KOMPAS.com - Bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak pernah melupakan sejarah, termasuk sejarah Keraton Yogyakarta.
Karena itu, semua seharusnya memahami dan mengenal sejarah Keraton terutama kontribusinya dalam mengukir sejarah dunia pendidikan di Tanah Air.
Demikian diungkapkan Ketua DPP IKA Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Prof. Suyanto, Ph.D., pada Karangmalang Education Forum # 11, secara daring dan luring, Selasa (28/9/2021).
"Walau sekarang sudah memasuki era digitalisasi dan industrialisasi, namun para generasi muda jangan pernah lupa akan sejarah dan agar terus bisa menjaga budaya serta kearifan lokal," ungkap Prof. Suyanto seperti dikutip dari laman UNY, Kamis (30/9/2021).
Profesor Suyanto yang juga menjabat sebagai Ketua Majelis Guru Besar (MGB) UNY ini berharap acara seminar seperti ini bisa rutin diselenggarakan minimal dua minggu sekali.
Tentu sebagai ajang silaturahmi antar sesama alumni dan berbagi ilmu pengetahuan dengan memegang teguh prinsip belajar sepanjang hayat.
Menurutnya, sebuah Perguruan Tinggi yang handal tidak mungkin akan berdiri sendiri tanpa campur tangan para alumni di dalamnya serta didukung sinergi yang kuat antara sivitas akademika dengan para alumni.
Nilai-nilai budaya dari keraton
Dalam paparannya, Heri Dendi (Ahli Pendidikan Keraton Yogyakarta) menjelaskan, nilai-nilai budaya dan filosofi awalnya berasal dari Keraton dan direspon oleh kampung lalu diolah oleh kampus sehingga menjadi sebuah pemikiran yang ilmiah.
Hal inilah yang membuat ciri khas pendidikan di Yogyakarta berbasis pada budaya lokal dengan membentuk sebuah keharmonian antara budaya serta ilmu pengetahuan.
"Kraton, Pesantren, Muhammadiyah, Tamansiswa dan Barat saling berkaitan satu sama lain serta tidak bisa dipisahkan sebagai lima pilar pendidikan di negeri ini terutama di Yogyakarta," kata Heri Dendi.
Dikatakan, tata pergaulan, tata susila dan tata krama seperti menyapa dengan senyum, hormat kepada sesama, merawat bahasa daerah, dan gotong royong menjadi ciri khas pendidikan di Yogyakarta yang berbasis pada kebudayaan.
Sementara narasumber lain, Ir. Yuwono Sri Suwito, M.M (Dosen Universitas Widya Mataram) mengungkapkan, kegiatan pendidikan di keraton sudah berlangsung dari dulu.
Antara lain belajar menunggang kuda, memanah, meyungging wayang, melaras gamelan, memelihara bendungan dan memelihara tanaman sudah berlangsung sejak zaman Sri Sultan HB I pada tahun 1757.
Namun seiring dengan berlalunya waktu dan bergantinya pemerintahan maka materi pelajaran yang diberikan juga berbeda walau intinya sama yaitu mendalami dan memahami serta nguri-uri budaya lokal.
Pelajaran yang tidak akan lekang oleh waktu dan senantiasa diajarkan di lingkungan keraton adalah:
Ferry T. Indratno, S.Pd., Hum., (Penggiat Program POP Kemendikbud Ristek) berpendapat bahwa menerapkan pendidikan khas Yogya banyak bersumber dari Keraton bisa dimulai dari sekolah.
Dari sekolah-sekolah tentu melalui buku paket yang menjadi sumber dari tema pembelajaran dan melalui aktivitas Kegiatan Belajar Mengajar (KBM).
"Untuk membangun budaya di sekolah dengan menjadikan kepala sekolah dan guru menjadi role model dan memberikan ruang bagi para siswa untuk berkreativitas dan berinovasi dibidang budaya," terangnya.
Seperti membuat lagu, membuat yel-yel, membuat simbol yang melambangkan kebudayaan lokal.
https://edukasi.kompas.com/read/2021/10/01/060900671/webinar-uny--seperti-ini-nilai-luhur-pendidikan-khas-yogyakarta