KOMPAS.com - Tingkat literasi di Indonesia masih rendah. Karena itu, perlu upaya agar masyarakat gemar membaca. Bahkan harus dimulai sejak dini.
Sadar akan permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia, mendorong seorang pemuda Bandung Jawa Barat bergerak. Yakni berkeinginan membumikan buku foto.
Kenapa buku foto? Melansir laman Dinas Pendidikan (Disdik) Jawa Barat, Jumat (16/10/2020), Wahyu Dhian (39) memang cinta terhadap buku fotografi.
Untuk itulah mendorong Wahyu mengenalkan buku dunia visual tersebut kepada masyarakat. Adapun upaya yang ditempuhnya, yakni mendirikan gerakan "Perpustakaan Fotografi Keliling" sejak 3 Desember 2016.
Tumbuhkan literasi pada masyarakat
Melalui perpustakaan tersebut, Wahyu berusaha mengenalkan sekaligus menumbuhkan literasi masyarakat melalui buku-buku foto.
"Kita ingin buku foto bisa dikenal semua orang. Selain sebagai jendela dunia, melihat buku foto yang penuh visual itu sama kayak piknik, bisa me-refresh otak kita," ujarnya.
Ia menceritakan, perpustakaan fotografi keliling ini telah membuka lapak di berbagai daerah di Indonesia. Seperti di Bandung, Jakarta, Brebes, dan Klaten.
Paling terakhir di daerah Cianjur pada 14 Oktober 2020, bertepatan dengan Hari Buku Foto Sedunia.
Tujuan lain dari perpustakaan keliling itu ialah membumikan buku foto kepada masyarakat. Sebab, buku foto masih terkesan eksklusif. Terlebih, belum banyak buku foto terbitan Indonesia.
Menurut Wahyu, perpustakaannya terbuka luas bagi masyarakat umum dan tidak menerapkan aturan yang ribet. Karena dia menerapkan konsep yang unik.
"Perpustakaan kita konsepnya mendatangi, bukan didatangi. Kita bebaskan saja, mau tangan basah atau kotor sok aja. Asal orang megang, tertarik, dan tahu dulu," tuturnya.
Dengan konsep kebebasan tersebut membuat dirinya sampai saat ini tidak pernah menghitung koleksi bukunya. Bahkan Wahyu juga tidak takut jika bukunya hilang. Sebab, dia sudah memiliki niat untuk menghibahkan bukunya kepada publik.
Namun, ternyata sejauh ini koleksi buku foto di perpustakaannya tidak ada yang hilang. "Mereka mungkin menyadari bahwa ini adalah aset bersama. Karena merasa memiliki, jadi sama-sama menjaga," katanya.
Ditambahkan, kini koleksi buku foto dalam negeri mulai banyak. Sehingga koleksi buku foto dalam dan luar negeri di perpustakaan fotografi kelilingnya telah seimbang.
Dia juga berharap, kedepan perpustakaan keliling fotografinya bisa kembali keliling dan semua buku foto koleksi Indonesia. Tak hanya itu saja, dia juga ingin mewujudkan mimipi bahwa tahun depan bisa membuka lapak di luar negeri.
Kenalkan pada anak usia dini
Disamping membuka lapak perpustakaan, Wahyu menciptakan ruang belajar di Red Raws Center, Kompleks Pasar Seni & Antik Cikapundung, Kota Bandung.
Bagi Wahyu, Red Raws Center merupakan lab fotografi karena bisa mengakomodasi segala kegiatan fotografi dalam skala kecil.
"Di sini adalah ruang untuk semua kegiatan fotografi. Mulai dari edukasi, riset hingga pameran. Secara reguler, ada program Selasa Baca yang diakhiri dengan diskusi karena diskusi buku foto juga kurang (jarang dibahas)," terangnya.
Bahkan, komunitasnya juga fokus mengenalkan buku foto kepada anak usia dini melalui program PFK Goes To School.
"Kita sangat menawarkan diri jika ada sekolah yang membutuhkan kita untuk share dan koleksi buku foto. Kita sangat welcome. Kita juga ingin mengenalkan foto buku lewat dunia pendidikan," ungkapnya.
Karena kecintaannya pada buku fotografi, Wahyu menjelaskan bahwa buku foto merupakan peninggalan sebuah peradabaan.
Sekaligus membuka kesadaran orang-orang untuk membingkai warisannya, baik tentang pribadi, daerah, tempat wiasata ataupun kebudayaan.
https://edukasi.kompas.com/read/2020/10/17/101315271/cerita-pemuda-bandung-bumikan-buku-foto-pada-masyarakat