KOMPAS.com - Seiring kemajuan teknologi dan demi mengurangi bahan bakar fosil, kendaraan kini mulai beralih jadi bertenaga listrik. Seperti halnya mobil listrik.
Salah satu komponen utamanya ialah baterai. Menurut c, Afriyanti Sumboja, Ph.D., teknologi baterai yang saat ini digunakan untuk bahan bakar mobil listrik masih bisa terus dikembangkan.
Hal ini disebabkan masih banyak keterbatasan yang dimiliki oleh baterai dari segi kinerjanya, seperti kapasitas energi yang relatif kecil dan harga material baterai yang sangat mahal.
Dengan melihat kinerja baterai yang dipengaruhi oleh dua aspek, yaitu densitas daya dan densitas energi, ia yakin bahwa permasalahan yang selama ini dimiliki baterai dapat diatasi.
"Dalam melihat performa baterai, ada dua aspek yang bisa kita tinjau, yaitu densitas daya dan densitas energi," ujarnya seperti dikutip dari laman ITB, Jumat (26/11/2021).
Dijelaskan, densitas daya merupakan kemampuan kecepatan baterai dalam menghantarkan energi, sedangkan densitas energi adalah banyaknya energi yang dapat disimpan oleh baterai.
Dikatakan, baterai merupakan seperangkat alat yang terdiri dari katoda, anoda, larutan elektrolit, dan separator.
Katoda merupakan oksida logam yang biasanya mengandung bahan baku zat litium, sedangkan anoda adalah senyawa logam yang biasanya terbuat dari karbon.
Pada penerapannya, baterai yang menggunakan litium sebagai bahan baku pembuatan katoda kurang memiliki kapasitas energi yang tinggi sehingga penggunaan mobil listrik yang bersumber bahan bakar baterai ini tidak menjadi efektif karena jarak tempuhnya yang relatif kecil.
Usulkan nikel jadi bahan baku baterai
Oleh karena itu, Afriyanti bersama peneliti lain mengusulkan nikel sebagai bahan baku pengganti untuk pembuatan katoda baterai.
Nikel merupakan salah satu unsur yang memiliki kelebihan dalam menghasilkan kapasitas energi yang tinggi akibat reaksi reduksi/okdisasi yang terjadi.
Namun, karena sisi negatif yang dimilikinya, yaitu tidak stabil, maka diperlukan bantuan unsur lain dalam proses pembuatannya.
Dalam hal ini, Mn dan Co dipilih sebagai unsur pelengkap bahan baku pembuatan katoda karena sifatnya yang stabil sehingga bisa mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh nikel.
Sisi positif dari penggunakan nikel adalah reaksi reduksi oksigen yang dapat menghasilkan densitas energi yang tinggi. Sisi negatifnya, material ini tidak stabil sehingga densitas energi yang dihasilkan akan cepat turun atau dengan kata lain, baterai akan cepat rusak.
"Oleh karena itu, unsur Co dan Mn dibutuhkan untuk menjaga stabilitas strukturnya," jelasnya.
Akibat dari sisi positif dan negatif yang dimiliki masing-masing unsur, pembuatan katoda dengan bahan baku ini memerlukan komposisi yang tepat agar produk yang dihasilkan memiliki kualitas yang baik.
Hingga kini, jenis baterai yang dikembangkan dengan material ini memiliki dua tipe, yaitu NCA dan NCM. Kedua tipe ini digolongkan berdasarkan jenis unsur material digunakan, misalkan NCM yang terbuat dari nikel, cobalt, dan mangan.
Tekan biaya jadi lebih murah
Dia menegaskan bahwa perkembangan teknologi baterai di masa depan akan semakin meningkat pesat karena kebutuhan energi di alam semesta cukup beragam.
Selain itu, semua orang di muka bumi ini pasti menginginkan suatu teknologi baterai yang aman, tahan lama, cepat dalam pengisian daya, dan tentunya dapat dibuat dengan biaya yang relatif murah.
Teknologi baterai ini akan terus berkembang karena kebutuhan masyarakat terhadap energi makin beragam bentuknya.
Berikut merupakan faktor-faktor yang akan memengaruhi perkembangan teknologi baterai, yaitu:
https://edukasi.kompas.com/read/2021/11/27/134502571/dosen-itb-kembangkan-teknologi-baterai-mobil-listrik-agar-lebih-murah