KOMPAS.com - Pengguna media sosial kini harus berhati-hati saat akan tangkap layar atau screenshot percakapan yang dilakukan di media sosial.
Pasalnya, meski terkesan sepele, membagikan bukti percakapan ke publik bisa termasuk suatu pelanggaran jika dilihat dari kacamata hukum.
"Screenshot percakapan tidak boleh dilakukan,” ujar pakar hukum siber Universitas Padjadjaran Sinta Dewi, seperti dirangkum dari laman Unpad, Minggu (17/1/2021).
Membagikan screenshot percakapan ke publik, saran Sinta, sebaiknya dihindari. Terlebih jika percakapan tersebut bersifat pribadi.
Sehingga, kata dia, bukan hanya dari sudut pandang hukum, tetapi juga menyangkut pada etika bermedia sosial.
Sehingga, tangkapan layar tersebut bisa menjadi alat bukti yang sah jika percakapan yang dilakukan antar pribadi serta tidak ada kesepakatan untuk memublikasi percakapan.
"Pengguna yang kerap membagikan screenshot percakapan ke publik mesti hati-hati. Pasalnya, aktivitas sepele ini bisa menjadi kasus hukum jika lawan bicara tidak menerima adanya unggahan tersebut dan mengajukan gugatan. Ini dimungkinkan karena screenshot tersebut mengandung unsur-unsur data pribadi seseorang," paparnya.
Membagikan nomor ponsel tanpa izin juga dilarang
Selain dilarang untuk menyebarluaskan bukti percakapan, pengguna media sosial juga jangan asal membagikan nomor telepon ke orang lain tanpa seizin pemiliknya.
Karena itu, lanjut dia, jika ingin membagikan nomor kontak kepada orang lain, maka wajib untuk melakukan konfirmasi terlebih dahulu kepada pemilik nomor.
“Kalau yang bersangkutan membolehkan, silakan dibagi. Kalau tidak, jangan dibagi,” ujar Sinta.
Sinta juga mengingatkan pengguna media sosial untuk tidak asal membagikan postingan atau informasi.
Pengguna wajib meneliti terlebih dahulu validitas dari sumber informasi tersebut.
"Untuk itu, penting bagi pengguna media sosial untuk memiliki kemampuan literasi digital agar terhindar dari penyebaran hoaks," imbuhnya.
https://edukasi.kompas.com/read/2021/01/17/145954371/pakar-unpad-screenshot-obrolan-di-medsos-bisa-berujung-hukum