KOMPAS.com – Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Ristek, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) telah memutuskan menggantikan sistem ujian nasional (UN) dengan asesmen nasional (AN) yang direncanakan dilaksanakan pada September hingga Oktober 2021.
Diberitakan Kompas.com, Minggu (11/10/2020), Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim mengatakan, AN 2021 tidak hanya mengevaluasi capaian peserta didik secara individu, tetapi juga mengevaluasi dan memetakan sistem pendidikan.
Sejumlah sekolah saat ini pun sedang sibuk mempersiapkan penyelenggaraan asesmen nasional, tidak terkecuali Sekolah Dasar Negeri (SDN) 3 Karangmalang, Kecamatan Gebog, Kabupaten Kudus.
Guru kelas V SDN 3 Karangmalang Muhammad Arifin mengatakan, pihaknya telah menggelar simulasi online agar siswa punya persiapan ketika mengisi soal-soal Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) Literasi-Numerasi.
“Kami juga kemarin ada penilaian akhir semester (PAS) dan penilaian akhir tahun (PAT) diselenggarakan secara daring. Kami coba mengisi menggunakan Google Form,” kata Arifin saat dihubungi oleh Kompas.com, Sabtu (28/8/2021).
Lewat metode itu, sebut dia, para siswa diharapkan tidak “kaku” saat mengerjakan soal secara online. Ini membuat mereka jadi paham bagaimana cara ujian secara daring.
Ia melanjutkan, SDN 3 Karangmalang bahkan telah mengikuti sampling untuk asesmen nasional. Saat ini pihak sekolah sedang sibuk mempersiapkan infrastruktur penunjang, yakni laptop dan internet.
“Dari infrastruktur Alhamdulillah kami tidak ada masalah. Dari kami sudah ada pendataan terkait hal itu,” ungkap Arifin.
Tak hanya itu, lanjut dia, pihak sekolah juga sudah menyiapkan buku-buku penunjang AKM untuk membantu mereka belajar. Di buku itu, mereka diajari tentang numerasi dan literasi AKM. Lalu ada juga survei karakter yang masih terus dipelajari hingga saat ini
Bukan cuma di SDN 3 Karangmalang, persiapan pelaksanaan asesmen nasional sedang pula gencar dilakukan Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 45 Jakarta.
Kepala SMPN 45 Jakarta, Satar mengungkapkan, pihaknya sudah siap melaksanakan AN 2021. Hal ini terlihat dari kesiapan infrastruktur, sumber daya manusia (SDM), kesiapan teknis, hingga persiapan para siswa dan orangtua.
“Pertama ya kami berikan arahan kepada siswa dan orangtua mengenai apa itu asesmen nasional, agar 45 orang siswa itu tidak kaget. Karena kan polanya lebih mudah dari UN tapi sistemnya mungkin hampir sama,” jelas Satar melalui wawancara bersama Kompas.com, Sabtu (4/9/2021).
Selain itu, sambung dia, pihak sekolah pun memberikan buku-buku penjelasan tentang AN. Ini dimaksudkan agar para siswa mafhum mengenai konsep dan pelaksanaanya, sehingga tidak merasa stress.
“Pihak sekolah memberi tahu saja persiapannya seperti apa. Kami ingin pelaksanaan berjalan lancar dan mendapatkan hasil yang memuaskan, jadi kami persiapkan dengan sebaik mungkin,” paparnya.
Tidak hanya sosialisasi dan persiapan peserta didik, Satar berujar, pihaknya telah sudah pula menyiapkan SDM, mulai proktor, operator, hingga pengawas untuk pelaksanaan asesmen nasional,
Begitu pula dengan kesiapan infrastruktur penunjang asesmen nasional. Jadi laptop dan internet sudah dipersiapkan sedemikian rupa.
“Kami bahkan berpikir untuk membantu sekolah lain agar bisa melaksanakan asesmen nasional dengan lancar,” tutur dia.
Menurutnya, ketersediaan dan kemudahan akses informasi turut membantu persiapan pelaksanaan asesmen nasional di SMPN 45 Jakarta, termasuk dalam menyusun standar prosedur operasional (SOP).
