KOMPAS.com – Perubahan gaya pembelajaran dari tatap muka menjadi virtual merupakan salah satu penyebab terganggunya kesehatan mental pelajar remaja saat pandemi Covid-19.
Jovita Maria Ferliana selaku psikolog anak, remaja, dan keluarga mendapati bahwa ada banyak penyebab kesehatan mental pelajar dapat terganggu selama melakukan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).
“Kehilangan momen keseharian seperti mengobrol dengan teman dan berpartisipasi di sekolahnya,” jelas Jovita pada Jumat (2/10/2020) lewat akun YouTube REFO Indonesia.
Selain itu, pelajar juga kehilangan beberapa momen besar di kehidupan mereka. Merayakan kelulusan atau wisuda secara tatap muka, misalnya.
Selama menerapkan PJJ di rumah, timbul juga perasaan terisolasi dalam diri pelajar karena mungkin terikat beberapa larangan serta batasan.
Jovita memaparkan pula kalau pelajar kerap merasa frustrasi saat PJJ karena masalah sinyal, kuota, beban akademis, tidak mampu memahami materi, hingga harus putus sekolah.
Kondisi keuangan keluarga pelajar juga menambah tekanan pada mental remaja. Belum lagi bila ada anggota keluarga yang sakit dan meninggal.
Maka dari itu, Jovita dalam web seminar bertajuk “Sehat Mental di Masa Pandemi” memberikan berbagai cara untuk pelajar remaja menjaga kesehatan mental selama PJJ.
Cara remaja jaga kesehatan mental
Beberapa langkah dapat dilakukan untuk menjaga kesehatan mental selama PJJ di antaranya"
1. Mengenali emosi
Sebagai pembuka, Jovita menghimbau agar pelajar mengenali emosi yang timbul dan mengekspresikannya kepada orang lain. Beberapa langkah dapat dil
“Misalnya, kamu punya teman nyebelin banget. Kalau kerja kelompok, selalu kamu yang dikasih tugas. Kamu kenali, kayaknya setiap kali aku dikasih tugas sama dia kok emosi ya, kayaknya kok mau marah ya. Itu bilang sama dia secara asertif,” jelasnya.
2. Membangun sikap asertif
Sikap asertif adalah kemampuan untuk mengomunikasikan sesuatu kepada orang lain, tetapi tetap menjaga dan menghargai hak serta perasaan pihak lain.
Dengan berbicara secara asertif, seseorang dapat menyelesaikan masalah dengan tidak menyakiti lawan bicara.
3. Komukasi terbuka
Selain itu, pelajar bisa berbicara dengan keluarga dan teman mengenai permasalahan hidupnya agar bisa menemukan keteduhan hati maupun solusi.
4. Pola hidup sehat
“Jaga pola hidup sehat dengan makan sehat, tidur cukup, olahraga, dan buat jadwal teratur. Itu membantu sekali untuk meningkatkan kesehatan mental kita,” sambung Jovita.
5. Menyaring informasi
Dalam masa informasi serba cepat ini, pelajar juga lebih baik mencari informasi yang akurat dari sumber terpecaya dan tervalidasi.
“Jangan misalnya baca media sosial terus langsung percaya, tapi lihat dari sumber-sumber yang memang tervalidasi dan sudah terpercaya. Kalau tidak, berarti kita anggap itu hoaks,” ujarnya.
6. Miliki alarm diri
Tak kalah penting, pelajar juga harus kenali “alarm” diri. Jovita mencontohkan apabila merasa marah, pelajar melihat terlebih dahulu tanda-tanda fisik apa yang muncul dan pemicunya.
“Misalnya ngerasa kepalanya sakit nih atau merasanya kayak berat nih nafas. Berati saya mau marah nih. Kenali alarm diri. Pada saat dikenali, kemudian kita ambil ruang sejenak di tempat yang sepi atau di tempat yang tenang. Kita lakukan relaksasi pengambilan nafas,” jelasnya.
Kemudian, pelajar bisa mengucapkan terima kasih kepada perasaan itu karena sudah hadir, tetapi ingatkan juga bahwa diri kalian ingin fokus pada pengerjaan tugas terlebih dahulu.
“Kalaupun mau diselesaikan dulu, ya silakan. Misalnya marah sama kakaknya, ya kalau mau disampaikan saat itu, ya dengan cara asertif dengan ‘I Message’,” kata Jovita.
‘I Message’ adalah teknik komunikasi yang berfokus pada perasaan daripada pemikiran diri sendiri untuk menyatakannya kepada lawan bicara.
Biasanya pesan diawali dengan kata “saya merasa” bagaimana dan “karena” apa saya merasakan hal tersebut.
“Kenapa itu penting? Karena kalau saya bilang, saya merasa… (apa), maka orang yang saya sampaikan itu merasa tidak tersinggung dan enggak merasa dipersalahkan,” ujar Jovita.
7. Miliki hobi/kegemaran
Selain itu, pelajar bisa melakukan hobi atau kegiatan yang disukai supaya bisa meningkatkan kadar hormon pembuat bahagia di dalam tubuh.
8. Jangan malu konsultasi
Namun, jika semua hal di atas belum bisa membantu pelajar untuk menjaga kesehatan mental, maka Jovita mengatakan, tidak masalah jika harus mencari bantuan.
Pasalnya, manusia memang tidak bisa hidup sendiri dan bisa meminta tolong dengan orang terdekat.
“Kita bisa search for help dari siapapun. Bisa ke tenaga professonal ataupun psikolog dan psikiater. Sekali lagi, selama pandemi kita juga bisa melakukan secara online,” kata Jovita.
Sebagai penutup, Jovita berharap agar pelajar tetap berbuat baik dengan diri sendiri karena tidak ada orang lain yang punya tanggung jawab untuk membuat dirimu senang.
“Tetap semangat dalam menjalani PJJ,” pungkasnya.
https://edukasi.kompas.com/read/2020/10/08/162527971/psikolog-jaga-kesehatan-mental-saat-pjj-dengan-8-cara-ini