KOMPAS.com - Tidak hanya disrupsi teknologi, pandemi Covid-19 turut memberi dampak besar penguatan kemampuan literasi siswa Indonesia. Oleh karenanya, peran perpustakaan menjadi bagian penting dari program Merdeka Belajar yang digagas Kemendikbud.
Hal ini disampaikan Totok Suprayitno, Kepala Badan Penelitian, Pengembangan dan Perbukuan Kemendikbud dalam paparan "Dukungan Perpustakaan dalam PJJ dan Meningkatkan Indeks PISA" di Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Bidang Perpustakaan 2021.
Dalam Rakornas Perpustakaan 2021 yang digelar Perpustakan Nasional (Perpusnas) 22-23 Maret 2021 , Totok mengungkapkan hasil PISA 2018 masih membuktikan kurang memadainya hasil belajar pendidikan dasar dan menengah di Indonesia.
Tahun ini, Rakornas Bidang Perpustakaan 2021 mengangkat tema "Integrasi Penguatan Sisi Hulu dan Hilir Budaya Literasi dalam Pemulihan Ekonomi dan Reformasi Struktural" dan diikuti lebih dari 1.000 pustakawan dan penggiat literasi.
"Siswa kita hanya mampu memahami apa-apa yang tertuang dalam teks, memecahkan masalah standar matematika. Belum berpikir tingkat tinggi. Masih level 2, level tingkat tinggi 4, 5, 6," ujarnya.
Dalam level tingkat tinggi, siswa sudah mampu melakukan interprestasi, mengambil logic, membaca secara kritis. "Kalau ini dibiarkan, sesungguhnya kita telah membekali anak-anak kita untuk keterampilan yang tidak dibutuhkan nanti," ujarnya.
Dari indikator karakter atau soft skill pun, kondisi siswa Indonesia masih perlu mendapat perhatian, di antaranya; masih banyaknya siswa mengalami perundungan (41 persen), dan juga pola pikir berkembang yang rendah.
"Ini cermin pendidikan yang seharusnya tidak kita sangkal tetapi kita cari solusinya ke depan," ajak Totok. Ia menegaskan, "warning ini menunjukkan kita perlu melakukan perubahan secara signifikan."
Peran literasi baca di masa pandemi
Selain disrupsi digital, kondisi pandemi global Covid-19 semakin menyulitkan kondisi pendidikan Indonesia. Mengutip data Bank Dunia, diperkirakan jika kondisi pandemi lebih panjang 8 bulan maka dikhawatirkan pembelajaran siswa tidak berjalan optimal.
Selama tahun 2020 Bank Dunia mencatat capaian belajar siswa lewat PJJ hanya sebesar 33 persen jika dibandingkan belajar dari tatap muka. "Ini sebuah penurunan yang dramatis," ungkapnya.
Oleh karenanya, Totok mengingatkan pentingnya literasi membaca. "Literasi baca memberikan pengaruh positif di berbagai mata pelajaran lainnya. Literasi baca menjadi kemampuan dasar agar anak-anak bisa belajar dengan mendalam untuk pelajaran apapun," jelas Totok.
Ia mendorong siswa perlu dibiasakan dengan jenis dan format bacaan yang beragam. Totok juga memaparkan fakta, satu dari tiga siswa Indonesia mengaku hanya sekali atau bahkan tidak pernah diberikan tugas membaca teks yang berisi diagram atau peta serta teks berbasis digital.
"Jadi untuk literasi, pokoknya membaca. Bahkan dari data PISA itu, kalau membaca apa saja untuk mengisi waktu luang, skornya bisa naik 50 poin. Literasi jelas berkontribusi sangat positif kepada kemampuan anak-anak dalam belajar," tegasnya lagi.
Peran pustawakawan di Merdeka Belajar
Dalam konteks program Merdeka Belajar yang digagas Mendikbud Nadiem Makarim ini, tambah Toto, penguatan literasi sesungguhnya memiliki ruang untuk terus diperkuat.
"Dalam pedagogi pembelajaran yang merdekakan ini, bahan ajar harus sangat luas. Dan perpustakaan ini memegang peran yang langsung dan penting untuk memfasilitasi guru-guru, fasilitasi anak yang ingin melakukan pembelajaran," ujarnya.
Totok melanjutkan, "dan alangkah baiknya untuk mendukung ini jika para pustakawan, information scientist, juga bisa terlibat dalam perencanaan perancangan pembelajaran oleh guru."
Sehingga pustakawan, harapan Totok, tidak sekadar melakukan manajemen perpustakaan, tetapi juga melakukan, memberikan inspirasi, mendukung manajemen pembelajaran.
"Baik dalam perencanaan, buku apa yang dibaca nanti, dan juga pelayanan ketika pembelajaran sedang terjadi, ketika guru menugaskan anak-anak untuk melakukan pembacaan mengerjakan tugas-tugas bacaan," ujarnya.
Totok menjelaskan, beberapa kali, pihaknya telah melakukan relaksasi terhadap data Bantuan Operasional yang diterima oleh sekolah.
"Yang terakhir adalah memberikan fleksibilitas agar sekolah-sekolah bisa membeli buku. Baik teks atau bacaan yang berguna untuk anak sesuai dengan usia bacanya tentunya," ungkapnya.
Dalam kesempatan sama Totok menjelaskan, saat ini sekolah memiliki keweanangan dalam penyediaan buku teks dan juga buku bacaan mencapai 20 persen.
"Sebelumnya sangat kecil. Sekarang kalau di sekolah itu menjadi priotitas pembelajaran dan kita dorong bahwa yang sekarang utama adalah kualitas pembelajaran. Maka silakan Dana BOS digunakan tidak hanya 20 persen tapi boleh lebih," pungkasnya.
https://edukasi.kompas.com/read/2021/03/22/135939471/pustakawan-miliki-peran-penting-dalam-merdeka-belajar-di-masa-pandemi