KOMPAS.com - Human Resources Recruitment Management Head di Astra Credit Companies (ACC) Roberto Sontani memberikan pendapatnya bahwa tidak masalah bila mahasiswa ingin menjadi “Kupu-kupu”.
Kupu-kupu merupakan singkatan dari "kuliah pulang–kuliah pulang" yang biasa digunakan untuk menggambarkan kegiatan mahasiswa yang usai kuliah lebih memilih langsung pulang.
Dalam web seminar bertajuk "Building Solid Foundation of Self-Awareness", Roberto menjelaskan alasannya mempertimbangkan mahasiswa Kupu-kupu dalam proses perekrutan karyawan di perusahaan.
“Pernah dulu gue interview satu orang ketua organisasi, after interview-nya adalah sekretarisnya yang ketemu sama gue. Jadi lucu, interview pertama adalah ketuanya, yang kedua nih sekretarisnya untuk organisasi yang sama,” cerita Roberto pada Jumat (2/10/2020) lewat aplikasi Zoom.
Setelah proses perektrutan, Roberto menerima sekretaris organisasi tersebut menjadi karyawan.
Namun, ketua dari organisasi itu berkata kepada sekretarisnya bahwa perusahaan yang merekrut mereka tidak benar dalam bekerja.
“Agak drama, nih. Bro, ini bukan soal posisi lu waktu kuliah. Ini mengenai impact yang lu kasih. Ini mengenai pengaruh yang lu berikan,” tegas Roberto.
Pasalnya, Roberto lebih menekankan pada dampak yang bisa seseorang berikan dan bisa memiliki nilai untuk lingkungan sekitar.
Maka dari itu, Roberto menyimpulkan bahwa ia tidak masalah dengan mahasiswa yang menganggap organisasi bukan pilihan yang menarik dan ingin memilih jadi Kupu-kupu.
“Asal begitu sampai rumah, pikirin apa ya impact yang bisa gue kasih buat lingkungan sekitar gue,” lanjutnya.
Pentingnya self-awareness
Kesadaran diri pada dasarnya dibagi menjadi 2 kategori, yaitu internal self-awareness dan eksternal self-awareness.
“Internal self-awareness gampangnya gini, seberapa kita tahu mengenai diri kita dari sudut padang kita,” ujar Roberto.
Bagi Roberto, hal yang menjadi kunci adalah seberapa seseorang tahu mengenai nilai-nilai, passion, aspirasi, kecocokan dengan lingkungan kita, dan dampak bagi sesama.
“Jadi seberapa kita tahu, kalau ada orang butuh obat, terus dia nyolong, itu salah atau bener sih menurut gue? Bisa jadi ada perbedaan di masing-masing orang karena value-nya berbeda-beda. Nah ini yang kita mesti kenalin,” tuturnya.
Mengenai eksternal self-awarness, Roberto memaknainya dengan memahami bagaimana orang lain memandang kita.
Pasalnya, orang lain memiliki pandangan mengenai diri kita, tetapi kadang tidak sejalan dengan kesadaran diri internal.
“Kenapa orang bisa nggak tahu? Karena kita enggak kasih tau dalam omongan maupun dalam bentuk hasil kerja,” jelas Roberto.
Meski begitu, Roberto menegaskan agar mahasiswa bisa menjadi orang yang berani mengakui bagaimana diri sendiri mendefinisikan diri sendiri.
Saran atau pandangan dari orang sekitar hanyalah menjadi tambahan untuk mempertimbangan keputusan yang dibuat.
“Kita sampai di sebuah kesimpulan bahwa waktu itu terlalu sempit bagi kita untuk hidup di dunia, kata orang. So kumpulin itu semua (kata orang), make decision (buat keputusan). Jangan hidup di dunia kata orang,” tutup Roberto.
https://edukasi.kompas.com/read/2020/10/04/133655171/hrd-mahasiswa-tidak-masalah-jika-ingin-jadi-kupu-kupu