“Bagaimana datang awal masuknya pakai thermo gun. Di depan sudah disiapkan air mengalir dengan sabun. Ruangan juga dibatasi maksimal 15 anak,” jelasnya.
Guru dari SDN 3 Karangmalang, Arifin, mengaku optimistis pelaksanaan asesmen nasional (AN) akan sangat membantu pemetaan pendidikan. Ini sekaligus menjadi ajang untuk membentuk kompetensi dan karakter murid.
Menurutnya, lewat asesmen nasional, anak-anak akan lebih paham mengenai konsep dan pengerjaan ujian.
“Memang untuk AN ini membutuhkan proses yang lebih lama, tapi input-nya tentu akan lebih baik ketimbang UN. Kalau UN dulu itu kan lebih mengedepankan nilai daripada proses, sehingga banyak siswa yang berusaha menggunakan cara apapun untuk lulus,” ujarnya.
Senada dengan Arifin, Satar melihat asesmen nasional sebagai “angin segar” bagi dunia pendidikan. Sebab, menurut dia, asesmen nasional memiliki mekanisme yang lebih praktis.
Sebab peserta yang ikut AN tidak terlalu banyak sehingga hanya membutuhkan beberapa pengawas.
“Misalnya saja di kami kelas delapan itu ada delapan kelas, hanya diambil 45 siswa, itu artinya hanya satu setengah kelas. Persiapannya lebih praktis,” ujarnya.
Jika dibandingkan dengan UN, Satar melihat bahwa asesmen nasional memiliki peluang yang lebih baik ke depannya karena penekanan penilaian pada karakter bukan nilai.
Karena beranggapan membawa dampak yang lebih positif, ia mengaku sangat mendukung kebijakan asesmen nasional.
“Nilai survei sebagai pola yang baik, kesadaran baik. Artinya, secara pribadi mendukung dan optimistis hasilnya akan lebih baik,” kata dia.
Hal tersebut sangat bertolak belakang dengan UN yang menjadikan nilai sebagai tolak ukur siswa untuk masuk ke jenjang berikutnya.
“Itu kan beban luar biasa, penekanannya bukan pada karakter. Semua mengejar nilai, bahkan mungkin bisa memunculkan hal-hal negatif,” ucap Satar.
Tak hanya pihak sekolah, optimisme akan pelaksanaan asesmen nasional tersebut turut disuarakan Alya (36), salah satu orangtua murid SDN 3 Gribig.
Menurutnya, asesmen nasional saat ini sangat tidak memberatkan para siswa. Hal ini sangat kontras dengan pelaksanaan UN yang dinilai sebagai momok.
“Kalau UN zaman dahulu itu kan bisa sampai gila-gilaan ya belajarnya. Bisa sampai tekanan sekali sampai ada doa bersama dan istighosah bersama. Kalau AN ini kan kayaknya lebih enak ya, slow aja begitu,” ujar Alya saat dihubungi Kompas.com, Minggu (29/8/2021).
Terkait hasil asesmen nasional yang akan diperoleh anak nanti, Alya mengatakan tidak ingin terlalu khawatir. Pasalnya, ia mengaku bukan tipe orangtua yang berorientasi pada hasil.
“Saya lebih senang kalau misal anak itu hobi atau pintar dalam sesuatu. Mungkin yang paling diharapkan ya dari tes-tes karakter itu. Karena karakter selama ini kan sering diabaikan,” ujarnya.
Lebih lanjut, dia mengaku yakin adanya asesmen nasional bisa membangun karakter yang lebih baik untuk anak-anak.
“Karena ini berbeda dengan UN, saya tidak akan cemas. Justru hasil yang apa adanya itu mungkin bisa menjadi bahan evaluasi atau pembelajaran yang baik untuk anak-anak,” kata dia.
Paralel dengan persiapan pelaksanaan asesmen nasional, sejumlah sekolah juga telah mempersiapkan pelaksanaan pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas.
Dari SMPN 45 Jakarta, Satar mengaku bahwa persiapan yang dilakukan sejauh ini sudah sangat padat dan lengkap. Pihak sekolah telah melakukan simulasi pelaksanaan PTM terbatas.
