KOMPAS.com - Pendidikan tinggi yang inklusif, khususnya bagi daerah terdepan, terpencil dan tertinggal (3T) menjadi refleksi yang digelar Universitas Terbuka dalam memperingati Hari Pendidikan Nasional 2021.
Terkait hal itu, Senin, 3 Mei 2021, UT mengadakan kegiatan webinar Knowledge Sharing Forum (KSF) dengan tajuk “Implementasi Kampus Merdeka untuk Mendukung Pembangunan Indonesia dari Pinggiran Berlandaskan Empat Pilar Kebangsaan”.
Moderator webinar, Sri Sediyaningsih atau biasa disapa Dian Budiargo menyampaikan, forum ini sejalan dengan tema yang diusung Hari Pendidikan Nasional tahun ini yakni "Serentak Bergerak Wujudkan Merdeka Belajar".
"Ada Kebersamaan, ada semangat, ada kemerdekaan belajar yang tentunya diiringi dengan tanggungjawab untuk mewujudkan pendidikan Indonesia yang lebih baik," ungkap Dian dalam pengantar acara.
Humas PPHIK LPPM UT ini mengungkapkan KSF yang digelar UT tahun ini diikuti lebih dari 1.900 peserta yang berasal dari kalangan dosen, pendidik, pemerhati pendidikan dan masyrakat umum dari berbagai provinsi Indonesia dan juga peserta manca negara seperti dari Hong Kong, Saudi Arabia, dan Singapura.
Forum diskusi menghadirkan beberapa pembicara kunci, antara lain; Bambang Soesatyo (Ketua MPR RI), Prof. Nizam (Dirjen Dikt, Kemendikbud Ristek), Agung Hardjono (Tenaga Ahli Utama Isu Pendidikan Kedeputian II Bidang Pembangunan Manusia) dan Jabes Ezar Gaghana (Bupati Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara, Bapak).
Dalam sambutannya, Rektor UT, Prof. Ojat Darojat menyampaikan UT terus berjuang untuk merealisasikan visi pemerintah baik dalam pemerataan akses pendidikan tinggi, memberi kesempatan warga masyarakat yang sudah bekerja untuk meningkatkan kompetensi, dan sekaligus meningkatkan daya tampung perguruan tinggi negeri.
"Selama 36 tahun UT telah melakukan berbagai terobosan dan telah melahirkan 1.850.000 lulusan. Hampir sekitar 60 persen berdomisili di derah-daerah pinggiran. Sesungguhnya UT telah merealisasikankan program membangun Indonesia dari pinggiran," tegas Prof. Ojat.
Demikian pula saat tahun 2005, saat Pemerintah menetapkan syarat S1 minimal bagi guru, UT memberikan layanan pendidikan tinggi tidak kurang hingga lebih dari 650 ribu guru dan calon guru, termasuk guru dari daerah terpencil.
"Sampai saat ini kita terus berusaha bagaimana menyesuaikan dengan tantangan yang berlangsung. Dengan UT bertransformasi menjadi PTN-BH, harapannya UT lebih lincah dalam perubahan," ujarnya.
Tantangan SDM unggul
Dalam pemaparannya, Bambang Soesatyo, Ketua MPR mengungkapkan aksesbilitas perguruan tinggi masih terhampat terbatasnya kapasitas kampus dalam menampung lulusan SMA.
"Terutama daerah luar pulau Jawa dan daerah pinggiran di mana jumlah kampus masih sangat terbatas," ungkap Bambang Bambang Soesatyo. Menurutnya, Kampus Merdeka memiliki arti juga harus terbebas dari segala bentuk keterbatasan akses ke pendidikan.
"Perguruan tinggi seharusnya tidak menjadi barang mewah yang hanya dapat dinikmati sebagian kecil masyakata karena hak untuk mendapatkan pendidikan merupakan hak setiap warga negara yang dijamin undang-undang," tegasnya.
Ia juga mengingkatkan peningkatan kualitas SDM Indonesia dapat dihasilkan dari proses pembelajaran. Mengutip data UNDP, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonnesia masih berada diurutan 107 dari 189 negara.
Indonesia, tambah Bambang, dalam wilayah Asia Tenggara masih tertinggal dari Singapura (peringkat 11), Brunei Darusalam (peringkat 47), Malayasia (peringkat 62), dan Thailang (peringkat 79).
Karenanya, Bambang Soesatyo mendorong pengaplikasian teknologi dalam pembelajaran sebagai salah satu strategi memperluas akses pendidikan, termasuk program Kampus merdeka untuk desa yang mengoptimalkan Forum Perguruan Tinggi untuk desa.
