KOMPAS.com - Salah satu program prioritas yang tengah digencarkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) adalah gerakan "Pernikahan Massal” (Link and Match) antara pendidikan vokasi dengan dunia industri dan dunia kerja (DUDI).
Dalam kegiatan ini juga dilakukan perancangan peta jalan pemimpin yang kreatif, inovatif, dan berorientasi kepada kebutuhan DUDI yang sejalan dengan program-program prioritas Kemendikbud.
“Menurut saya pernikahan massal ini analogi yang tepat karena menunjukkan
komitmen yang permanen. Vokasi baru akan lengkap dengan kehadiran praktisi dan
kurikulum yang mengikuti kebutuhan dari industri," tutur Nadiem dalam siaran pers yang diterima Kompas.com.
Nadiem menambahkan bahwa pernikahan massal ini bukan sekadar perjanjian
kerja sama atau Memorandum of Understanding (MoU), melainkan harus menjadi
pernikahan atau kerja sama yang sangat erat dan mendalam serta berlanjut bahkan
sampai punya anak-anak (lulusan) yang diasuh bersama.
"Jadi tidak hanya kencan atau MoU saja, tetapi harus dipastikan hingga ke jenjang pernikahan bahkan hingga memiliki anak-anak, yang bisa terserap sebanyak-banyaknya di industri karena kualitas dan kompetensi sesuai dengan DUDI,” ujar Nadiem.
Agar tujuan tercapai, lanjut Nadiem, keharmonisan hubungan dengan industri dan
dunia kerja harus terjadi di semua lini mulai dari awal penyusunan kurikulum, pelatihan
guru, hingga tahap akhir yaitu penyerapan lulusan sehingga pernikahan massal ini
akan menguntungkan banyak pihak, terutama untuk anaknya, yaitu para peserta didik.
“Mereka langsung dibimbing dalam ekosistem yang nantinya akan menerima mereka
dalam dunia kerja. Saat lulus, mereka sudah punya keahlian awal yang terbentuk,
terbiasa dengan pola pikir, budaya kerja, pola komunikasi yang memang dibutuhkan
sebagai modal menjadi talenta yang berdaya saing dan berkualitas,” kata Nadiem.
Untuk itu, dengan skema pernikahan ini pihak industri dan dunia kerja akan
diuntungkan. Bagi Kemendikbud, dunia usaha dan dunia industri akan mendapatkan talenta
(lulusan) yang tepat dan kompeten sesuai dengan kebutuhan industri sehingga
permasalahan bangsa mengenai disparitas antara suplai dan permintaan sumber
daya manusia yang kompeten tertutup.
Seperti apa pernikahan massal?
Nadiem menjelaskan kriteria suatu lembaga pendidikan bisa disebut sudah menikah dengan dunia industri, adalah kurikulum yang digunakan harus datang dari mitra industrinya.
Selain itu juga, praktisi atau pengajarnya sebagian besar dari industri.
"Kita harus lihat hasil berupa surat pernikahannya. Surat pernikahan juga belum sah
jika tidak ada perjanjian rekrutmen. Komitmen ini yang perlu kita pastikan," jelas
Nadiem.
Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi, Wikan Sakarinto mengatakan pernikahan massal ini akan menguntungkan banyak pihak.
Pihak industri dan dunia kerja, kata Wikan, jelas akan diuntungkan dengan skema pernikahan ini.
Dengan adanya Link and Match ini, lulusan pendidikan vokasi juga akan semakin dihargai oleh
industri dan dunia kerja bukan semata-mata karena ijazahnya, melainkan karena
kompetensi dan kemampuannya yang semakin sesuai dengan tuntutan dunia kerja.
"Jangan sampai, sudah lulus kuliah, masih harus training lagi oleh industri dengan
susah payah, memakan banyak waktu dan berbiaya mahal," tutupnya.
https://edukasi.kompas.com/read/2020/06/30/145320571/seperti-apa-pernikahan-massal-ala-mendikbud-nadiem-makarim