KOMPAS.com - Pandemi Covid-19 membuat kegiatan belajar mengajar masih harus dilakukan dari rumah.
Untuk memastikan murid tetap mendapatkan pembelajaran bermakna, selama pandemi Covid-19 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) membolehkan sekolah untuk menyederhanakan kurikulum sesuai dengan kebutuhan para siswa.
Hal tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 719/P/2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Kurikulum pada Satuan Pendidikan dalam Kondisi Khusus.
“Kurikulum pada satuan pendidikan dalam kondisi khusus memberikan fleksibilitas bagi sekolah untuk memilih kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan pembelajaran siswa,” jelas Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim dalam taklimat media Penyesuaian Kebijakan Pembelajaran di Masa Pandemi Covid-19 secara virtual, Jumat (7/8/2020).
Pemerintah juga melakukan relaksasi peraturan bagi guru dalam mendukung kesuksesan pembelajaran di masa pandemi Covid-19.
Guru tidak lagi diharuskan memenuhi beban kerja 24 jam tatap muka dalam satu minggu.
Sehingga, guru dapat fokus memberikan pelajaran interaktif kepada siswa tanpa perlu mengejar pemenuhan jam.
Merangkum dari laman Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, Pengawas SMK Cabang Dinas Pendidikan Wilayah 1 Provinsi Jawa Barat Dina Martha Tiraswati menjelaskan implementasi Kurikulum Darurat melalui prinsip "PELANGI", yakni:
P (Programme)
Satuan pendidikan pada kondisi khusus pada semua jenjang pendidikan dapat memilih dari tiga opsi kurikulum, yakni:
Pelaksanaan kurikulum harus memperhatikan usia dan tahap perkembangan peserta didik pada pendidikan anak usia dini (PAUD).
Termasuk capaian kompetensi pada kurikulum, kebermaknaan, dan kebermanfaatan pembelajaran untuk pendidikan dasar dan menengah, termasuk pada pendidikan khusus dan program pendidikan kesetaraan.
E (Evaluation)
Melalui evaluasi, guru akan mengetahui apakah proses pembelajaran yang telah dilakukannya dapat memberikan perubahan kompetensi pada siswa.
Guru juga memahami kendala yang dihadapi siswa, seperti tidak mempunyai telepon pintar, kendala jaringan internet, dan kuota sehingga pembelajaran bisa disesuaikan dengan kemampuan serta kebutuhan peserta didik.
Sehingga, pembelajaran dapat difokuskan pada tahapan dan kebutuhan siswa, fokus pada penguasaan kompetensi, berpusat pada peserta didik untuk membangun kepercayaan dan keberhargaan dirinya.
L (Learning)
Kurikulum khusus diharapkan dapat dilakukan melalui pembelajaran aktif, yakni pembelajaran yang mendorong keterlibatan penuh peserta didik dalam perkembangan belajarnya, mempelajari bagaimana dirinya dapat belajar, merefleksikan pengalaman belajarnya, dan menanamkan pola pikir bertumbuh.
Demikian juga kepada semua pihak yang terlibat dalam pembelajaran, diharapkan dapat menciptakan rasa aman, saling menghargai, percaya, dan peduli, terlepas dari keragaman latar belakang peserta didik.
A (Assessment)
Untuk membantu siswa yang terdampak pandemi dan berpotensi tertinggal, guru perlu melakukan asesmen.
Asesmen diagnostik ini dilakukan di semua kelas secara berkala untuk mendiagnosis kondisi kognitif dan non-kognitif siswa sebagai dampak pembelajaran jarak jauh.
Asesmen non-kognitif ditujukan untuk mengukur aspek psikologis dan kondisi emosional siswa, seperti kesejahteraan psikologi dan sosial emosi siswa, kesenangan siswa selama belajar dari rumah serta kondisi keluarga siswa.
Sementara, asesmen kognitif ditujukan untuk menguji kemampuan dan capaian pembelajaran siswa.
Hasil asesmen digunakan sebagai dasar pemilihan strategi pembelajaran serta pemberian remedial atau pelajaran tambahan bagi peserta didik yang paling tertinggal.
N (Non-Discriminative)
Pembelajaran harus bebas dari diskriminasi suku, agama, ras dan antar golongan (sara), tidak meninggalkan peserta didik manapun, termasuk peserta didik berkebutuhan khusus/penyandang disabilitas serta memberikan pengembangan ruang untuk identitas, kemampuan, minat, bakat, dan kebutuhan peserta didik.
Pembelajaran juga harus mencerminkan dan merespons keragaman budaya Indonesia yang menjadikannya sebagai kekuatan untuk merefleksikan pengalaman kebinekaan serta menghargai nilai dan budaya bangsa.
Termasuk berorientasi sosial, yaitu mendorong peserta didik untuk memaknai dirinya sebagai bagian dari lingkungan serta melibatkan keluarga dan masyarakat.
G (Going to Fun)
Pembelajaran yang menyenangkan akan mendorong peserta didik untuk senang belajar dan terus menumbuhkan rasa tertantang bagi dirinya.
Sehingga, dapat memotivasi diri, aktif dan kreatif serta bertanggung jawab pada kesepakatan yang dibuat bersama.
Meski begitu, pembelajaran tetap berorientasi pada masa depan, yaitu pembelajaran yang mendorong peserta didik mengeksplorasi diri untuk kebutuhan masa depan sehingga mampu menjadi warga dunia yang bertanggung jawab dan berdaya.
I (Interactive)
Kurikulum darurat merupakan penyederhanaan dari kurikulum nasional. Pada kurikulum tersebut dilakukan pengurangan kompetensi dasar untuk setiap mata pelajaran.
Sehingga, guru dan siswa dapat fokus pada kompetensi esensial dan kompetensi prasyarat untuk kelanjutan pembelajaran di tingkat selanjutnya.
Khusus bagi PAUD dan sekolah dasar, Kemendikbud juga menyediakan modul-modul pembelajaran yang diharapkan dapat membantu proses belajar dari rumah, mencakup uraian pembelajaran berbasis aktivitas untuk guru, orang tua, dan peserta didik.
Sedangkan untuk jenjang pendidikan SD, modul belajar mencakup rencana pembelajaran yang mudah dilakukan secara mandiri oleh pendamping, baik orang tua maupun wali.
Orangtua diharapkan aktif berpartisipasi dalam kegiatan proses belajar mengajar di rumah, guru dapat terus meningkatkan kapasitas untuk melakukan pembelajaran interaktif, dan sekolah dapat memfasilitasi kegiatan belajar mengajar dengan metode yang paling tepat.
Kerja sama secara menyeluruh dari semua pihak dinilai sangat diperlukan guna menyukseskan pembelajaran di masa pandemi Covid-19.
https://edukasi.kompas.com/read/2020/09/08/122712771/guru-ini-prinsip-pelangi-dalam-penerapan-kurikulum-darurat