KOMPAS.com - Merencanakan pensiun sejak muda apakah perlu? Ternyata hal ini sangat penting, terutama menyiapkan finansial demi masa tua yang lebih sejahtera.
Hal itu menjadi topik menarik pada webinar Kewirausahaan Sosial UGM bersama Kelas Finansialku beberapa waktu lalu. Adapun narasumbernya ialah Gembong Suwito, Financial Planner Finansialku.
Dalam paparannya, Gembong menyampaikan materi tentang pentingnya perencanaan pensiun.
Berdasarkan data, sebanyak 9 dari 10 orang Indonesia belum siap menghadapi masa pensiun dan 65 persen orang Indonesia hidup tidak sejahtera di masa pensiunnya.
Selain itu, usia harapan hidup yang dimiliki oleh laki-laki ternyata lebih pendek dibandingkan dengan perempuan.
"Berdasarkan Biro Pusat Statistik per 13 Mei 2021, rata-rata usia harapan hidup pria adalah 69 tahun, sedangkan perempuan adalah 73 tahun," ujar Gembong seperti dikutip dari laman Fisipol UGM, Jumat (19/11/2021).
Harus berhitung sejak usia muda
Terkait data itu, terdapat beberapa kesalahan umum yang menyebabkan masa pensiun tidak sejahtera. Di antaranya adalah tidak berhitung saat usia muda, apakah harus merencanakan pensiun atau tidak karena masih lama.
Kemudian, seseorang cenderung mengandalkan kantor untuk dana pensiun dan jaminan hari tua, padahal itu saja tidak cukup.
Kesalahan lain ialah tidak melakukan investasi, kebanyakan orang hanya menabung. Investasi atau menabung tersebut juga tidak dimulai sejak dini.
Bahkan, yang lebih fatal yakni apabila seseorang memiliki utang jangka panjang, seperti KPR (Kredit Pemilikan Rumah) dan KTA (Kredit Tanpa Agunan).
Saat merencanakan pensiun, kita harus mengelola keuangan yang bersumber dari pemasukan aktif (uang hasil bekerja), pemasukan investasi (saham, obligasi, peer to peer, deposito), dan pemasukan pasif (seperti kontrakan).
Langkah selanjutnya adalah melakukan proteksi saat pensiun dengan memiliki asuransi jiwa, penyakit kritis, dan kesehatan.
"Minimal kita punya proteksi saat pensiun karena secara pengalaman, biaya yang paling besar adalah biaya kesehatan, kita aman jika sudah punya proteksi, setidaknya tidak menyusahkan (orang lain/keluarga)," tutur Gembong.
Terkait distribusi kekayaan
Tak hanya itu, Gembong juga menjelaskan tentang distribusi kekayaan, yakni bagaimana proses pemindahan kekayaan dari pemilik kepada orang yang diharapkan, dalam kondisi sebelum atau sesudah pemilik meninggal dunia.
Pemindahan kekayaan ketika pemilik masih hidup disebut hibah, sedangkan jika pemilik sudah meninggal disebut waris.
Untuk diketahui, orangtua boleh memindahkan kekayaannya kepada anak selama masih hidup yang diatur dengan KUH Perdata.
Dengan syarat dilakukan dengan cuma-cuma, tidak dapat ditarik kembali, harta yang dihibahkan adalah harta yang sudah ada, dilakukan dengan akta notaris, penerima bisa menerima secara tegas, dan suami istri dilarang saling menghibahkan.
https://edukasi.kompas.com/read/2021/11/27/060700571/webinar-ugm-yuk-rencanakan-masa-tua-sejahtera-sejak-dini