BrandzView
Konten ini merupakan kerja sama Kompas.com dengan Sinar Mas
Salin Artikel

Atasi Gap Tenaga Kerja, Transformasi Pendidikan Vokasi Jadi Hal Penting

KOMPAS.com – Indonesia masih kekurangan pekerja terampil. Saat ini, sebagian besar tenaga kerja masih didominasi oleh mereka yang berpendidikan rendah.

Temuan itu tercatat pada data Badan Pusat Statistik (BPS) per Februari 2020. Dari 131,03 juta total pekerja di Indonesia, 38,9 persen di antaranya adalah lulusan sekolah dasar (SD).

Selanjutnya, lulusan sekolah menengah pertama (SMP) 17,93 persen, lalu disusul sekolah menengah atas (SMA) 18,34 persen dan sekolah menengah kejuruan (SMK) 11,82 persen.

Pekerja dengan pendidikan tinggi hanya 13,02 persen. Rinciannya, pendidikan universitas sebesar 10,23 persen dan vokasi (D1-D3) hanya 2,79 persen.

Data tersebut memperlihatkan ketimpangan komposisi sumber daya manusia (SDM) pekerja yang terserap di lapangan kerja Indonesia.

Semakin banyak pekerja berpendidikan rendah, artinya semakin banyak pula pekerja dengan kemampuan terbatas. Padahal, industri terus berkembang dan kebutuhan tenaga terampil (skilled) di Indonesia kian meningkat tiap tahun.

McKinsey Global Institute (MGI) mengolah data BPS 2016 dan menyimpulkan bahwa Indonesia memiliki potensi untuk menjadi negara dengan ekonomi terbesar ketujuh dunia pada 2030. Karenanya, negara ini membutuhkan suplai tenaga kerja terampil sebanyak 113 juta orang.

Sementara, pekerja terampil yang tersedia saat itu hanya berjumlah sekitar 57 juta orang. Artinya, Indonesia masih membutuhkan banyak tenaga terampil dalam 10 tahun ke depan.

Pengarusutamaan pendidikan vokasi

Untuk menghilangkan gap tersebut, pemerintahan Joko Widodo di periode kedua mengeluarkan serangkaian kebijakan untuk menciptakan SDM unggul. Salah satunya adalah pengarusutamaan pendidikan vokasi.

Harapannya, pendidikan vokasi yang berfokus pada keterampilan di bidang tertentu dapat mencetak angkatan kerja terampil dan cocok dengan kebutuhan industri.

Hal itu sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Indonesia 2020-2024 untuk membentuk SDM berkualitas dan berdaya saing, yaitu SDM yang cerdas, adaptif, inovatif, terampil, dan berkarakter.

Langkah serius pemerintah tersebut diwujudkan dengan pembentukan Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi (Ditjen Vokasi) di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) pada 2019. Ditjen ini bertugas untuk mentransformasi pendidikan vokasi di Indonesia.

Lewat Ditjen Vokasi, ragam program yang langsung menyasar peningkatan keterampilan SDM Indonesia diluncurkan.

Dijelaskan Direktur Jenderal (Dirjen) Pendidikan Vokasi Kemendikbud Wikan Sakarinto saat diwawancara Kompas.com, Jumat (18/9/2020), program tersebut antara lain, link and match, Rumah Vokasi, center of excellence (CoE), mahasiswa berwirausaha, dan pelibatan industri dalam menyusun kurikulum.

Link and match menjadi salah satu yang dijelaskan Wikan hari itu. Ia memaparkan bahwa program ini merupakan langkah untuk menjembatani lulusan sekolah atau kampus vokasi dengan dunia usaha dan dunia industri (DUDI). Di sini, keterlibatan industri sangat dibutuhkan.

“Beberapa strategi dasar yang dilakukan bersama oleh satuan pendidikan vokasi dengan industri mencakup tujuh paket link and match. Di antaranya sinkronisasi kurikulum serta menghadirkan guru atau dosen dari kalangan industri minimal 50 jam per program studi (prodi) per semester,” jelas Wikan.

Dalam proses sinkronisasi kurikulum, lanjut Wikan, lembaga pendidikan vokasi dan industri duduk bersama menyusun kurikulum yang disesuaikan dengan kebutuhan setiap industri.

Dalam kurikulum tersebut, Wikan menyebutkan, harus ada project base learning agar terbentuk soft skill yang lebih kuat.

Adapun soft skill yang dimaksud yaitu kemampuan komunikasi, kepemimpinan, manajerial, kerja tim, kemampuan menerima perbedaan, berpikir kreatif, dan berpikir kritis.

Kelanjutan paket link and match berikutnya adalah program magang industri minimal satu semester.

“Magang adalah pembelajaran untuk mendapatkan soft skill-nya. Sekarang minimal satu semester. Bahkan, boleh magang selama dua atau tiga semester,” jelas Wikan.

Setelah magang, paket link and match yang lebih serius antara pendidikan vokasi dan industri dilanjutkan dengan uji kompetensi atau sertifikasi kompetensi bagi seluruh lulusan vokasi dan guru atau dosen vokasi.

“Nah, itu yang membedakan antara pendidikan vokasi dan akademik. Setelah magang, peserta didik sekolah vokasi disertifikasi kompetensinya. Jadi, ada uji kompetensi yang diakui industri,” imbuhnya.

Selain murid atau mahasiswa, guru dan dosen vokasi secara rutin diwajibkan magang dan mendapat sertifikat kompetensi sesuai standar industri.

Wikan mengatakan, tiga atau empat tahun sekali, guru SMK maupun dosen vokasi wajib magang satu semester.

“Guru maupun dosen harus mendapat sertifikasi kompetensi juga,” ujar Wikan.