“Semua infrastruktur sudah dilakukan. Dari mulai tempat cuci tangan di gerbang, lapangan, dan setiap kelas. Kami buat simulasi bagaimana orangtua mengantar, anak-anak diukur suhunya, bagaimana mereka cuci tangan, bagaimana kurikulum, dan SOP-nya seperti apa. Itu semua sudah kami petakan,” paparnya.
Bahkan, lanjut dia, pihak sekolah juga telah menyiapkan skenario jika ada siswa atau guru di sekolah yang sakit.
Caranya dengan membawa mereka dengan sejumlah fasilitas kesehatan (faskes) terdekat. Menurut Satar, pihak sekolah sudah menjangkau sejumlah faskes untuk diajak bekerja sama.
“Lokasi faskes tidak jauh dan sangat terjangkau, rumah sakit (RS) juga terjangkau. Kalau memang nanti ada klaster baru, kami siap berhenti dan evaluasi. Itu semua sudah disiapkan dan sudah satu paket,” ujarnya.
Terkait pelaksanaan vaksinasi, Satar menjelaskan, para guru, tenaga pendidikan (tendik), hingga siswa sudah hampir semuanya mendapatkan vaksin.
“Di SMPN 45 itu guru sudah 100 persen, tendik 100 persen, peserta didik ada sekitar 98 persen divaksinasi. Itu tidak bisa semua karena ada yang beberapa kurang sehat,” ungkap dia.
Meski demikian, menurut penjelasan Satar, tidak semua mata pelajaran (mapel) akan diajarkan di sekolah. Hanya beberapa mapel dengan keterbatasan metode daring saja yang akan diberikan.
“Mapel seperti matematika, Bahasa Inggris, ilmu pengetahuan alam (IPA), dan Bahasa Indonesia itu sulit jika tidak diajarkan secara langsung. Lainnya akan tetap dengan metode pembelajaran jarak jauh (PJJ) seperti biasa, baik kelas tujuh, delapan, dan sembilan,” terangnya.
Lebih lanjut, Satar mengungkapkan bahwa pihak sekolah merasa siap dan bersemangat untuk menyambut pelaksanaan PTM terbatas tahun ini.
“Dari guru-guru itu juga sudah rindu untuk mengajar secara langsung. Intinya semua sudah disiapkan. Kami siap jalan, tinggal menunggu bel dibunyikan,” celetuknya.
Semangat menyambut PTM terbatas juga diungkapkan salah satu orangtua murid bernama Lilis (37) dari SD Islam Raudhah Bumi Serpong Damai (BSD), Kecamatan Serpong, Tangerang Selatan (Tangsel).
Ia mengaku tidak sabar menantikan realisasi PTM terbatas di sekolah. Sebab, selama ini ia merasa pembelajaran akan lebih efektif jika dilangsungkan secara offline.
“Saya setuju kalau anak ikut PTM terbatas. Jika melihat kondisi sekarang ini juga kan sepertinya kasus sudah menurun. Kalau di sini itu sudah masuk level tiga,” ungkapnya.
Lilis merasa yakin dan percaya bahwa pihak sekolah sudah menyiapkan skenario PTM terbatas dengan baik dan benar.
“Saya percaya saja, sih, kalau sekolah sudah mempersiapkan dengan oke. Di sekolah bahkan ada website khusus untuk informasi lengkap terkait Covid-19,” tutur dia.
Sebelumnya, Mendikbud Ristek Nadiem Makarim menegaskan, daerah dengan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) level 1-3 boleh menggelar PTM terbatas.
Diberitakan Kompas.com, Rabu (25/8/2021), Nadiem menjelaskan, opsi PTM terbatas sudah diatur dalam surat keputusan bersama (SKB) 4 menteri terkait panduan pelaksanaan pembelajaran di masa pandemi Covid-19.
Nadiem bahkan mendorong pemerintah daerah (pemda) dan masyarakat melaksanakan PTM, khususnya di wilayah PPKM level 1-3.
https://edukasi.kompas.com/read/2021/09/08/094011971/optimisme-sekolah-sambut-asesmen-nasional-dan-ptm-terbatas