Oleh: Silvi | Penerbit KPG
KOMPAS.com - Setiap orang punya cara untuk menenangkan diri saat kalut. Salah satu terapi yang disebut-sebut ampuh untuk menjernihkan pikiran kacau ialah menulis.
Namun bagaimana jika kita tidak bisa membuat tulisan yang bagus atau belum pernah menuangkan perasaan dalam tulisan sebelumnya?
Ayu Utami, pengarang novel terlaris "Saman" dan "Bilangan Fu" selama tujuh tahun belakangan aktif mengajarkan teknik menulis kreatif untuk pemula. Ia meyakinkan semua orang bisa menulis.
Tidak harus bagus, tetapi semua orang bisa berlatih untuk menulis kreatif dan kelak menjadi tulisan berbobot.
Untuk berlatih membuat tulisan yang bagus, menurut Ayu ada banyak cara. Dalam buku terbarunya, "Menulis Kreatif dan Berpikir Filosofis" (KPG, Agustus 2020), Ayu memperkenalkan metode menulis dengan intuisi.
Menulis tanpa harus dimulai dari ide yang jelas maupun rencana matang. Di buku tersebut, Ayu akan mengajak pembaca menulis satu paragraf yang dimulai dengan kata “aku”, atau “kamu”, atau “ia”.
Bahkan, kamu tidak perlu takut untuk mengambil lirik lagu atau tulisan yang pernah dipublikasikan sebelumnya, dan memodifikasi atau mencoba membuat kelanjutan ceritanya.
Ayu mencontohkan dalam buku itu, satu paragraf lanjutan dibuat dari lagu “Bangun Tidur Kuterus Mandi” karya Pak Kasur.
Menulis dengan intuisi
Setahap demi setahap, buku ini begitu sabar memandu pembacanya.
Selesai satu paragraf, pembaca akan diajak menganalisa tulisannya. Apakah sudah mengandung unsur-unsur utama dalam penulisan cerita yang menarik? Ayu biasa menyebut unsur utama penulisan kreatif itu sebagai 4T: Tokoh, Tensi, Tempat, dan Tema.
Saat kita menulis dengan kata “aku”, atau “kamu”, atau “ia” tadi, berarti kita sudah memenuhi satu unsur cerita, yakni tokoh.
Kemudian kita lihat, apakah peristiwa yang dialami tokoh sudah mengandung ketegangan atau belum.
Jika belum, selanjutnya kita harus memberikan tensi dalam cerita. Ketegangan atau kemungkinan baik dan buruk yang akan dilalui si tokoh lambat laun akan membawa penulis ke ujung cerita, yakni penyelesaian masalah.
Perjalanan ini tanpa disadari akan membentuk 3 struktur dasar cerita atau narasi. Ayu memakai istilah Ci-Luk-Ba.
“Ci adalah bagian awal, ketika orang dewasa atau pencerita memperkenalkan wajah (atau tokoh) pada anak (pembaca). Luk adalah bagian tengah, ketika wajah itu ditutup dan terjadi dua kemunginan: apakah wajah itu akan kembali atau tidak. Ba adalah bagian ketika penyelesaian dari tegangan itu diberikan,” jelasnya.
Proses menulis kreatif itu menurut Ayu Utami seperti menjalani kehidupan. Ada naik turunnya, ada ketegangannya, dan disadari atau tidak kita selama ini melewati fase-fase kehidupan dengan intuisi.
“Menulis dengan intuisi ini cocok untuk menulis sebagai sarana menemukan dan mengaktualisasikan diri yang otentik,” terang Ayu dalam buku "Menulis Kreatif dan Berpikir Filosofis".
Renungan filosofis
Untuk menemukan diri yang otentik, selain seni menulis, dibutuhkan renungan filosofis. Dalam hal ini, Ayu mengajak Yulius Tandyanto, pustakawan dan pengajar di Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara, untuk menjelaskan.
Mengingat cerita yang kita tulis pasti ada tokohnya, dan ketokohan itu pasti punya pergulatan batin khas manusia, Yulius menyederhanakan empat kajian besar dalam filsafat guna menggali bobot filosofis dalam cerita yang akan kita tulis.
Empat kajian besar itu terdiri dari, filsafat manusia, metafisika atau kosmologi, epistemologi, dan etika. Agar sepadan dengan 4T menulis kreatif ala Ayu Utami, Yulius juga mengusung 4T sebagai rumusan sederhana memahami empat kajian filsafat tersebut, yakni Tanya, Tanya, Tanya, dan Tanya.
Empat tanya yang dimaksud, ialah “Siapa aku?”, “Apa sih dunia itu?, “Kok aku bisa tahu sesuatu?”, dan “Apa yang harus saya lakukan dalam hidup ini?”
Dalam kajian filsafat manusia, Yulius mengajak kita menelusuri pertentangan pendapat tentang hubungan jiwa dan tubuh.
Ada lima pemikir terkemuka yang menurut dia mewakili perkembangan perdebatan tersebut, yakni Platon (5–4 SM), Rene Descartes (1596-1650), Jean-Jacques Rousseau (1712-1778), Ludwig Feuerbach (1804-1872), dan Sigmund Freud (1856-1939).
Dari pemaparan tersebut, nantinya pembaca akan dilatih untuk memasukkan renungan manusia ke tokoh dalam cerita yang dibuat.
Seterusnya dalam kajian tentang metafisika, epistemologi, dan etika, Yulius akan memilahkan beberapa tokoh filsafat yang buah pemikirannya paling berpengaruh terkait kajian tersebut.
Kemudian peserta bisa mencoba memasukkan hasil renungan filosofis mereka ke dalam cerita, seperti menambah bobot penokohannya, menyelipkan renungan tentang latar atau dunianya, memperdalam dialog dan percakapan batin para tokoh dalam cerita, dan membangun pilihan dilematis bagi tokoh untuk sampai ke penyelesaian konflik atau masalah, yang sekaligus mengakhiri cerita.
Panduan latihan menulis
Selain asyik dibaca secara mandiri, buku "Menulis Kreatif dan Berpikir Filosofis" ini juga menjadi modul pendamping untuk Kelas Sastra dan Filsafat untuk Pemula.
Kelas dipandu kedua penulis, yakni Ayu Utami dan Yulius Tandyanto. Kegiatan belajar-mengajar berlangsung selama empat pekan, yaitu tanggal 9, 16, 23, dan 30 Agustus 2020.
Pertemuan terbagi menjadi dua jenis: tatap muka dan daring. Pertemuan tatap muka di Serambi Utan Kayu, Komunitas Utan Kayu, Jakarta Timur. Pada waktu bersamaan, peserta daring mengakses kelas melalui Zoom.
Merasa ketinggalan info soal Kelas Sastra dan Filsafat untuk Pemula ini? Jangan khawatir kamu bisa, lo, belajar sendri di rumah dengan mengikuti panduan latihan menulis yang berbobot dari Ayu Utami dan Yulius Tandyanto melalui buku Menulis Kreatif dan Berpikir Filosofis.
Belajar yang disiplin kalau mau hasilnya bagus. Buku "Menulis Kreatif dan Berpikir Filosofis" dapat Anda temukan di toko buku Gramedia terdekat, Gramedia.com melalui tautan https://www.gramedia.com/products/menulis-kreatif-dan-berpikir-filosofis
https://edukasi.kompas.com/read/2020/09/14/170148471/buku-menulis-kreatif-dan-berpikir-filosofis-untuk-menemukan-jati-diri