KOMPAS.com - Beberapa bulan lalu, kasus Covid-19 di Indonesia kembali naik tajam. Tak heran jika pemerintah menerapkan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat.
Meski demikian, kini kasus Covid-19 mulai menurun. Untuk itulah Dekan Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Prof. Dr. Reviono, dr., Sp.P(K)., memberikan tanggapan.
Prof. Reviono memberikan tanggapan potret pelaksanaan PPKM Darurat khususnya di Jawa Tengah. Ada tiga parameter, yakni epidemiologi, surveilans, pelayanan kesehatan.
Epidemiologi
Dijelaskan, tren kasus baru dan positive rate saat ini jelas memperlihatkan penurunan di Jawa Tengah.
Hal tersebut didukung oleh data tren kasus Covid-19 hingga September 2021 di Jawa Tengah yang dipaparkan oleh Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, dr. Wahyu Setianingsih, M.Kes. (Epid), positive rate mulai mendekati presentase ideal di angka 5 persen.
Surveilans
Surveilans kesehatan menjadi parameter kedua merujuk pada jumlah tes yang dilakukan. Dari sumber data yang sama, capaian testing Jawa Tengah telah melebihi 100 persen.
Presentase tersebut menjadi gambaran terpenuhinya target tes yang berawal dari proses tracing. Prof. Reviono menilai target tes yang terpenuhi memperlihatkan PPKM yang berjalan baik.
Pelayanan kesehatan
Mengenai pelayanan kesehatan menurut Prof. Reviono mengarah pada ketersediaan jumlah kasur yang terisi untuk penanganan kasus Covid-19.
Data tren pemakaian tempat tidur pasien Covid-19 mencatat 9,8 persen yang terpakai untuk isolasi dan 20 persen yang terpakai untuk ICU.
"Melihat ketiga parameter ini Jawa Tengah dalam kondisi membaik," ujar Prof. Reviono seperti dikutip dari laman UNS, Minggu (12/9/2021).
Dari parameter itu menurutnya di Jawa Tengah ini jelas turun atau bisa dikatakan membaik. Apalagi sudah dibuktikan kabupaten yang sudah (zona) kuning.
Kendati demikian, Prof. Reviono mengatakan bahwa mutasi virus akan terjadi secara terus menerus dengan mengubah beberapa sifat virus.
Mutasi virus dengan kemampuan penularan yang cepat akan berpengaruh kembali naiknya kasus positif. Mutasi lainnya dapat berpengaruh pada sifat keganasan dan ketahanan terhadap vaksin.
Tentu, kondisi ini tetap menjadi “rambu kuning” bagi masyarakat agar mewaspadai segala kemungkinan yang dapat terjadi.
Kedisiplinan penduduk menjadi hal yang menurut Prof. Reviono perlu menjadi sorotan masyarakat, dalam hal ini adalah kesadaran memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan apabila sakit.
Peningkatan kasus Covid-19 sebelumnya dinilai karena masyarakat yang enggan memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan ketika sakit.
Berdiam diri di rumah dapat memperbesar kemungkinan penularan virus apabila tidak terdeteksi oleh tenaga kesehatan.
Masukan pada pemerintah
Dekan FK UNS ini memberikan masukan kepada pemerintah selaku perumus kebijakan bahwa sequencing rutin secara periodik dari virus kasus-kasus baru perlu terus untuk dilakukan.
Hal tersebut perlu ditekankan mengingat tujuannya adalah menilai ada atau tidaknya mutasi virus.
"Kalau tidak ada (mutasi), virusnya sama dengan yang lain, berarti karakter virus itu seperti yang sudah-sudah. Mungkin kita tidak ada treatment baru," katanya.
"Tapi kalau virusnya berubah, nah ini berarti namanya variant of interest. Jadi kita ada kecenderungan kemungkinan ini akan terjadi perubahan karakter dari virus tadi," jelas Prof. Reviono.
Tak hanya itu saja, menahan Warga Negara Asing (WNA) untuk tidak masuk ke Indonesia, khususnya orang yang berasal dari negara yang tinggi varian mutasinya juga penting dilakukan.
"Pemerintah mesti berkaca dari pengalaman sebelumnya dalam mengatur WNA yang masuk ke Indonesia," tandasnya.
https://edukasi.kompas.com/read/2021/09/13/060900071/dekan-fk-uns-beri-tanggapan-pelaksanaan-ppkm-di-jawa-tengah