang berisi solusi atas masalah yang terjadi selama tiga bulan PJJ.
Ia menyebutkan PJJ akan pasti dilakukan secara dominan ke depan.
"Apa yang akan dilakukan kemdikbud terhadap lebih dari 60 persen guru yang tak memiliki kemampuan penguasaan teknologi, apa yang akan dilakukan Kemendikbud terhadap lebih dari 15 persen Guru yang menyelenggarakan PJJ tapi membuat siswanya stress dan apa yang dilakukan Kemendikbud terhadap lebih dari 14 persen guru yang sudah mampu menjalankan PJJ dengan baik," ujar Ramli.
Menurutnya, tak ada guru yang mengerti tentang bagaimana aturan penyelenggaran PJJ, berapa waktu belajarnya dan bagaimana pengaturannya.
Meskipun demikian, Ramli mengapresiasi pemerintah tak memaksakan tatap muka.
"Tetapi tentu saja solusi lebih baik jauh lebih diharapkan," kata Ramli.
Wakil Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (Wasekjen FSGI), Satriwan Salim menilai metode PJJ Metode baru ini mengubah pola interkasi antara guru dan siswa termasuk orang tua.
Kebergantungan kepada gawai, laptop, jaringan internet plus kuota, dan listrik menjadi ciri khas metode PJJ.
Di sisi lain terjadi bias pelayanan pendidikan, yang mengorbankan para siswa yang tidak mampu Karena kesulitan dalam mengakses gawai, laptop, jaringan internet plus kuota, dan listrik.
"Sehingga PJJ lebih terlihat berpihak pada siswa dari keluarga mampu," ujar Satriwan dalam keterangan tertulisnya.
Menurutnya, perpanjangan PJJ harus diikuti dengan perbaikan kualitas dan layanan untuk siswa dan guru, terkhusus di daerah PJJ luring.
Ia meminta pemerintah untuk membuka jaringan dan menggratiskan internet untuk siswa dan guru khusus di daerah tak ada internet.
"Pemda rangkul/MOU dengan radio-radio komunitas/tv lokal, berikan insentif guru kunjung terkhusus untuk guru honorer, alokasikan Dana Desa untuk membantu PJJ luring bagi siswa/guru; alokasi khusus dana daerah untuk siswa/guru dan sekolah swasta menengah ke bawah yang terancam tutup," lanjutnya.
Sementara untuk PJJ daring, FSGI meminta adanya pendampingan, pelatihan untuk guru-guru agar PJJ berkualitas misalnya dalam penggunaan aplikasi media pembelajaran,
Senin (15/5/2020) lalu Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) , Nadiem Makarim mengumumkan Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran Pada Tahun Ajaran dan Tahun Akademik Baru di Masa Pandemi COVID-19.
Panduan tersebut merupakan keputusan bersama empat Menteri yaitu Mendikbud, Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan.
https://edukasi.kompas.com/read/2020/06/17/180003471/panduan-pembelajaran-di-masa-covid-19-dinilai-belum-sentuh-masalah-kualitas