Sisi lain, ia juga mengingatkan agar pembangunan SDM bersifat holistik agar tidak hanya melahirkan profil lulusan cerdas dan terampil secara akademik.
"Sistem pendidikan bertujuan juga membangun keimanan dan akhlak mulia. Artinya, pendidikan nasional tidak hanya cerdas namun juga memiliki jati diri, dan memiliki karakter unggul," pungkasnya.
Peluang bonus demografi
Pentingnya membangun SDM juga menjadi perhatian yang disampaikan Prof. Nizam, Dirjen Dikti Kemendikbud Ristek dalam sesi berikutnya.
"Kita digadang-gadang banyak pakar tentang kemungkinan Indonesia berpeluang menjadi kekuatan ekonomi terbaik ke-5 atau ke-7 dunia dalam 10 tahun ke depan. Ini peluang besar bagi kita," ungkap Prof. Nizam.
Ia mengingatkan hal ini tidak serta merta dapat tercapai jika tidak menyiapkan bonus demografi dengan pendidikan, kreativitas, inovasi dan produktivitas tinggi.
"Kalo itu tidak kita siapkan, maka yang terjadi bonus demografi itu akan lewat begitu saja dan kita akan terperangkap dalam kelompok negara berpenghasilan menengah atau middle income trap," ujarnya.
Salah satu tantangan mewujudkan hal ini, tambah Prof. Nizam, datang dari dunia pendidikan.
Ia memberikan perbandingan, Koreas Selatan menyiapkan bonus demografi dengan 67 persen angkatan kerja dari pendidikan tinggi, sedangkan di Indonesia baru mencapai 10 persen dari angkatan kerja masuk pendidikan tinggi.
"(Angkatan kerja Indonesia) masih rata-rata lulusan SD dan SMP di tengah transformasi sosial dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang luar biasa," tambahnya.
"Capaian pendidikan masih jauh dari potensi untuk menjadi negara yang maju. Tentunya ini tidak akan mematahkan semangat kita, namun ini menjadi pelecut bagi kita untuk nekerja lebih keras lagi mewujudkan SDM yang unggul," kata Dirjen Dikti.
Untuk mewujudkan hal itu, Nizam menyampaikan Kemendikbud mendorong program Merdeka Belajar dengan melibatkan tri sentra pendidikan yang terdiri dari sekolah, keluarga dan masyarakat.
"Tidak hanya masuk ke sekolah tetapi terjadi juga pembelajaran. Banyak sekali penelitian menunjukkan pembelajaran di dalam kelas intesitasnya masih sangat rendah sehingga nilai literasi, numerasi anak-anak kita masih sangat rendah," ungkapnya.
Akses pendidikan tinggi
Menjawab tantangan ini, Prof. Nizam menjelaskan Ditjen Dikti menyusun beberapa strategi utama, antara lain; meningkatkan angka partisipasi pendidikan tinggi, menguatkan mutu dan relevansi pendidikan tinggi, menguatkan mutu dosen dan tenaga pendidik serta menguatkan sistem tata kelola ditjen dikti.
"Untuk itu kita perlu memperkuat dan mentransformasi Universitas Terbuka sehingga layanan pendidikan berkualitas dari Sabang sampai Merauke bisa kita jangkau. Serta anak-anak kita dari Savang sampau Merauke bisa mempunyai akses pada dosen-dosen terbaik dari perguruan-perguruan tinggi terbaik," harapnya.
Oleh karenanya, Dirjen Dikti Kemendikbud terus mendorong peran UT untuk bertansformasi menjadi platform berbagi antar perguruan tinggi dalam memberikan layanan pendidkkan terbaik.
Hal senada juga disampaikan Agung Hardjono, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Kepresidenan.
"UT menjadi jawaban permasalahan pendidikan di daerah pinggiran karena mahasiswa dapat merdeka dalam mengembangkan karya tanpa meninggalkan tugas utamanya dalam pengabdian bagi negara dan kelurga," jelasnya.
Secara khusus Agung memberikan apresiasi pada UT yang telah ambil bagian menjadi pelopor pembelajaran jarak jauh, sehingga membantu akselerasi akses pendidkan tinggi untuk kuliah menjadi terjangkau dan fleksibel bagi masyrakat.
https://edukasi.kompas.com/read/2021/05/04/094002871/hardiknas-2021-ut-ingatkan-soal-membangun-akses-pendidikan-tinggi-dari