KOMPAS.com – Panji Surya Sahetapy merupakan salah satu insan tuli yang mengembangkan dirinya hingga berkuliah di Amerika demi membangun Indonesia menuju inklusif.
Dalam konteks perjuangan Surya, ia ingin berkontribusi untuk membangun Indonesia yang ramah bagi penyandang disabilitas.
Hal ini dipicu oleh pengalamannya saat bersekolah sejak TK hingga SMP.
Pada awalnya, pemuda berusia 26 tahun ini masuk jenjang TK dan SD di sekolah khusus bagi penyandang disabilitas pendengaran.
“Aku masuklah sekolah tuli SD itu dan ada beberapa guru yang mengatakan tidak ada mata pelajaran bahasa Inggris sehingga aku keluar dari sana dan tetap berusaha sampai SMP, masuklah aku ke sekolah umum,” cerita Surya menggunakan bahasa isyarat pada Sabtu (24/10/2020).
Melalui web seminar bertajuk “Disabilitas Muda untuk Indonesia Inklusi”, Surya mengatakan bahwa ia ingin belajar bahasa Inggris karena sejak kecil ia kerap mendapati tamu yang datang ke rumahnya dengan bahasa asing tersebut, tetapi ia tidak mengerti.
Namun, ketika Surya masuk ke SMP umum, ia merasa ada banyak hambatan, tidak seperti sekolah khusus penyandang disabilitas pendengaran.
“Kemudian aku sempat ikut home schooling (sekolah di rumah) dan terlibat dengan komunitas tuli banyak sekali. Ternyata banyak sekali kesempatan pendidikan yang aku lihat sangat berbeda antara teman tuli dan teman dengar,” lanjutnya.
Dari bertemu dengan teman-teman tuli lainnya, Surya pun ingin tahu bagaimana rupanya pendidikan yang layak dan baik bagi penyandang disabilitas di negara-negara lain.
“Aku mau kuliah di luar negeri,” imbuh putra dari Dewi Yull dan Ray Sahetapy ini.
Belajar ke Amerika untuk Indonesia
Namun, Surya menyadari bahwa ia tidak bisa berbahasa Inggris.
Alih-alih menghindar, ia malah mengambil jurusan pendidikan bahasa Inggris sewaktu sempat berkuliah di Universitas Sampoerna, Jakarta Selatan.
Meski orang sekitar meragukan pilihannya, Surya tetap nekat karena ia ingin ke luar negeri dan akan menyulitkan bila tidak bisa bahasa Inggris.
Seiring berjalannya waktu, Surya pun pernah tidak diterima oleh salah satu universitas yang ada di Inggris, tetapi ia tidak menyerah dan mencoba lagi.
Hingga akhirnya ia berhasil untuk bersekolah di Rochester Institute of Technology (RIT), National Technical Institute for the Deaf, Amerika Serikat dan mendapatkan gelar diploma (D3) pada 2019 jurusan Kebijakan Publik dengan predikat cum laude.
Ia pun melanjutkan pendidikannya untuk meraih sarjana (S1) di RIT demi bisa kembali untuk membangun Indonesia.
“Dan aku sangat berharap nantinya ketika aku pulang ke Indonesia, aku bisa bawa pulang banyak hal terkait sistem pekerjaan yang ada di sini sama seperti atau di sini (Indonesia) bisa lebih maju,” harap Surya.
Pantik motivasi untuk berkembang
Terkait menemukan motivasi, Surya terpantik seusai bertemu dengan 2 atau 3 teman tuli lainnya yang lebih dewasa darinya dan mereka tidak bisa membaca.
“Lalu aku merasa seperti ‘Aduh malas sekali ya’ dan aku berpikir aku harus berusaha dan harus mendukung bagaimana caranya. Seandainya aku mau mendukung teman-teman tuli, aku juga harus mengembangkan diriku sendiri,” ujarnya lewat aplikasi Zoom.
Maka dari itu, ia termotivasi untuk mengembangkan dirinya sendiri.
Dengan tambahan tekad ingin hidup secara mandiri, ia pun berusaha untuk mencari lingkungan yang positif dan mendukung seperti bertemu dengan teman-teman tuli lain, profesional dalam bidang tertentu, serta orang lain.
Akan tetapi, ia juga menyadari, tidak mudah mencari tempat dan lingkungan yang positif untuk mendukung penyandang disabilitas.
“Kalau seandainya tidak ada motivasi dari orang lain, kita dari pribadi kita harus memotivasi diri kita sendiri,” tuturnya.
Selain itu, masyarakat harus bisa menyesuaikan diri atau beradaptasi juga kepada lingkungan.
Kembangkan diri untuk Indonesia inklusif
Dari perjalanan mengembangkan diri, yang terpenting bagi Surya adalah jangan menunggu kesempatan untuk datang.
“Tapi yang paling penting adalah ketika ada kesempatan, kita tidak hanya menunggu kesempatan datang. Kita harus terus berusaha mencari kesempatan,” katanya dalam web seminar Klobility.
Surya meyakini, kalau terus menunggu kesempatan untuk datang, seseorang akan sulit untuk berkembang.
Kegagalan dalam prosesnya menjadi sesuatu yang biasa saja dan justru dapat menjadi masukan untuk diri sehingga bisa terus berkembang.
“Ketika kita memiliki kemampuan, tapi kesempatan enggak ada nih. Artinya apa? Berarti kita harus cari kesempatannya nih. Kalau kemampuannya ada, ditambah melamar pekerjaannya susah, kan artinya apa, kita juga harus mengevaluasi diri kita,” lanjut Surya.
Maka dari itu, Surya menambahkan agar jangan lupa untuk membuat target atau tujuan.
“Aku membuat semacam tujuan yang aku bisa capai ke depannya. Apakah waktunya pas atau tidak atau mungkin aku butuh waktu untuk belajar lagi. Yang penting adalah aku harus selalu bersiap dan berproses,” imbuhnya.
Ia menyadari, setiap penyandang disabilitas memiliki motivasi yang berbeda-beda, tapi penting untuk mengembangkan diri dengan bantuan teknologi, internet, maupun buku.
“Sebetulnya dengan situasi korona ini juga berdampak pada semua orang, tetapi tetap kita harus belajar bersama dengan bantuan teknologi untuk mengembangkan diri,” ucap Surya.
Pada akhirnya, semua orang bisa mengembangkan diri secara bersama-sama untuk membangun Indonesia yang lebih baik dan ramah disabilitas.
https://edukasi.kompas.com/read/2020/10/26/163958271/kisah-inspiratif-surya-sahetapy-belajar-bangun-indonesia-inklusif-hingga-ke