KOMPAS.com - Selain untuk menguatkan literasi masyarakat, Perpustakaan Nasional (Perpusnas) mengajukan usulan kenaikan anggaran khususnya untuk memperbesar akses bacaan bagi daerah 3T (terdepan, terpencil dan tertinggal).
Sebelumnya, Perpusnas mendapatkan alokasi pagu indikatif RAPBN TA 2022 sebesar Rp 667.521.289.000. Akan tetapi, jumlah tersebut masih harus ditingkatkan untuk menjalankan program peningkatan literasi masyarakat Indonesia.
Karenanya, Perpusnas meminta dukungan dari Komisi X DPR RI atas pengajuan usulan peningkatan anggaran yang telah disampaikan melalui surat kepada Kementerian Keuangan dan Bappenas.
Menanggapi usulan ini, Komisi X DPR RI memberikan dukungan peningkatan anggaran Perpusnas. Hal ini tersampaikan dalam rapat dengar pendapat (RDP) antara Perpusnas dengan Komisi X DPR RI yang diadakan secara hybrid di Gedung Nusantara I, Jakarta, Rabu (2/6/2021).
RDP kali ini membahas tentang peningkatan literasi dengan upaya menambah jumlah buku bacaan untuk daerah.
Akses literasi daerah 3T
Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih memberikan masukan kepada Perpusnas terkait upaya peningkatan literasi yang akan dilakukan untuk memperkuat dasar permintaan peningkatan anggaran Tahun Anggaran 2022.
Legislator dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini mengatakan bahwa Komisi X DPR RI siap mendorong Perpusnas untuk menyiapkan program dan kegiatan pada RAPBN TA 2022, antara lain layanan pemustaka, meningkatkan kegemaran membaca, wahana belajar sepanjang hayat, tempat menghimpun khazanah intelektual budaya bangsa.
Secara khusus, usulan peningkatan anggaran ini diharapkan juga akan memperbesar akses buku bacaan yang dibutuhkan pada kenormalan baru di daerah terutama daerah Terdepan, Terpencil dan Tertinggal (3T).
“Perpustakaan Nasional diharapkan terus berperan aktif dalam mewujudkan peningkatkan kualitas hidup masyarakat di tengah pandemi Covid-19 melalui sumber-sumber bacaan yang berkualitas dan pembudayaan kegemaran membaca sehingga mereka dapat keluar dari belenggu kebodohan dan kemiskinan,” jelas Abdul FIkri.
Selain itu, anggota Komisi X DPR RI Putra Nababan menambahkan dalam menanggulangi krisis yang diakibatkan oleh pandemi Covid-19, Perpusnas harus memberikan pelatihan kepada masyarakat.
“Perpusnas bisa membuat gerakan penanggulangan krisis Covid-19 dengan melatih orang-orang yang disinkronkan dengan UMKM dari Kemenparekraf,” terang Putra.
Sementara itu, legislator dari Fraksi Partai Gerindra Djohar Arifin Husin meminta agar distribusi buku bisa lebih mudah diterima oleh masyarakat daerah pelosok.
Anggota Komisi X DPR RI Rian Firmansyah meminta agar persebaran jumlah buku dan jumlah perpustakaan berstandar nasional di beberapa daerah, khususnya daerah 3T, memiliki bobot khusus dalam upaya meningkatkan literasi masyarakat.
Indonesia "kelaparan buku"
Legislator Fraksi Partai Demokrat Bramantyo Suwondo menekankan bahwa Indonesia pada tahun 2045 akan dipenuhi generasi produktif yang diharapkan membangun negara dalam segi ekonomi dan inovasi.
Dia menambahkan, selain memiliki fungsi untuk meningkatkan minat baca atau meningkatkan produksi buku, perpustakaan juga memiliki andil untuk menjadi pusat aktivitas masyarakat.
“Kalau bicara soal pendidikan, belajar adalah kegiatan lifetime karena tidak berhenti pada pendidikan formal tetapi justru wajib hukumnya untuk menambah ilmu saat masuk ke dunia kerja,” jelas Bram.
Lebih lanjut, anggota Komisi X DPR RI, Adrianus Asia Sidot meyakinkan apabila persepsi tentang pentingnya perpustakaan untuk meningkatkan literasi masyarakat sudah sama antara pemerintah pusat maupun daerah, maka usulan peningkatan anggaran untuk Perpusnas niscaya akan lebih dipertimbangkan.
Legislator PAN Desy Ratna Sari turut memberi masukan agar Perpusnas tidak hanya memperbanyak jumlah fisik perpustakaan, namun juga meningkatkan sisi psikologis masyarakat tentang perpustakaan, sehingga mereka bisa memahami pentingnya perilaku membaca dalam hidup.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Perpusnas, Muhammad Syarif Bando menjelaskan bahwa penghakiman dunia tentang rendahnya kegemaran membaca masyarakat Indonesia harus segera dihilangkan dengan memperbaiki sisi hulu.
Menurutnya, permasalahan bukan ada di minat baca melainkan kurangnya jumlah buku terutama untuk daerah 3T.
“Untuk memperkuat budaya literasi, rasio kecukupan koleksi perpustakaan dengan penduduk saat ini adalah 1 buku ditunggu 90 orang, maka dari itu di tahun 2022 rasio tersebut harus diperkecil.
Akan tetapi dengan anggaran yang minim, angka ketersediaan buku pasti meleset,” ungkap Syarif Bando.
Perpusnas berupaya untuk membuat mirroring data sehingga masyarakat di daerah 3T tidak perlu menunggu lama dan langsung bisa mengakses buku yang diperlukan, sama seperti yang berada di Jakarta.
Syarif Bando memastikan pihaknya akan meningkatkan kerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk mendapat dukungan fasilitas jaringan guna keperluan mirroring data dari kementerian/lembaga lain dalam pemenuhan distribusi koleksi buku bacaan di daerah.
“Perpustakaan mengambil bagian penting untuk mencerdaskan anak bangsa dan visi tingkatan literasi keempat itu jelas bersoal pada eksekusi, akan tetapi hal tersebut mustahil dilakukan dengan anggaran minim. Indonesia kelaparan buku,” pungkasnya.
https://edukasi.kompas.com/read/2021/06/03/103219571/indonesia-kelaparan-buku-komisi-x-dukung-usulan-kenaikan-anggaran-perpusnas