Dia menambahkan, diakui atau tidak, lulusan vokasi menjadi harapan dalam daya saing ekonomi. Selain itu, vokasi juga dianggap sebagai langkah yang bisa menjawab semua tantangan global.

Selain transformasi pendidikan vokasi, Wikan juga menyoroti pentingnya kesadaran calon siswa SMK dan mahasiswa vokasi sebagai individu yang memilih pendidikan vokasi sebagai jalan masa depan.

“Harus disertai passion dan visi, memahami profesi pekerjaan di masa depan, serta merasa cocok dan bahagia melakukan atau memiliki profesi pekerjaan tersebut,” tuturnya.

Dari sisi industri, contoh keterlibatan industri seperti yang dijelaskan oleh Wikan bisa dilihat melalui kerja sama Sinar Mas dan Sekolah Vokasi Universitas Diponegoro (Undip) Semarang.

Adapun link and match antara Sinar Mas, Grup Astra, dan Sekolah Vokasi Undip tak sekadar pada tahap sinkronisasi kurikulum dan komitmen menyerap tenaga kerja, tetapi juga membangun gedung dan infrastruktur pendukungnya untuk pendidikan vokasi Undip.

Gedung tersebut memiliki luas hampir 5.000 meter persegi. Dukungan berbentuk bantuan gedung dapat menjadi solusi untuk menjembatani kebutuhan vokasi.

Dekan Sekolah Vokasi Undip Budiyono mengatakan, untuk mendukung pembangunan sayap kiri bangunan kampus empat lantai, Sinar Mas bersama Astra menghibahkan dana senilai Rp 40 miliar.

“Gedung tersebut dibangun secara khusus. Karena pendidikan vokasi bernuansa industri atau nuansa kerja, gedungnya juga didesain dengan nuansa industri,” kata Budiyono.

Rancang bangun gedung tersebut berkonsep green building. Di dalamnya terdapat area selasar kampus yang menaungi ruang pengelolaan Dekanat dan Administratif.

Lalu ada pula ruang Departemen Sipil dan Perencanaan, Departemen Teknologi Industri, Departemen Bisnis dan Keuangan, serta Departemen Informasi dan Budaya.

Untuk memberi kesan industrial, desain gedung diberi ikon-ikon khas industri dalam setiap bangunan.

“Misalnya saja pipanya kelihatan dari luar, jalur-jalur saluran air industri juga kelihatan sehingga mahasiswa terbiasa dengan suasana seperti itu,” jelasnya.

Tak hanya desain, fungsi gedung juga disesuaikan dengan nuansa itu. Kampus vokasi Undip menggunakan pembangkit energi tenaga surya sehingga ramah energi. Sementara, konsep ramah lingkungan diwujudkan melalui sistem recycle limbah toilet.

Dari sisi humanis, rancang bangun kampus vokasi Undip juga ramah terhadap kaum difabel. Hal ini menjadi langkah civitas akademika vokasi Undip dalam menjawab tantangan zaman.

Adapun untuk mendukung industri 4.0, ruang kelas dalam bangunan anyar juga mengusung konsep digital.

“Bentuknya digital classroom, desain bernuansa 4.0 memang harus bernuansa digital.

Kemudian ada juga ruangan yang didesain untuk vocational development center (VDC) untuk menyiapkan lulusan yang siap masuk dunia kerja,” ujar Budi.

Di antara sekian fasilitas, terdapat pula entrepreneurship lounge. Nantinya di fasilitas ini, Undip akan bekerja sama dengan GK Plug and Play sebagai akselerator untuk membentuk sosok wirausahawan muda.

Setelah diresmikan pada 25 Agustus 2020 secara virtual oleh Presiden Joko Widodo, gedung baru pendidikan vokasi Undip belum digunakan secara penuh.

Hal itu terkait kebijakan Kemendikbud yang mengharuskan proses belajar mengajar pendidikan tinggi dilakukan secara online selama pandemi Covid-19.

Hingga saat ini, penggunaan ruangan gedung baru sebatas aktivitas belajar mengajar secara virtual.

Budiyono berharap, pihaknya dapat memaksimalkan proses link and match antara Undip, Sinar Mas, dan Astra.

“Kalau link and match ini bisa berjalan ideal, selanjutnya (kami) bisa menjamin lulusan vokasi Undip bisa langsung kerja,” ungkapnya.

Dengan demikian, lanjut Budiyono, langkah ini bisa jadi jalan untuk meningkatkan tenaga kerja terampil di Indonesia, menambah minat siswa untuk memilih sekolah vokasi, sekaligus menjawab tuntutan industri di masa mendatang.

“Dengan meningkatnya mutu pendidikan vokasi, daya saing bangsa Indonesia juga meningkat,” ujarnya.

Sebagai informasi, kerja sama Sinar Mas dan Sekolah Vokasi Undip merupakan salah satu bentuk komitmen Sinar Mas dalam memajukan pendidikan Indonesia. Memasuki usia ke-82 pada 3 Oktober 2020, Sinar Mas terus berkomitmen menumbuhkan harapan sekaligus ikut meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.

Bersama pilar bisnisnya, Sinar Mas turut serta mengembangkan pendidikan lewat berbagai inisiatif. Upaya-upaya Sinar Mas tersebut antara lain penyediaan beasiswa, pengembangan kurikulum, pendirian lembaga pendidikan, serta pembangunan infrastruktur bagi perguruan tinggi dan sekolah vokasi di Indonesia.

https://edukasi.kompas.com/read/2020/09/22/172600071/atasi-gap-tenaga-kerja-transformasi-pendidikan-vokasi-jadi-hal-penting

Bagikan artikel ini melalui
Oke