Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Pakar Unair: Ini Gejala Varian Baru Corona E484K

KOMPAS.com - Munculnya varian baru virus Sars Cov 2 rupanya membuat sebagian masyarakat makin khawatir akan perkembangan virus ini.

Baru-baru ini, muncul lagi varian corona jenis E484K yang cukup ganas. Varian E484K atau sering kali disebut Varian Eek di Indonesia pertama kali terdeteksi di wilayah DKI Jakarta beberapa waktu lalu.

Pakar Imunologi Universitas Airlangga (Unair) Agung Dwi Wahyu Widodo meminta masyarakat harus lebih waspada terhadap munculnya mutasi Sars-CoV-2.

Agung menjelaskan,Varian E484K telah mengalami mutasi pada asam amino glutamic acid.

Mutasi tersebut, lanjutnya, berada dekat dengan puncak spike. Sehingga struktur protein pada spike berubah. Perubahan itulah yang menyebabkan virus dapat menghindar dari antibodi Covid-19.

"Dalam penelitian Widera dkk, beberapa monoklonal antibodi gagal mendeteksi keberadaan atau melakukan netralisasi pada virus yang memiliki Varian E484K,” ujar dosen Fakultas Kedokteran (FK) ini dilansir dari laman unair.ac.id.

Ia mengatakan, salah satu cara menghadapi Varian E484K adalah dengan monitoring surveilans.

“Monitoring surveilans terutama pada kasus yang ada di masyarakat. Kemudian melakukan surveilans epidemiologi kasus yang dicurigai misalnya adanya anomali pada daerah tertentu. Kemudian deteksi kasus pada Varian E484K,” ungkap dokter di RSUD Dr Soetomo Surabaya itu.

Untuk melancarkan hal itu, tutur Agung, diperlukan koordinasi dengan pihak terkait terutama pemerintah dan rumah sakit. Tujuannya untuk mempersiapkan adanya kemungkinan kejadian luar biasa yang tidak diinginkan.

Selanjutnya, sarana dan prasarana juga perlu disiapkan untuk mengakomodasi seandainya terjadi peningkatan kasus. Vaksinasi juga harus dilakukan lengkap serta edukasi terkait 5M harus terus digencarkan.

Secara internasional, menurut Agung, koordinasi terkait surveilans juga perlu diupayakan. Diperlukan konsultasi bersama ahli dengan tim WHO yang mampu mendeteksi keberadaan sekaligus membantu proses surveilans.

“Ini perlu dilakukan terutama pada epidemiologi Covid-19, derajat keparahan, efektivitas di kesehatan masyarakat, dan sosial. Juga pada terapi dan proses vaksinasi yang harus kita lakukan di masyarakat,” tandas Dewan Pakar Satgas Covid-19 IDI Jawa Timur itu.

Sementara itu, Ia menyampaikan bahwa selama virus masih terus menginfeksi manusia, mutasi Sars-CoV-2 akan tetap berlanjut. Artinya bahaya masih mengancam.

Demi mencegah transmisi virus, Agung menegaskan bahwa masyarakat harus tetap mempertahankan 5M. Yakni memakai masker; mencuci tangan pakai sabun; menjaga jarak; menghindari kerumunan; dan mengurangi mobilisasi.

“Mutasi apapun memang berbahaya. Tapi mau mutasi bagaimana pun, cara mencegahnya sama, yaitu dengan 5M,” tegas Agung.

Gejala varian E484K

Varian E484K memang lebih ganas, namun gejala yang ditimbulkan mirip dengan gejala varian lain yang pernah ada. Pada umumnya, ujar Agung, varian-varian tersebut mudah menular. Hal itu menyebabkan jumlah pasien meningkat.

Ia mengatakan, jika peningkatan jumlah pasien tidak segera ditangani, angka kematian dan mortalitas akan melonjak.

“Pada varian ini, gejala klinis yang muncul mirip dengan Varian B117, B1351 Afrika Selatan dan P1 Brazil. Derajat keparahannya juga tidak berubah,” ujarnya.

Sebagai informasi, Varian E484K atau sering kali disebut Varian Eek di Indonesia pertama kali terdeteksi di wilayah DKI Jakarta beberapa waktu lalu.

“Ini merupakan mutasi yang membantu Corona untuk menyebar. Varian E484K ini juga membantu virus menghindari dari beberapa antibodi,” pungkasnya.

https://edukasi.kompas.com/read/2021/04/14/131841271/pakar-unair-ini-gejala-varian-baru-corona-e484k

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke