Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

ARMY, Yuk Intip Buku Favorit Suga BTS Berjudul Almond

Penerjemah: Suci Anggunisa Pertiwi | Penulis: Pramonoadi (Editor Grasindo)

KOMPAS.com - Belakangan ini, marak bertebaran baliho wajah tokoh-tokoh politik di berbagai tempat.

Banyak yang menduga ini sebagai pemanasan jelang pilpres (pemilihan presiden) 2024, tetapi, tidak sedikit yang mengkritik cara itu.

Di tengah jungkir balik bangsa ini menghadapi pandemi yang seakan tak berujung, tokoh-tokoh yang ada di berbagai baliho itu dinilai tidak punya sense of crisis atau kepekaan dalam menghadapi krisis yang dirasakan sebagian besar masyarakat.

Situasi pandemi, politik membuat semua orang lelah kan? Untuk itu, kita tinggalkan saja masalah itu, biarkan para analis dan pengamat politik yang membahasnya.

Sekarang, kita fokus kepada sesuatu yang membangkitkan harapan. Salah satunya adalah novel Almond. Bahkan Suga dari Boyband  BTS  sempat ketahuan membaca buku ini juga. 

Novel remaja Korea yang membangkitkan empati. Novel Almond adalah novel yang memberi harapan dan mengajarkan pada kita semua bahwa setiap anak lahir dalam kondisi suci dan bersih bagai kertas putih kosong.

Tokoh utama dalam novel Almond ini didiagnosa menderita Alexithymia atau ketidakmampuan mengungkapkan emosi serta merasakannya.

Alexithymia merupakan penyakit kejiwaan yang dilaporkan pertama kali pada jurnal kesehatan tahun 1970-an.

Alexithymia terjadi dapat karena kurang berkembangnya rasa emosional selama masa kanak-kanak, pasca-gangguan stres traumatis, atau bisa juga terjadi karena penderita dilahirkan dengan amigdala yang berukuran kecil.

Rasa takut adalah emosi yang paling tidak dapat diidentifikasi oleh bagian otak ini. Penderitanya tidak dapat merasakan emosi dan tidak bisa membaca emosi orang lain sehingga mengalami kebingungan dalam merespons emosi.

Karena itu, yang terjadi pada tokoh utama di dalam novel Almond ini adalah “amigdala” di dalam kepalanya tidak tumbuh seperti anak normal lainnya.

Setiap orang memiliki ‘amigdala’. Letaknya jauh terbenam di belakang telinga hingga ke dalam kepala. Amigdala adalah sekelompok saraf yang bentuknya kurang lebih sebesar biji almond. Namun, sepertinya ada masalah dengan ‘almond’ di dalam kepala Yoonjae, si tokoh utama.

Oleh karena itu, ia tidak dapat memahami mengapa orang lain tertawa atau menangis. Ia juga tak bisa merasakan dengan jelas apa itu rasa bahagia, sedih, cinta, dan takut. Baginya, emosi dan empati hanyalah bayang-bayang samar. Bahkan, ia tidak dapat menunjukkan respons yang tepat pada saat temannya jatuh atau terluka, ia tak membantu atau bahkan sekadar untuk menyatakan empatinya.

Karena kekurangannya itu, Yoonjae dijuluki monster. Walaupun keadaan Yoonjae seperti itu, ibunya tak menyerah. Ibunya sekuat tenaga menutup-nutupi keadaan anaknya yang berbeda itu. Ibunya selalu mengajarkan bagaimana respons yang mesti dilakukan oleh YoonJae jika orang sedang merasa kesakitan, ketakutan, atau ketika bahagia.

Hingga YoonJae remaja pun terbiasa merespons berbagai kondisi emosi lawan bicaranya meskipun ia tak mampu menampakkan perubahan ekspresi seperti orang normal lainnya. Namun, semuanya berbalik. Diawali dari Yoonjae berjumpa dengan “monster” lainnya, seorang berandalan bernama Gon. Monster yang suka memukuli Yoonjae dan penasaran dengan kondisinya yang tidak bisa merasakan sakit dan tak mengaduh sama sekali ketika ditendang dan dihajar hingga babak belur.

Bahkan, Yoonjae tidak pernah membalas perlakuan kasar Gon kepadanya. Alih-alih balik memukul atau menyerang, Yoonjae malah menunjukkan “rasa kasih” kepada Gon. Suatu “perasaan” yang selama ini asing bagi Yoonjae. Bahkan, Yoonjae dapat berbincang dan mendiskusikan hal-hal menarik bersama Gon.

Sohn Won-Pyung, pengarang novel ini, menulis, “Apakah anak ini dapat terus memberikan cinta tanpa peduli bagaimana dia tumbuh nanti?”, “Apakah aku sendiri juga bisa memberikan cinta?” Ternyata, seseorang yang dilabeli sebagai monster karena tidak dapat menunjukkan emosi yang tepat dan empati pada kemalangan orang lain mampu menunjukkan “rasa kasih”-nya.

Hal ini menjadi tamparan keras bagi kita semua yang belum pandai dalam mengelola empati. Seseorang yang tak dapat merasakan emosi seperti sosok Yoonjae saja mampu merespons dengan tepat kemalangan orang lain. Lalu, kita sebagai orang “normal”, kenapa tidak bisa? Atau jangan-jangan “nurani” kita yang sakit! Semoga tidak.

Penasaran dengan bukunya? Nah, kamu bisa mencari tahu detailnya dengan membeli di
https://www.gramedia.com/products/almond/

Jangan lupa, dapatkan diskon 20% dengan mengisi link ini https://bit.ly/voucher_artikel/

https://edukasi.kompas.com/read/2021/09/08/153000571/army-yuk-intip-buku-favorit-suga-bts-berjudul-almond

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke