KOMPAS.com – Menanggapi video viral di media sosial mengenai ibu berinisial MA yang memukuli anaknya saat mengajarkan materi matematika, Anna Surti Ariani selaku psikolog keluarga dan anak menghimbau agar masyarakat tidak buru-buru menghakimi.
“Jadi daripada dia (MA) dihakimi misalnya dengan video tentang dia untuk kegiatan apapun, kemudian diviralkan gitu ya. Ada baiknya justru dicarikan solusi-solusi supaya para orangtua bisa memberikan pendidikan yang lebih tepat untuk anaknya,” jelas Anna yang akrab disapa Nina pada Senin (7/9/2020) lewat telepon.
Meski begitu, Nina tetap tidak membenarkan kejadian MA yang memukul anaknya dengan selang ketika tidak cepat mengerti pelajaran matematika.
Namun, Nina mengatakan, pasti ada alasan-alasan tertentu sampai hal tersebut terjadi.
“Ketika kita jadi lebih tau itu alasannya mengapa, maka kita kemudian tidak bersifat judgmental hanya menyalahkan ibu,” tegas Nina.
Bagi Nina, keterangan dari polisi yang ada belum menjelaskan secara detail mengenai kondisi keluarga tersebut.
Maka dari itu, perlu adanya penelusuran lebih lanjut untuk membantu mencarikan solusi terbaik untuk MA dan keluarganya.
Permasalahan video viral
Bermula dari sebuah video yang diunggah oleh beberapa akun di media sosial Facebook sejak Rabu (2/9/2020), permasalahan MA dengan anaknya pun menjadi viral.
Video yang direkam oleh tetangga sekitarnya di Turen, Malang, menunjukkan MA sedang marah dan memukul kaki sebelah kiri anak dengan selang.
Kasat Reskrim Polres Malang AKP Tiksnarto Andaru Rahutomo menyampaikan, MA diduga geram karena anaknya tetap merasa kesulitan dalam mengerjakan tugas matematika dari sekolah. Padahal MA sudah mengajarkannya berkali-kali.
Beralasan hanya emosi sesaat, Andaru pun menjelaskan bahwa MA tidak ditahan.
"Si ibu ngakunya hanya emosi sesaat, kita perlu dalami lagi apakah itu perilaku yang berulang, apakah ada kondisi psikis yang berbeda dari orang kebanyakan, tentunya setelah mendalami itu, baru kita merunutkan penanganan terbaik seperti apa," jelas Andaru pada Kamis (3/9/20) dikutip dari kompas.com.
Kiat mengatur emosi
Tak bisa dipungkiri bahwa peran orangtua saat masa pandemi ini menjadi bertambah.
Salah satunya adalah menjadi guru bagi anaknya yang sedang menerapkan pembelajaran jarak jauh.
Di sisi lain, Nina juga menyadari bahwa ada orangtua yang mengalami berbagai macam kesulitan selama pandemi COVID-19. Kesulitan keuangan dan kehilangan pekerjaan, misalnya.
“Ketika tantangannya banyak, menjadi sulit untuk dia (orangtua) berkonsentrasi dalam mengajar anaknya. Ini yang kemudian sering kali menjadi masalah,” kata Nina.
Untuk itu, Nina menekankan bahwa pedoman utama orangtua adalah tidak boleh melakukan jenis kekerasan apapun terhadap anak.
Jika emosi orangtua sedang meledak-ledak, Nina memberikan 3 kiat mudah seperti berikut ini untuk mengatur amarah.
1. Melepaskan kemarahan secara aman
Nina menjelaskan bahwa ada orang yang memang harus mengekspresikan kemarahannya terlebih dahulu. Tujuannya agar lebih mudah menggunakan teknik manajemen amarah yang selanjutnya.
Alih-alih merusak barang atau menyakiti diri sendiri, Nina mengusulkan agar melampiaskannya dengan cara aman.
“Jadi daripada dia banting HP, kan rusak HP-nya gitu. Dia misalnya bisa banting guling atau meninju bantal. Jadi tidak membuat kerusakan,” imbuh Nina.
2. Teknik bernafas dalam
Ketika seseorang sedang marah, Nina mengatakan, nafas manusia menjadi menggebu-gebu. Lebih dari 20 nafas per menit, contohnya.
Dengan berusaha mengatur nafas sedemikian rupa sehingga mencapai angka di bawah 10 kali nafas per menit, seseorang dapat lebih tenang.
“Kemudian memang dia berusaha menghayati nafasnya itu supaya dia lebih tenang lagi,” jelasnya.
3. Teknik grounding untuk membumikan diri
Nina menyarankan menggunakan teknik ini agar orangtua bisa menyadari penuh apa yang sedang ia lihat saat marah.
“Makanya cukup sering kekerasan itu terjadi karena si pelaku tidak betul-betul menyadari bahwa yang sedang ia sakiti adalah orang yang ia cintai karena gelap mata,” tambahnya.
Dengan memisahkan diri dari anak saat sedang emosi, orangtua bisa menerapkan teknik bernafas dalam dan mulai memegang benda-benda yang ia rasa cukup positif atau netral.
Harapannya, orangtua pun bisa menguasai diri kembali dan tidak terlalu marah kepada anaknya.
https://edukasi.kompas.com/read/2020/09/08/210155971/soal-ibu-emosi-saat-mengajar-anak-matematika-ini-3-tips-penting-psikolog