KOMPAS.com - Ada 10 guru besar dari lnstitut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) yang siap dikukuhkan pada Rabu, 31 Maret 2021.
Dari 10 dosen ini, salah satunya dosen bernama Prof. Dr. rer. pol. Heri Kuswanto, M.Si., yang dikukuhkan sebagai guru besar Statistika di usianya yang baru menginjak 39 tahun.
Dosen kelahiran Gresik, 26 Maret 1982 ini dalam orasi ilmiahnya akan mengangkat tentang pemanfaatan komputasi statistik sebagai solusi untuk mengatasi ketidakpastian di era big data.
Dalam materi orasinya tersebut, Heri yang saat ini tercatat sebagai guru besar termuda di ITS menjelaskan bahwa untuk mewujudkan suatu keputusan yang tepat diperlukan adanya pendekatan yang paling optimal.
"Untuk itu perlu pemanfaatan komputasi statistik sebagai solusi dalam mengatasi ketidakpastian di era big data ini," tutur Heri, dilansir dari laman resmi its.ac.id
Ahli komputasi statistika tersebut menerapkan pendekatan ensemble untuk menghasilkan performansi prediksi yang lebih bagus dari pada hanya memanfaatkan model tunggal. Heri mengutip ucapan terkenal bahwa the only thing certain is uncertainty, yang berarti ketidakpastian itu selalu ada atau pasti.
Oleh karenanya, perlu adanya suatu pendekatan untuk mengurangi ketidakpastian di berbagai fenomena yang serba lincah, tidak menentu, kompleks, dan ambigu. Salah satu langkah yang umumnya digunakan adalah melakukan pemodelan statistika.
Wakil Ketua Ikatan Ahli Bencana Indonesia (IABI) ini menjelaskan, bahwa dalam ilmu statistika, ketidakpastian atau yang biasa disebut probabilitas ini dapat dijawab dengan dua pendekatan.
Cara pertama yakni dengan pendekatan teoritis melalui pembuktian kebenaran sifat-sifat penaksiran yang harus dipenuhi dalam kaidah statistika.
Namun lanjutnya, kasus-kasus tertentu tidak dapat diselesaikan dengan pendekatan ini. "Sehingga perlu digunakan pendekatan kedua yakni secara komputasi yang saat ini sudah menjadi backbone dari modern data science," jelas Heri.
Pemodelan statistika dapat menjadi solusi ketidakpastian karena manfaatnya di berbagai kepentingan baik eksplorasi data guna mendapatkan informasi yang berguna di dalam data, prediksi, klasifikasi, klasterisasi, dan lain sebagainya.
Heri menambahkan, bahwa kondisi pada era big data ini sudah tidak bisa lagi menggunakan model statistika klasik untuk hasil yang akurat. Hal ini dikarenakan data besar ini menimbulkan kemungkinan bias pada sampel dan tingkat interdependensi yang lemah, tapi meluas pada data yang menambah risiko ketidakpastian.
Akan tetapi, metode-metode statistika yang dikembangkan saat ini masih didominasi oleh prinsip pemilihan model terbaik atau selection. Model ini dilakukan dengan cara membandingkan beberapa jenis metode dan mencari metode dengan nilai rata-rata eror terkecil.
Namun demikian, ini berarti ada pada satu atau beberapa titik tertentu bahwa model terpilih ini bukanlah model terbaik. "Hal ini menunjukkan bahwa dari sisi model, terdapat ketidakpastian dalam metode selection tadi," tandas Direktur Pascasarjana dan Pengembangan Akademik ITS ini.
Oleh karena itu, munculnya konsep kombinasi yang didasari pada kenyataan bahwa satu model tidak selamanya mendominasi model yang lain. Heri menyebutkan bahwa pada model kombinasi kita tidak akan memilih satu model terbaik.
Melainkan mengkombinasikan output dari model-model yang ada dengan diberikan bobot tertentu sesuai dengan kinerjanya. Hal ini bertujuan untuk menangkap ketidakpastian dan konsep ini dinamakan ensemble approach.
Terdapat banyak jenis metode dalam pendekatan ensemble beberapa metode yang digunakan oleh Heri adalah Random Forest (RF), Logistic Regression Ensemble (Lorens), dan Bayesian Model Averaging (BMA). Metode pertama yakni RF adalah suatu algoritma yang digunakan pada klasifikasi data dalam jumlah yang besar.
Klasifikasi RF dilakukan melalui penggabungan pohon (tree) dengan melakukan training pada sampel data yang dimiliki. Penggunaan pohon (tree) yang semakin banyak akan mempengaruhi akurasi yang akan didapatkan menjadi lebih baik.
"Beberapa penelitian saya yang menggunakan metode RF adalah memprediksi kekeringan di Nusa Tenggara Timur menggunakan output TRMM dan MERRA serta penelitian performansi Random Forest dibandingkan metode lainnya untuk mendeteksi kasus epilepsi," ungkap doktor Statistika lulusan Leibniz Hannover University, Jerman ini.
Metode kedua yakni Lorens merupakan pendekatan ensemble untuk klasifikasi berbasis regresi logistik. Lorens dapat mengatasi permasalahan data dengan dimensi yang besar atau high dimensional data yang tidak dapat dimodelkan dengan regresi logistik.
Dengan memanfaatkan metode ini, Heri telah membuahkan beberapa penelitian seperti klasifikasi enzim pada obat dan prediksi kasus Alzheimer. Sementara metode ketiga yang digunakan oleh penerima Harvard Residency Program on Solar Geoengineering ini adalah BMA.
Menurutnya, BMA dapat melakukan pemilihan model terbaik yang melibatkan ketidakpastian model dengan BMA merata-ratakan distribusi posterior dari semua model yang mungkin terbentuk. BMA mampu menentukan variabel mana saja yang relevan dengan data yang ada.
"Metode BMA seringkali digunakan sebagai pendekatan untuk melakukan kalibrasi sehingga didapatkan suatu prediksi berupa interval yang tidak terlalu lebar, namun akurasinya tinggi," imbuh Koordinator Divisi Riset dan Pengembangan Ikatan Statistisi Indonesia (ISI) ini.
Heri telah berkolaborasi dengan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) terkait aplikasi ensemble forecast menggunakan BMA untuk melakukan prediksi cuaca di Indonesia dengan memanfaatkan output HyBMG. Prediksi ini sangat berguna juga sebagai referensi kalender tanam untuk petani.
Selain itu, Heri juga tengah mengembangkan sistem prediksi kekeringan di Indonesia dengan output dari North America Multimodel Ensemble (NMME) yang dikalibrasi menggunakan BMA.
"Ke depannya, diharapkan sistem ini akan dapat membantu pemangku kepentingan terkait prediksi cuaca jangka pendek dan musiman, sebagai langkah mitigasi bencana kekeringan, maupun hidrometeorologi lainnya," terang Heri.
Di akhir, dosen yang mendalami ilmu peramalan deret waktu dan ekonometrika ini memiliki harapan bahwa pendekatan ensemble bisa semakin mainstream lagi di Indonesia. Telah banyak contoh pengaplikasian pendekatan ensemble pada berbagai bidang ekonomi, kesehatan, dan teknologi informasi.
Sehingga, tidak menutup kemungkinan bahwa pendekatan ensemble akan lebih besar lagi untuk bisa menyelesaikan berbagai problem dengan ketidakpastian Indonesia yang tinggi di era big data ini.
https://edukasi.kompas.com/read/2021/03/31/110056571/its-miliki-guru-besar-termuda-berusia-39-tahun