KOMPAS.com - Permasalahan sampah sudah timbul sejak lama. Jika tidak dikelola dengan baik, sampah tentu menimbulkan berbagai dampak negatif.
Mulai dari bencana banjir, penyakit, kerusakan lingkungan dan hal lainnya. Khususnya keberadaan sampah plastik yang sulit diurai sehingga perlu pengelolaan khusus.
Salah satu hal yang bisa dilakukan masyarakat dalam mengelola sampah plastik yakni melakukan daur ulang.
Namun kesadaran mendaur ulang sampah plastik ini juga belum merata. Padahal jika masyarakat, dalam hal ini tiap keluarga bisa memanfaatkan sampah plastik, sangat membantu mengurangi produksi sampah plastik yang dibuang di Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
Sampah plastik perlu didaur ulang
Ketua Pusat Riset Teknologi Hijau Undip (Universitas Diponegoro), Prof. Purwanto mengatakan, sampah plastik disarankan untuk didaur ulang karena dapat menjadi barang yang bermanfaat.
"Seperti peralatan rumah tangga, kantong plastik, kain, pakaian dan sepatu," terang Purwanto seperti dikutip dari laman undip.ac.id, Sabtu (6/3/2021).
Permasalahan sampah plastik ini menjadi tema dalam Webinar Industri dan Lingkungan Seri-4 bertema 'Mengubah Sampah Menjadi Berkah' yang diselenggarakan Pusat Riset Teknologi Hijau Sekolah Pascasarjana Undip.
Menurut Prof. Purwanto, sampah plastik sulit untuk diubah menjadi sumber bahan bakar skala industri. Prof. Purwanto menilai, ada beberapa masalah yang membuat sampah plastik sulit diubah menjadi bahan bakar skala industri.
Seperti besarnya energi yang dibutuhkan untuk mengubah plastik menjadi sumber bahan bakar. Serta potensinya menimbulkan produksi dioksin menjadi pertimbangan belum dimanfaatkannya sampah plastik sebagai sumber bahan bakar berskala besar.
Tingkatkan kesadaran masyarakat
Prof. Purwanto mengungkapkan, ada langkah yang perlu dilakukan untuk menghadapi meningkatnya volume sampah. Terutama sampah plastik. Salah satunya dengan membangun kesadaran bahwa sampah itu bukan buangan.
"Kita harus memperlakukannya sebagai sumber daya. Coba kita lihat kalau botol bekas air mineral dikelola dengan baik. Bisa dijual dengan harga Rp 2.500 sampai Rp 4.500 per kilogram. Kalau dibuang sembarangan justru mencemari lingkungan," ungkap Prof. Purwanto.
Prof. Purwanto menekankan, pandangan publik harus diubah. Jangan menganggap sampah sebagai sisa bahan, buangan, tidak berguna, jorok, tidak bermanfaat dan tidak ada nilainya.
Kesadaran untuk memperlakukan sampah sebagai hal yang bernilai harus dimulai dari hal yang sederhana. Seperti menaruh sampah pada tempat yang disediakan.
Sampah bisa dikelompokkan menjadi beberapa jenis berdasar sifat kimia, fisika, biodegradibilitas, dan kemudahan terbakar. Pemahaman ini penting terkait dengan penanganan sampah.
"Kalau kita berbicara sampah untuk bahan baku energi, maka dikelompokkan melalui kemudahan terbakarnya. Kalau sampah untuk kompos, lebih menarik kalau dikelompokkan menurut biodegradibilitas," beber Prof. Purwanto.
Sampah bukan buangan tapi sumber daya
Dilaksanakannya seminar ini oleh Pusat Riset Teknologi Hijau Sekolah Pascasarjana Undip, juga dilandasi niat untuk mencari solusi masalah sampah yang ada. Salah satunya dengan mulai mengolah ulang (recycling) secara maksimal.
"Sekarang saatnya melakukan aksi bersama-sama dengan mendasarkan aksi pada pemikiran bahwa sampah bukan lagi barang buangan tapi sebagai sumber daya," tegas Prof. Purwanto.
Dekan Pascasarjana Undip, Dr. RB Sularto menambahkan, persoalan sampah ini tidak hanya ada saat kondisi pandemi Covid-19 saja. Sebelum pandemi dan mungkin setelah pandemi berakhir, sampah masih jadi permasalahan bersama.
Sularto berharap, melalui webinar ini bisa dihasilkan pemikiran yang solutif dan berdaya guna untuk mengatasi permasalahan sampah di Indonesia.
"Terlebih lagi sampah anorganik yang membutuhkan penanganan sendiri. Seperti sampah plastik yang membutuhkan waktu cukup lama untuk hancur. Mari kita ubah agar menjadi sesuatu yang bisa bermanfaat bagi kita semua," papar Sularto.
Pupuk Kaltim libatkan masyarakat kelola sampah
Pembicara lain dalam webinar ini, Senior Vice President (SVP) PT Pupuk Kaltim, Heri Subagyo menambahkan, Pupuk Kaltim telah menerapkan Kebijakan 3 R (Reduce, Reuse dan Recycle) limbah padat di lingkungannya.
Kebijakan tersebut bahkan telah dilakukan secara teknis bersama masyarakat sekitar yang terhimpun dalam Koperasi Mekarsari untuk mengolah sampah.
Program yang dimulai tahun 2014 ini, selama periode 2017–2020 telah berhasil mengolah sampah daun dan sampah rumah tangga sebanyak 101 ton.
Sampah produk pupuk sebanyak 65 ton. Dari pengolahan sampah tersebut dihasilkan 65 ton kompos dan 6.953 liter pupuk organik cair. "Penghasilan koperasi dari kegiatan ini mencapai Rp 64 juta lebih," beber Heri.
https://edukasi.kompas.com/read/2021/03/07/083837771/webinar-undip-kelola-sampah-plastik-jadi-sumber-daya