Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Ini 4 Cara Cegah Paham Radikalisme Menyusup di Perguruan Tinggi

KOMPAS.com - Aksi terorisme bisa diawali dari paham radikalisme. Aksi ini tentu menjadi musuh bersama bangsa Indonesia karena paham radikalisme bertentangan dengan ideologi Pancasila.

Perlu sinergitas berbagai pihak untuk mencegah paham ini menyebar di masyarakat. Termasuk di lingkungan perguruan tinggi.

Untuk menangkal radikalisme dan terorisme di perguruan tinggi, Pusat Pembinaan Ideologi LPPM Universitas Negeri Surabaya (Unesa) menggelar Webinar Nasional dengan tema 'Menjernihkan Hati Melawan Radikalisme'.

Secara yuridis, perguruan tinggi dituntut terlibat aktif dalam menangkal radikalisme maupun ekstrimisme di kampus.

Perguruan tinggi harus aktif

Untuk mencegah paham itu menyusup di lingkungan kampus, Unesa turut aktif menjadi patner pemerintah dan masyarakat dalam menangkal paham radikalisme.

Dalam webinar tersebut, turut hadir mantan napi teroris (napiter) dan mantan Jihadis, Wildan Fauzi.

Wildan mengungkapkan, paham radikalisme bisa masuk lewat mana saja. Baik itu pergaulan maupun melalui media sosial.

Bahkan adanya media sosial justru lebih berbahaya. "Para pelaku bisa bergerak secara lone wolf atau operasi sendiri. Operasinya bisa terputus dari jaringan, tidak memiliki kelompok, tetapi bisa melakukan sendiri dengan panduan yang ada di internet," kata Wildan seperti dikutip dari laman Unesa, Minggu (2/5/2021).

Perlu kontrol orangtua dan sosial

Menurut Wildan, masuknya paham ekstrimisme bisa karena kurangnya kontrol sosial dan orangtua. Padahal itu penting sekali dan menjadi tembok pertahanan yang penting dalam menangkal pengaruh paham yang bertentangan dengan Pancasila.

Kepada peserta webinar Unesa, Wildan banyak bercerita tentang awal mula ia pergi ke Siriah. Dari pengalamannya, penyebar radikalisme bukan asli Timur Tengah. Tetapi justru banyak dari Indonesia yang memodifikasi ajaran agama untuk kepentingan sendiri.

"Paling penting adalah perkuat kontrol sosial dan keluarga. Dengan siapa anak kita bergaul dan kepada siapa mereka mengaji," tegas Wildan.

Tumbuhkan rasa cinta dan bakti terhadap orangtua

Dalam banyak kasus, ekstrimisme juga bisa masuk melalui teman pergaulan. Mereka lebih mengikuti ajakan temannya daripada orangtuanya. Pada akhirnya, banyak kasus mengkafirkan orang tua sendiri dan orang lain. "Yang lain salah, mereka benar," imbuh Wildan.

Untuk meminimalisir hal itu, anak-anak perlu dididik untuk belajar lebih mencintai orangtua daripada teman-temannya.

"Saya ingin mendedikasikan diri untuk aktif dalam gerakan kesadaran anak-anak muda agar lebih cinta dan bakti kepada orangtua. Sekuat apapun laki-laki, ketika mengingat ibunya, dia akan jatuh tersungkur," terangnya.

Peran orangtua juga sangat vital, dengan pendekatan itu. Generasi muda bisa lebih menghargai dan berbakti kepada orangtuanya dari siapapun atau temannya.

"Jihad yang paling besar adalah berbakti kepada orangtua, membahagiakan orangtua, bukan justru membangkang apalagi mengkafirkan mereka," ujarnya.

Jangan acuh

Faktor lain yang membuat anak muda cepat terpapar paham radikal yakni karena adanya rasa tak diterima di lingkungannya.

Mereka yang sering menyendiri dan tampil beda pun lama-lama bisa terpapar paham yang berbahaya. Karena itu, budaya kekeluargaan harus ditumbuhkan, anak-anak muda harus didekati dan diajak untuk berkomunikasi dengan hangat.

“Mereka bisa meluapkan apapun pandangannya. Jika sudah begitu, kan kecil mereka bisa terpapar paham radikal,” imbuh Wildan.

Sementara itu, Guru Besar UIN Sunan Ampel Surabaya Prof. Syafiq A. Mughni menambahkan, radikalisme dan ekstrimisme merupakan penyimpangan ajaran agama. Tidak ada agama mana pun di dunia ini yang mengajarkan kekerasan.

"Paham tersebut ada pada agama-agama di dunia, tidak hanya spesifik dengan Islam. Kemudian bisa ada dalam kelompok agama, bisa kelompok politik, dan kelompok bangsa dan bahkan suku," beber Prof. Syafiq.

Menurutnya, paham radikal bisa ditangkal lewat beberapa cara, salah satunya lewat pembumian ajaran agama yang moderat. Setidakya ada tujuh ciri moderasi agama dalam Islam, antara lain:

  • Tawazun atau keseimbangan hidup antara lahir dan batin, dunia dan akhirat.
  • Tasamuh atau toleransi sebagai suatu keharusan bagi negara dan bangsa yang beragam seperti Indonesia.
  • I’tidal atau tegak, konsisten dan keadilan. Prinsip keadilan konsisten menjadi pondasi penting dalam berbangsa dan bernegara.
  • Ishlah atau perbaikan hidup ke dalam dan ke luar untuk menjadikan dunia ini menjadi lebih baik untuk semua.
  • Prinsip syura atau musyawarah yakni menjunjung tinggi pendapat, eksistensi orang lain. Bukan pemaksaan pendapat atau kehendak sendiri.
  • Qudwah atau keteladanan.
  • Muwathanah atau kewarganegaraan atau nasionalisme.

"Yang dilakukan yakni pengembangan narasi moderat, pengembangan budaya literasi moderat, early warning system yang baik, peer group moderat, dan pengembangan pola komunikasi yang baik," tutur Prof. Syafiq.

Melaui Webinar Unesa ini, bisa diketahui cara-cara untuk mencegah masuknya paham radikalisme di lingkungan kampus.

https://edukasi.kompas.com/read/2021/05/02/180549571/ini-4-cara-cegah-paham-radikalisme-menyusup-di-perguruan-tinggi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke