Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Akademisi IPB Angkat Bicara Dampak Positif dan Negatif La Nina

KOMPAS.com - Memasuki musim penghujan, Indonesia harus waspada terhadap segala ancaman bencana. Selain banjir, ada pula angin puting beliung hingga terjadinya tanah longsor.

Tak hanya itu saja, ada pula fenomena La Nina yang biasa terjadi di musim penghujan. Biasanya, ada sejumlah wilayah di Indonesia yang terancam cuaca ekstrem.

Akademisi IPB University dari Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (GFM-FMIPA), Dr. Perdinan angkat bicara terkait La Nina.

Menurut Perdinan, La Nina sangat berdampak bagi Indonesia, terutama jika terjadi di musim penghujan pada wilayah yang bertipe iklim monsunal. Yaitu wilayah yang memiliki curah hujan tinggi saat akhir dan awal tahun.

"Secara umum, jika La Nina terjadi di musim hujan maka dampaknya akan lebih besar, khususnya pada wilayah yang bertipe iklim monsunal," ujarnya seperti dikutip dari laman IPB University, Jumat (6/11/2020).

Wilayah-wilayah itu antara lain mayoritas Pulau Jawa, sebagian Sumatera, Bali dan di sebagian Nusa Tenggara Timur (NTT).

Akibatnya, La Nina akan menjadikan musim hujan bertambah lama dan curah hujan juga akan lebih tinggi.

Tidak identik dengan banjir

Jika curah hujan tinggi, maka potensi bajir bagi wilayah yang rentan juga semakin tinggi. Namun, Dr Perdinan menilai La Nina tidak selamanya identik dengan banjir.

Tingginya curah hujan, menurut dia bisa memberikan dampak positif, karena pasokan air menjadi lebih banyak. "Pertanyaannya, dengan air yang lebih banyak, ini berkah atau musibah?," tanya dia.

Jika terjadi pada wilayah persawahan atau rentan banjir, bisa jadi musibah. Tapi jika jatuh di wilayah yang memiliki waduk dan terdapat pembangkit listrik tenaga air, ini bisa jadi berkah sebab menambah jumlah volume air di waduk.

Kelebihan tersebut bisa dimanfaatkan untuk:

  • pengairan
  • cadangan air
  • pengisian waduk atau embung-embung

Manfaatkan info iklim dengan baik

Pakar Ekonomi Penilaian Informasi Iklim IPB University ini juga menilai bahwa dampak positif dan negatif dari La Nina, bergantung bagaimana memanfaatkan informasi iklim dengan baik.

Dikatakan, yang perlu dikembangkan saat ini adalah pemahaman atas fenomena ini, apa saja dampak positif terhadap wilayah dan komoditas yang diamati.

Tak hanya itu saja, ada pula memanfaatkan pengalaman lokal, sebab pada hakikatnya La Nina merupakan peristiwa periodik yang muncul berulang antara 3 sampai 7 tahun sekali.

Dari situlah bisa ditentukan langkah yang bisa dilakukan agar dampak negatif La Nina bisa dihindari dan dampak positifnya bisa dimanfaatkan.

Iklim adalah sumberdaya

Bagi dia, iklim adalah sumberdaya. Kalau bisa dimanfaatkan dan mengubah pola perilaku, itu akan berdampak positif.

Misalnya ketika lahan pertanian itu mendapatkan air melimpah yang berpotensi menurunkan produktivitas, maka saluran irigasinya harus dipersiapkan dengan baik. Atau bisa dengan menanam pada luasan yang lebih luas, khususnya di wilayah sawah tadah hujan.

Pemetaan luasan potensi dampak La Nina dan peta lahan persawahan sangat diperlukan untuk memberikan informasi respons yang perlu dilakukan dalam pengelolaan risiko iklim tersebut.

Sedangkan perencanaan pembangunan infrastruktur juga perlu memperhatikan potensi dampak La Nina. Terutama pada wilayah yang sudah sering mengalami dampak La Nina, maka pembangunan waduk perlu mempertimbangkan potensi dampak La Nina ini.

Sehingga volume waduknya bisa ditambah atau kekuatan struktur waduk disesuaikan dengan periode ulang dan potensi jumlah air yang akan jatuh di wilayah itu.

https://edukasi.kompas.com/read/2020/11/08/191126671/akademisi-ipb-angkat-bicara-dampak-positif-dan-negatif-la-nina

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke