Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Pembelajaran Matematika Berbasis Konteks, Menumbuhkan Kemampuan Numerasi

KOMPAS.com - Mulai tahun 2021, Kemendikbud akan melaksanakan program Asesmen Nasional. Salah satu instrumen dalam Asesmen Nasional adalah Asesmen Kompetensi Minimum (AKM), selain Survei Karakter dan Survei Lingkungan Belajar.

AKM bukan pengganti Ujian Nasional (UN), karena keduanya sangat berbeda. Perbedaannya, UN dilaksanakan di akhir jenjang, AKM dilakukan di kelas 5, 8, dan 11. Selain itu, UN dilaksanakan untuk semua murid, sedangkan AKM dilakukan untuk murid dipilih (sampel).

AKM berfokus mengukur kemampuan murid pada bidang literasi membaca dan literasi matematika (numerasi). Tulisan kalin ini akan fokus pada bagian numerasi AKM.

Pada bagian numerasi AKM, konten yang dinilai adalah Bilangan, Aljabar, Geometri, Pengukuran, serta Data dan Ketidakpastian.

Untuk proses kognitifnya, yang dinilai adalah pemahaman, penerapan, dan penalaran; sedangkan konteksnya dapat berupa personal, sosial budaya, dan saintifik.

Memahami konteks lewat soal cerita

Agar lebih jelas, berikut adalah salah satu contoh soal numerasi AKM level 2, materi kelas 4 SD.

Contoh soal dapat dilihat pada laman: pusmenjar.kemdikbud.go.id/akm.

Soalnya adalah sebagai berikut: “Perpustakaan sekolah mendapatkan sumbangan buku-buku dari orang tua murid. Sebanyak tiga puluh persen adalah buku cerita fiksi, nol koma dua puluh lima buku pelajaran, dan sisanya buku ensiklopedia. Berapa bagian dari semua buku yang disumbangkan merupakan buku ensiklopedia?”

Pada soal di atas, murid diharapkan untuk memahami pecahan, beserta kaitannya dengan bentuk persen dan desimal dalam soal cerita.

Konten yang dinilai adalah Bilangan, proses kognitifnya penerapan, sedangkan konteksnya adalah sosial, yakni sumbangan buku-buku dari orang tua murid untuk perpustakaan sekolah.

Untuk memperoleh jawaban soal di atas, murid diharapkan mampu memahami konteks soal cerita dan mengubahnya dalam bahasa matematika.

Selanjutnya, murid menerapkan pemahamannya tentang hubungan antara bilangan dalam bentuk persen, desimal, dan pecahan, beserta operasinya, yakni penjumlahan dan pengurangan.

Untuk soal cerita di atas, tantangannya adalah memahami konteks soal dan mengubahnya dalam bahasa matematika.

Sehingga, untuk meningkatkan kemampuan numerasi murid, pekerjaan terbesarnya adalah bagaimana pembelajaran matematika dapat menumbuhkan pemahaman murid tentang konteks soal cerita.

Selain itu, murid diharapkan juga mampu mengubah soal cerita tadi ke dalam bahasa matematika (operasi matematika).

Mari kita perhatikan satu lagi contoh soal numerasi AKM. Soalnya adalah sebagai berikut: ada gambar representasi pecahan dalam bentuk tiga pita pecahan (persegi panjang), dengan masing-masing dibagi menjadi tujuh bagian.

Satu pita pecahan sudah diarsir penuh dengan warna jingga, satu pita pecahan lain baru diarsir satu bagian dengan warna jingga, dan pita pecahan terakhir belum diarsir, masih berwarna putih.

Kemudian ditanyakan: “Andi mendapatkan kue dua dan tiga per tujuh bagian. Berapa banyak bagian kotak putih yang harus Andi arsir agar sesuai bagiannya?” (Sumber: pusmenjar.kemdikbud.go.id/akm).

Untuk memperoleh jawaban soal di atas, hanya mungkin dilakukan jika murid memahami representasi pecahan berbentuk persegi panjang (pita pecahan). Sehingga, murid diharapkan mampu memahami berbagai representasi atau gambar yang mewakili pecahan.

Kita sudah melihat dua contoh soal numerasi AKM. Pada contoh soal pertama, murid diharapkan untuk memahami konteks soal dan mengubahnya ke dalam bahasa matematika.

Sedangkan pada contoh soal kedua, murid diharapkan untuk memahami berbagai representasi atau gambar yang mewakili pecahan.

Lalu pertanyaannya, pembelajaran matematika seperti apa yang dapat menumbuhkan kemampuan numerasi murid kita?

Pembelajaran berbasis konteks

Dengan tuntutan kemampuan numerasi seperti pada contoh soal AKM di atas, yang dibutuhkan adalah pembelajaran matematika berbasis konteks.

Salah satu pendekatan yang dapat diterapkan adalah pembelajaran matematika dengan Model Translasi Lesh.

Model Translasi Lesh bukan suatu model pembelajaran, tapi lebih tepatnya suatu pendekatan atau strategi pembelajaran, karena dalam pembelajaran dengan Model Translasi Lesh tidak ada sintaks yang baku.

Model Translasi Lesh menyatakan bahwa konsep matematika dapat direpresentasikan dengan lima cara, yakni konteks dunia nyata, model konkret (benda nyata yang dapat dimanipulasi), gambar, simbol verbal, dan simbol tulisan.

Kebutuhan untuk menjawab contoh soal pertama, yakni kemampuan memahami konteks soal cerita dan mengubahnya dalam bahasa atau operasi matematika, dapat dikembangkan dengan Model Translasi Lesh melalui translasi atau pergeseran pemahaman dari real world contexts (konteks dunia nyata) menuju bahasa matematika (simbol verbal dan simbol tulisan).

Sedangkan kebutuhan untuk menjawab contoh soal kedua, yakni kemampuan memahami berbagai representasi pecahan, dapat dikembangkan dengan Model Translasi Lesh melalui translasi atau pergeseran pemahaman dari picture (gambar) menuju bahasa matematika (simbol verbal dan simbol tulisan).

Dengan tuntutan soal numerasi AKM untuk memecahkan masalah matematika dalam konteks dunia nyata sehari-hari, menjadi tidak selaras jika pembelajaran matematika masih dilakukan dengan hanya berbasis pada rumus dan persamaan.

Idealnya, pembelajaran matematika di sekolah dibingkai dalam konteks situasi real sehari-hari.

Pembelajaran berbasis konteks juga akan lebih bermakna dan menyenangkan bagi murid daripada hanya sekedar memahami rumus dan persamaan, lalu mengerjakan latihan soal.

Semoga, dengan pembelajaran matematika berbasis konteks, murid akan lebih senang belajar matematika, yang pada akhirnya turut mendukung terciptanya kesejahteraan murid (well-being student) di sekolah.

Akhirnya, karena kemampuan numerasi adalah keterampilan mengaplikasikan kaidah matematika dalam konteks kehidupan sehari-hari, maka sangat penting untuk menerapkan pembelajaran matematika berbasis konteks. 

Tujuannya, pembelajaran matematika dapat menumbuhkan kemampuan numerasi.

Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan adalah melalui penerapan pembelajaran matematika dengan Model Translasi Lesh.

Pendekatan lain yang dapat dipertimbangkan adalah Realistic Mathematics Education (RME) yang dikembangkan di Belanda, serta pendekatan Math in Context (MiC) yang dikembangkan di Amerika Serikat.

https://edukasi.kompas.com/read/2021/01/14/152519871/pembelajaran-matematika-berbasis-konteks-menumbuhkan-kemampuan-numerasi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke