KOMPAS.com - Sebenarnya, karya sastra yang ditulis perempuan tidak kalah hebat dengan tulisan laki-laki. Hanya saja, karya perempuan masih sering dianggap tidak serius.
Padahal untuk tahun ini, penganugerahan Nobel Sastra diberikan kepada sastrawan perempuan asal Amerika Serikat, Louise Gluck.
Dengan penganugerahan itu, maka menambah daftar penerima Nobel Sastra dari kalangan perempuan, yaitu menjadi 16 orang dari total 117 pemenang Nobel Sastra sejak 1901 – 2020.
Menurut Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran (Unpad) Prof. Aquarini Priyatna, Ph.D., jumlah penerima Nobel Sastra dari kalangan perempuan relatif masih sedikit.
Sering dihadapkan bias gender
Sebab, kenyataannya, karya sastra yang ditulis oleh perempuan kerap dihadapkan pada dilema bias gender, isu genre, dan kanonisasi.
"Tulisan perempuan seringkali dianggap 'tidak serius'," ujar Prof. Aquarini dikutip dari laman Unpad dalam diskusi Satu Jam Berbincang Ilmu (Sajabi) Dewan Profesor Unpad episode 5 secara virtual, Sabtu (14/11/2020).
Menurutnya, tulisan perempuan dipandang tidak masuk pada kanonisasi sastra atau dominasi genre/topik/isu yang banyak ditulis penulis laki-laki.
Hal ini yang melahirkan anggapan bahwa tulisan perempuan dianggap tidak serius.
Padahal, isu yang digali penulis perempuan merupakan isu yang menjadi bagian dari kehidupan perempuan.
"Masalahnya, apa yang penting buat perempuan seringkali dianggap tidak penting," tambah Prof. Aquarini.
Di Indonesia masih sedikit
Di Indonesia sendiri, diskriminasi terhadap perempuan dan karyanya juga terjadi.
Jika melihat data ensiklopedia sastra Indonesia Kemendikbud RI, dari total 246 penulis yang terdaftar, hanya 40 penulis perempuan. Beberapa nama penulis perempuan bahkan tidak terdokumentasikan.
Guru Besar bidang ilmu sastra dan gender ini menambahkan, akademisi sastra sebaiknya lebih banyak menggali karya-karya sastrawan perempuan.
Tentu ini untuk membuktikan bahwa karya perempuan layak dipertimbangkan untuk disuarakan, atau menjadi bahan diskusi dan kajian ilmiah.
"Kita sangat asyik membahas karya laki-laki, sehingga isu mengenai perempuan seringkali kurang muncul," tandas Prof. Aquarini.
https://edukasi.kompas.com/read/2020/11/15/164505771/guru-besar-unpad-saatnya-angkat-karya-sastra-perempuan