KOMPAS.com - Dalam kondisi kesulitan keuangan, masyarakat kadang gegabah dalam memanfaatkan jasa pinjaman online atau biasa disebut pinjol.
Jasa pinjol saat ini bahkan kian marak di masa pandemi Covid-19. Syaratnya yang mudah untuk mendapatkan pinjaman menjadi salah satu alasan masyarakat menggunakan jasa ini.
Namun siapa sangka bahwa tak semua pinjol terdaftar pada Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Dalam acara Kuliah Tamu Literasi Perbankan Program Vokasi niversitas Katolik Parahyangan (Unpar) bertema 'Hindari Pinjaman Ilegal' memberikan informasi kepada mahasiswa terkait seluk belum pinjol ilegal.
Jasa pinjaman online meningkat saat pandemi
Program vokasi menghadirkan narasumber Kepala Sub Bagian Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK, Kantor Regional 2 Jawa Barat, Teguh Dinurahayu.
"Ada sisi baik dan sisi buruk dari pinjaman online. Banyak kabar miring yang didengar dari pinjol. OJK berfungsi untuk mengatur dan mengawasi perbankan, pasar modal, dan Industri Keuangan Non-Bank (IKNB). Salah satunya yaitu financial techonolgy termasuk pinjaman online," tutur Teguh seperti dikutip dari laman Unpar, Sabtu (10/7/2021).
Teguh mengungkapkan, tren peningkatakan fintech lending sangat tinggi terutama pada era digital dan makin marak penawaran saat kondisi pandemi Covid-19.
OJK temukan ribuan pinjaman online ilegal
Layanan jasa keuangan yang mempertemukan lender dengan borrower melalui aplikasi pun kian marak.
Teguh mengatakan, Peer to Peer Lending (P2P Lending) dimana pemberi modal (lender) akan mendapatkan keuntungan berdasarkan bunga yang dibayarkan pengguna pinjaman dalam jangka waktu tertentu kepada pengguna modal (borrower) melalui penyelenggara PSP Lending.
"Usia mayoritas borrower 70,07 persen berkisar 19-34 tahun dengan akumulasi pinjaman per Maret 2020 yaitu Rp 14,79 triliun," katanya.
Teguh menerangkan, Satgas Waspada Investasu (SWI) menemukan fintech lending illegal hingga April 2020 sebanyak 2.486. Selain itu SWI juga menghentikan 18 kegiatan usaha yang diduga tidak memiliki izin resmi dari otoritas berwenang dan berpotensi merugikan masyarakat.
Ciri-ciri pinjaman online ilegal
Teguh menekankan agar masyarakat dan mahasiswa mengenali 7 ciri pinjol ilegal, yakni:
1. Modus pinjol kerap melakukan penawaran spam SMS.
2. Fee sangat tinggi bisa sampai 40 persen dari total pinjaman.
3. Suku bunga dan denda sangat tinggi, 1-4 persen per hari.
4. Jangka waktu pelunasan sangat singkat dan tidak sesuai dengan kesepakatan.
5. Selalu meminta kontak, foto, video yang akan digunakan untuk meneror pemimjam jika gagal bayar.
6. Melakukan penagihan tidak beretika berupa terror, intimidasi, dan pelecehan.
7. Tidak memiliki layanan pengaduan dan identitas kantor yang jelas.
"Intinya pelaku fintech ilegal tidak memiliki izin resmi dari OJK. Peminjaman sangat sangat mudah, enggak ada pengurus, bunga tidak jelas atau transparan," urai Teguh.
Hasil polling, 13 persen mahasiswa pernah ajukan ke pinjol
Selain itu, total biaya pinjaman tidak terbatas. Sedangkan fintech legal dibatasi 0,05-0,8 persen per hari. Akses hanya sebatas lokasi, kamera, dan mikrofon. Serta maksimum pengembalian (termasuk denda) 100 persen dari pokok pinjaman.
Dalam acara tersebut, dosen pengampu mata kuliah Literasi Perbankan Unpar Lilian Danil melakukan polling atau survei mengenai pengetahuan, pengalaman, dan tindakan mahasiswa tentang pinjol.
Hasil pollingnya menunjukkan bahwa 83 persen mengetahui pinjol, 13 persen mahasiswa sudah pernah mengajukan pinjol, dan 21 persen mahasiswa ingin mengajukan pinjol di masa yang akan datang.
https://edukasi.kompas.com/read/2021/07/10/150158371/ojk-ajak-mahasiswa-kenali-ciri-ciri-pinjol-ilegal