KOMPAS.com - Pandemi Covid-19 mengharuskan hampir semua orang kini menggunakan masker. Namun, tingginya pemakaian masker medis dan masker sekali pakai lainnya menyumbang peningkatan limbah medis dan pencemaran lingkungan.
Meski ada alternatif penggunaan masker kain atau masker yang bisa dipakai berulang, namun masker kain didapati kurang efektif menahan virus dari droplet maupun aerosol.
Itulah mengapa, penggunaan masker medis tetap menjadi rekomendasi untuk menekan laju penularan Covid-19.
Kian meningkatnya limbah masker medis mendorong lima mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Padjadjaran (Unpad) mengembangkan gagasan penelitian mengenai masker kain dengan efektivitas yang serupa dengan masker medis.
Masker dibuat dengan kombinasi katun 60 persen dan poliester 40 persen serta dilapisi dengan lapisan grafena dari sekam padi. Ide ini diwujudkan melalui riset yang masih berbasis literatur.
Juara tingkat internasional
Lima mahasiswa tersebut antara lain Rifky Adhia Pratama (Kimia), Riska Kurniawati (Biologi), Farrel Radhysa Muhammad Zahdi (Biologi), Didi Permana (Fisika), Muhammad Naufal Ardian (Fisika). Dibantu tiga dosen pembimbing yakni Diana Rakhmawaty Eddy, Allyn Pramudya Sulaeman dan Yudha Prawira Budiman.
Rifky dan tim mengangkat riset literatur ini ke ajang internasional “ASEAN Innovative Science Environmental and Entrepreneur Fair” pada Januari-Februari 2021.
Hasilnya, tim berhasil memperoleh medali emas dan penghargaan “Best Innovation” untuk kategori inovasi sains dan lingkungan berdasarkan hasil kompetisi yang diumumkan secara virtual, Selasa (23/2) lalu.
Sebanyak 505 peserta dari 20 negara mengikuti kompetisi penemuan virtual yang diinisiasi lembaga Indonesia Young Scientist Association (IYSA) bekerja sama dengan lembaga saintis lainnya dari berbagai negara.
Rifky selaku ketua tim menjelaskan, masker tersebut diyakini mampu menghambat droplet dan aerosol dari luar. Apalagi dengan ditambah dengan adanya grafena yang dilapis di bagian permukaan masker.
Berdasarkan literatur, lapisan grafena memunculkan sifat super hydrophobic atau sifat yang mampu menolak air.
Ini dibuktikan dengan hasil pengukuran sudut kontak yang menunjukkan bahwa lapisan grafena memiliki nilai kurang lebih 141 derajat. Nilai ini melebihi acuan suatu material dikatakan hydrophobic, yaitu 90 derajat.
“Karena nilainya sangat jauh melebihi 90 derajat, maka kita namakan super hydrophobic,” terangnya seperti dirangkum dari laman Unpad, Jumat (26/2/2021).
Pemanfaatan grafena dari sekam padi dinilai tim menjadi potensi yang unik. Sekam padi sendiri merupakan limbah yang kerap dihasilkan dari aktivitas pertanian.
“Kita tahu Indonesia merupakan negara agraris. Setiap produksi beras akan menghasilkan 20 – 30 limbah sekam padi,” ungkap.
https://edukasi.kompas.com/read/2021/02/26/194636671/mahasiswa-unpad-gagas-masker-kain-seefektif-masker-medis