KOMPAS.com - Pesantren di wilayah zona biru dan hijau akan mulai diizinkan beroperasi kembali dengan tetap menerapkan protokol kesehatan. Surat Keputusan (SK) Gubernur terkait hal tersebut telah diubah menyesuaikan dengan aspirasi berkembang.
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menyebutkan, keputusan tersebut berdasarkan hasil musyawarah dengan berbagai pihak terkait.
“SK Gubernur sudah diubah sesuai aspirasi yang berkembang, walaupun SK yang pertama itu sudah dimusyawarahkan oleh Pak Uu selaku Wakil Gugus Tugas dengan 79 ulama,” ujar Kang Emil sapaan akrab Ridwan Kamil, usai rapat koordinasi Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan COVID-19 dikutip dari laman jabarprov (16/6/2020).
Kang Emil menegaskan, Pemda Provinsi Jabar akan selalu menentukan kebijakan melalui musyawarah dengan stakeholders terkait, terutama kebijakan menyangkut hajat hidup orang banyak.
Cara musyawarah
“Jadi pada saat (SK) diumumkan ternyata ada dinamika, ya sudah kita akomodasi menjadi perbaikan-perbaikan yang diharapkan,” kata Kang Emil.
Ia melanjutkan, “poinnya adalah kami ini kalau melakukan kebijakan selalu musyawarah. Gak mungkin gugus tugas melakukan keputusan terhadap hajat hidup orang tanpa mengajak orang yang terdampak untuk diskusi.
Gubernur Jawa Barat ini memaparkan, pesantren diizinkan untuk beroperasi lebih dulu dari sekolah umum, mengingat kurikulum yang digunakan pesantren tidak sama dengan sekolah umum.
Selain itu, mayoritas pesantren dimiliki atas nama pribadi, sehingga kebijakan kurikulum yang digunakan masing-masing pesantren pun berbeda. Dengan demikian, tidak akan terjadi kejomplangan kualitas pendidikan antar pesantren.
Sekolah umum
Sedangkan bagi sekolah umum, kata Kang Emil, kepemilikan dan kurikulumnya diatur negara sehingga pergerakannya harus satu irama.
Adapun Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI telah mengumumkan bahwa sekolah umum boleh beroperasi di zona hijau. Namun hingga hari ini belum ada wilayah Jawa Barat yang termasuk zona hijau.
Berkaca dari hal tersebut, pihak Gugus Tugas Jabar memutuskan belum mengizinkan sekolah umum dibuka kembali.
“Kalau pesantren itu rata-rata dimiliki oleh pribadi, kurikulumnya juga tidak sama. Jadi pesantren boleh (dibuka) karena kurikulumnya berbeda, start dan finish-nya beda, maka boleh dibuka duluan dengan catatan penerapan protokol kesehatan,” papar Kang Emil.
https://edukasi.kompas.com/read/2020/06/17/214431071/ridwan-kamil-keputusan-pesantren-musyawarah-dengan-para-ulama