KOMPAS.com - Banyak penemuan-penemuan dari akademisi di perguruan tinggi yang bisa menjadi solusi permasalahan di tengah masyarakat.
Inovasi dan ide dari akademisi ini menjadi bagian dari Tri Dharma perguruan tinggi untuk turut memecahkan masalah yang terjadi di masyarakat.
Seperti yang dilakukan mahasiswa Universitas Negeri Semarang (Unnes) yang tergabung dalam tim Program Holistik Pembinaan dan Pemberdayaan Desa (PHP2D) Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Matamatika dan Pengetahuan Alam (FMIPA).
Mereka membantu warga Sangup, Musuk, Boyolali, Jawa Tengah dalam program pemberdayaan pembuatan pakan ternak melalui penerapan teknologi tepat guna.
Saat bencana alam erupsi Gunung Merapi tahun 2010 silam desa ini turut terdampak.
Mahasiswa Unnes beri solusi krisis pakan ternak
Warga desa Sangup sebagian besar bekerja sebagai petani. Namun beberapa warganya juga memelihara hewan ternak seperti sapi, kambing, dan burung puyuh.
Adanya hujan abu vulkanik saat terjadi erupsi Merapi yang mengguyur desa ini, warga sekitar kesulitan mencari rumput untuk pakan ternaknya.
Hal ini disebabkan sebagian besar rumput yang biasa digunakan untuk pakan ternak tertutup abu vulkanik.
Kondisi ini menyebabkan adanya krisis pakan ternak terlebih saat erupsi Merapi.
"Tujuan dari program ini adalah untuk mengatasi permasalahan yang ada di Desa Sangup. Selain itu kami juga ingin memberikan manfaat dalam bidang sosial ekonomi," kata Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan FMIPA Unnes, Parmin seperti dikutip dari laman resmi Unnes, Selasa (21/9/2021).
Praktik membuat pakan ternak alternatif
Menurut Parmin, pakan ternak yang dihasilkan tersebut tidak hanya untuk persediaan saja. Tetapi dapat digunakan sebagai produk bernilai ekonomi.
Tim Program Holistik Pembinaan dan Pemberdayaan Desa (PHP2D) BEM FMIPA Unnes dinisiasi 15 mahasiswa dan satu dosen pendamping.
Program ini dilakukan bersama dengan Kelompok Tani Mudi Makmur desa Sangup.
"Dalam program ini, kami praktik pembuatan pakan ternak alternatif berupa pelet," tandas Parmin.
Bahan pokok yang digunakan dalam pembuatan pelet tersebut ialah 95 persen Hijauan Pakan Ternak (HPT).
Bahan yang digunakan
Pemilihan bahan dasar tersebut disesuaikan dengan ketersediaan sumber daya alam yang ada di desa. Sehingga bisa meminimalisir biaya yang diperlukan.
"HPT berupa rerumputan yang telah dicacah dicampur dengan bahan tambahan berupa cairan seperti vitamin, ragi, dan probiotik sebanyak 2 persen," ungkap Parmin.
Selain itu, ditambahkan 5 hingga 6 persen tepung tapioka.
Bahan yang digunakan tersebut sudah difermentasikan terlebih dahulu 5 hari sebelumnya yang kemudian diubah menjadi pelet sebagai pakan ternak alternatif.
Dalam prosesnya, pembuatan pelet tersebut menggunakan mesin pembuat pelet sebagai bagian dari aplikasi teknologi tepat guna.
Produksi pelet untuk dijual kembali
Kegiatan PHP2D ini dijalankan dalam kurun waktu 5 bulan, mulai dari Juli-November 2021.
Kegiatan yang telah terlaksana dalam program ini sampai awal September diantaranya pembekalan terhadap tim PHP2D.
"Sosialisasi program dengan perangkat desa, koordinasi dengan dinas terkait, serta sosialisasi pembuatan pelet," jelasnya.
Selain sosialisasi, pelatihan dan pendampingan pembuatan pakan ternak, dalam program ini juga dilakukan kegiatan lainnya.
Antara lain pelatihan pembuatan hand sanitizer, sosialisasi kebiasaan baru serta penyuluhan kewirausahaan melalui penjulan hasil produksi dari pelet.
Ketua Tim PHP2D, Mohammad Qois menambahkan, kehadiran BEM FMIPA Unnes di Desa Sangup ini diharapkan mampu memberikan semangat baru bagi masyarakat di tengah pandemi Covid-19.
https://edukasi.kompas.com/read/2021/09/22/070000471/mahasiswa-unnes-bantu-warga-buat-pakan-ternak-alternatif-ini-caranya