KOMPAS.com - Dalam pelaksanaanya, pelaksanaan Kurikulum Darurat yang dicanangkan Kemendikbud masih belum semulus yang diharapkan. Masih ditemui kendala dalam pelaksanaannya, mulai dari soal sosialisasi hingga dukungan Dinas Pendidikan dan Pemerintah Daerah.
Hal ini mengemuka dalam webinar yang digelar Yayasan Gugah Nurani Indonesia (GNI) bertajuk "Strategi Daerah Mengimplementasikan Kurikulum Darurat di Daerah" yang digelar pada Jumat, 27 November 2011.
Guru Besar Universitas Negeri Medan (Unimed), Prof. Sri Minda Murni menegaskan kebijakan penggunaan kurikulum darurat tidak cukup sebatas sosialisasi. Pemda harus memberikan pelatihan dan pendampingan kepada guru.
Prof. Minda mengungkapkan, kurikulum darurat dalam tataran pelaksanaan justru menimbulkan 3B di masyarakat; Bingung buat guru, Bosan bagi siswa, dan membuat Berang orangtua.
Oleh karena itu, pelatihan dan pendampingan guru menjadi kunci keberhasilan pelaksanaan kurikulum darurat di daerah.
"Kegiatan ini dibutuhkan agar guru mampu menguasai kurikulum darurat dan modul belajar. Sampai nanti guru mampu membuat modul sendiri. Karena sesungguhnya modul terbaik itu adalah buatan guru. Bagaimanapun mereka yang paling tahu kondisi nyata siswanya,” tegasnya.
4 rekomendasi bagi pemda
Menanggapi masih terjadi kendala dalam pelaksanaan kurikulum darurat, Country Director Gugah Nurani Indonesia (GNI) Setyo Warsono mendorong pemda melakukan langkah progresif untuk mengurangi beban belajar anak di masa pandemi Covid-19.
Setyo menyampaikan pihaknya merekomendasikan empat poin berikut;
Pertama, pemda diminta segera menggunakan kurikulum darurat untuk mengurangi beban mengajar guru dan beban belajar siswa. Termasuk mengurangi beban orangtua untuk mendampingi anak belajar di rumah.
Kedua, dinas pendidikan membuat kebijakan untuk mengarahkan guru menggunakan kurikulum darurat. Kebijakan ini dibutuhkan agar guru tidak ragu. Tidak ada kebijakan dari dinas Pendidikan menjadi alasan utama, guru tidak menggunakan kurikulum darurat.
Ketiga, kebijakan dinas pendidikan untuk menggunakan kurikulum darurat harus diikuti dengan pelatihan dan pendampingan.
Keempat, media massa dan masyarakat perlu mendorong pemda agar pemda membuat kebijakan penggunaan kurikulum darurat.
Lebih lanjut Setyo Warsono mengungkapkan pihaknya mendukung pemda di 10 provinsi mitra GNI untuk menggunakan kurikulum darurat. Bersama pemda, GNI akan memberikan pelatihan dan pendampingan teknis kepada guru.
Salah satu daerah di Indonesia yang progresif menggunakan kurikulum darurat adalah Kabupaten Tana Tidung (KTT) di Kalimantan Utara. Begitu Mendikbud Nadiem Makarim merilis kurikulum darurat Agustus lalu, KTT langsung mengadaptasi.
“Ada empat alasan kami memilih kurikulum darurat, yaitu kompetensinya sudah difokuskan kepada kompetensi pra syarat dan esensial, kami tidak perlu lagi memilih kompetensi sendiri, isinya selaras dengan program KTT, dan dilengkapi dengan modul belajar literasi dan numerasi,” ungkap Jafar Sidik, Kepala Dinas Pendidikan KTT.
Guna memastikan guru mampu menggunakan kurikulum darurat, Disdik KTT membuat lima kebijakan.
“Kebijakan ini kami buat agar anak-anak di KTT mendapatkan pelayanan terbaik selama masa pandemi Covid-19,” terangnya.
Manfaat bagi guru
Asdiana, Guru SDN 001 Tana Tidung mengatakan Disdik KTT tidak hanya mewajibkan guru menggunakan kurikulum darurat, tetapi juga menyediakan pelatihan dan pendampingan. Pelatihan dan pendampingan dilakukan terus menerus melalui kelompok kerja guru (KKG).
”Kebijakan ini membuat kami sebagai guru, lebih nyaman menjalankan program pembelajaran jarak jauh,” terangnya.
Asdiana mengatakan ada empat manfaat yang dirasakan guru, setelah menggunakan kurikulum darurat.
Pertama, mengurangi kebingungan guru. Pada awal PJJ lalu, banyak guru bingung memilih kompetensi dasar (KD) untuk diajarkan kepada siswa. Sekalipun Kemdikbud memberi kebebasan kepada guru memilih KD, namun banyak guru yang tidak mampu melakukannya.
Melalui pengurangan KD yang dilakukan Kemdikbud, guru menjadi terbantu.
”Saya sendiri baru tahu kalau kompetensi di kurikulum 2013 bisa dikurangi. Sebelumnya saya tidak pernah mendengar istilah kompetensi pra-syarat dan esensial. Setelah mendapat pelatihan penggunaan kurikulum darurat, barulah saya tahu,” tukasnya saat mempresentasikan materi Praktik Baik Penggunaan Kurikulum Darurat.
Kedua, pengurangan KD membuat beban mengajar guru berkurang. Asdiana mengatakan, guru tidak perlu lagi mengajarkan banyak KD. Guru bisa fokus mengajarkan kompetensi untuk membangun keterampilan literasi, numersi, dan karakter siswa.
Keterampilan ini merupakan pondasi belajar yang dibutuhkan, agar siswa mampu belajar pada level pendidikan selanjutanya,” tambahnya.
Ketiga, selain kurikulum darurat, Kemdikbud juga menyediakan modul belajar numerasi dan literasi. Modul ini dirancang sistematik dan mudah digunakan. Konten modul secara spesifik membekali siswa dengan keterampilan membaca dan berhitung.
Penggunaan modul ini efektif mengurangi beban belajar siswa. Anak menjadi senang belajar. Termasuk juga mengurangi beban orangtua untuk mendampingi anak belajar. Mereka bisa mendampingi anak belajar kapan saja.
Keempat, jika biaya penggandaan modul terlalu mahal, maka guru dapat melakukan adaptasi sesuai kemampuan keuangan sekolah dan kebutuhan belajar siswa.
”Di KTT, kami mengadaptasi modul belajar kedalam lembar aktivitas siswa (LAS). Adaptasi modul ini kami lakukan untuk memperkuat konten LAS yang sudah kami buat sejak Juni kemarin,” tambahnya.
Sofie Dewayani, Tenaga Ahli Pembuatan Kurikulum Darurat dan Modul Belajar, Pusat Asesmen dan Pembelajaran (Pusmenjar) Kemendikbud mengatakan apapun bahan ajar yang dibuat Kemendikbud tidak harus dianggap sebagai satu-satunya materi belajar yang merefleksikan kurikulum.
Ia mendorong guru dan pemda melakukan adaptasi bahan ajar sesuai kondisi daerah. Pelatihan dan pendampingan dapat dilakukan untuk meningkatkan kapasitas guru melakukan memodifikasi modul belajar Kemendikbud.
https://edukasi.kompas.com/read/2020/11/30/102319071/kurikulum-darurat-buat-bingung-bosan-dan-berang-ini-saran-gni-untuk-pemda