JAKARTA, KOMPAS.com - Industri 4.0 memberi sejumlah tantangan bagi pelaku bisnis. Salah satunya, sumber daya manusia (SDM) yang kompeten.
Pada era ini, individu dengan skill yang spesifik dibutuhkan perusahaan agar mampu bersaing. Sebagai contoh, SDM andal bidang investasi, branding, hukum bisnis internasional, dan hospitality.
Tren kebutuhan SDM tersebut sudah diprediksi oleh sektor pendidikan, terutama sekolah bisnis. School of Business and Economics (SBE) Universitas Prasetiya Mulya, misalnya, sudah mempersiapkan kurikulum pendidikan untuk menjawab kebutuhan SDM di era industri 4.0.
Dekan SBE Universitas Prasetiya Mulya Dr Fathony Rahman mengatakan, SDM dengan kompetensi yang relevan perlu dipersiapkan oleh pendidikan tinggi guna mengimbangi perkembangan zaman yang kian dinamis.
Oleh karena itu, akademisi di universitas perlu meninggalkan mindset atau pola pikir tradisional. Hal ini bertujuan agar kampus dapat menganalisis peluang-peluang bisnis di masa depan. Dengan demikian, mahasiswa mendapatkan kompetensi sesuai kebutuhan bisnis.
Cara tersebut diimplementasikan SBE Prasetiya Mulya dalam merancang program dan satuan pembelajaran. Salah satunya dalam pengembangan Program Teknologi Keuangan Strata 1 (S1) untuk menjawab kebutuhan SDM di bidang financial technology (fintech).
"Pendidikan tinggi semestinya fokus ke sana (mempersiapkan SDM bidang fintech) untuk menyediakan ahli-ahli di bidang tersebut. Mindset lama harus ditinggalkan karena cara berpikir perusahaan bidang teknologi berbeda dengan perusahaan konvensional yang berbasis aset (pabrik atau mesin)," tuturnya saat diwawancarai Kompas.com, Rabu (1/12/2021).
Fathony menambahkan, jika menggunakan pola pikir lama, perusahaan berbasis teknologi bisa saja dianggap tidak berpotensi untuk berkembang menjadi perusahaan besar.
Hal tersebut dikarenakan perusahaan startup umumnya tidak memiliki aset, seperti pabrik atau mesin, saat awal dirintis. Bahkan, kantornya pun kadang masih dalam bentuk virtual office. Meski demikian, perusahaan ini bukan berarti tidak memiliki peluang untuk tumbuh.
“Karenanya, kami jajaran pengajar S1 Finance and Banking SBE Universitas Prasetiya Mulya menawarkan Program Teknologi Keuangan kepada publik. Saat industri bidang teknologi keuangan membutuhkan SDM, kami sudah siap untuk menyuplai individu yang kompeten,” jelas Fathony.
Strategi serupa juga diterapkan SBE Universitas Prasetiya Mulya dalam membuka Program Branding. Fathony mengatakan, pada 10-20 tahun lalu, konsep branding belum menjadi isu utama. Namun, pada era 2000-an, konsep branding diusung oleh pelaku-pelaku bisnis untuk memasarkan produk.
Hal itu ditandai oleh kolaborasi antara konsultan pemasaran asal Amerika Serikat (AS) Philip Kotler dan pakar branding Kevin Lane Keller. Keduanya menulis ulang isi buku Marketing Management. Pada buku edisi terbaru, konsep branding diulas secara proporsional.
“Dari situ, kami berpikir, jangan-jangan ke depan, ada kebutuhan yang tinggi pada profesional branding tapi tidak ada sekolah yang menyuplai kebutuhan SDM yang ahli di bidang branding. Akhirnya, kami putuskan untuk membuat Program Branding,” paparnya.
Melalui kedua program tersebut, lanjut Fathony, Universitas Prasetiya Mulya mempersiapkan para lulusan untuk berperan lebih, baik sebagai entrepreneur maupun sebagai profesional. Dengan begitu, mereka dapat menjadi SDM yang relevan dengan kebutuhan industri.
Langkah tersebut, kata Fathony lagi, juga sejalan dengan nilai serta amanat Yayasan Prasetiya Mulya untuk turut menjadi solusi atas persoalan bangsa, terutama di bidang kewirausahaan serta usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).
Kolaborasi dengan industri
Agar tetap relevan terhadap perkembangan industri, Universitas Prasetiya Mulya secara konsisten berkolaborasi dengan praktisi-praktisi dari berbagai industri.
Fathony mengatakan, Universitas Prasetiya Mulya sebagai sekolah bisnis telah lama melibatkan industri dalam proses belajar. Hal ini dilakukan baik dalam menyusun kurikulum, proyek bagi mahasiswa, maupun ujian tugas akhir.
“Pelibatan itu sudah kami jadikan sebagai standar operasional prosedur (SOP). Setiap program harus mengundang guest lecture (dosen tamu) dari kalangan industri. Dengan begitu, materi belajar mahasiswa relevan dengan kondisi di lapangan,” urainya.
Pelibatan praktisi juga dilakukan Universitas Prasetiya Mulya pada setiap sesi ujian komprehensif tugas akhir mahasiswa. Praktisi tersebut diundang sebagai dosen penguji.
Sebagai informasi, sebagian mahasiswa SBE Universitas Prasetiya Mulya, khususnya S1 Business dan Magister Manajemen wajib menyusun business plan untuk tugas akhirnya. Ini jadi kesempatan bagi mahasiswa yang ingin menuangkan ide bisnis, sekaligus praktik nyata sebagai chief executive officer (CEO) suatu perusahaan.
Adapun dosen penguji dari kalangan industri turut menilai kelayakan business plan yang dibuat berdasarkan teori dan juga relevansinya dengan dunia usaha.
Dengan prinsip tersebut, Universitas Prasetiya Mulya pun berhasil masuk dalam kategori perguruan tinggi yang mencetak entrepreneur paling signifikan di kancah global.
Hasil studi Satisfaction Survey for Alumni and Employer of Graduate yang dirilis Kantar Market Research pada 2019 menyebut bahwa 27 persen alumnus Universitas Prasetiya Mulya berkarier sebagai wirausaha.
Alumnus Universitas Prasetiya Mulya pun tercatat memiliki 27 bisnis di bidang digital. Tiga di antaranya bahkan berhasil mendapatkan modal ventura dari luar negeri.
Selain sebagai entrepreneur, sebanyak 70 persen lulusan SBE Universitas Prasetiya Mulya juga bekerja di bidang yang sesuai dengan latar belakang pendidikannya. Untuk program S2, para lulusannya juga bekerja sebagai profesional yang inline dengan bidang masing-masing.
Demikian juga dengan lulusan perdana S1 Business Economics dan Hospitality Business. Alumni program ini berhasil mengembangkan diri sebagai wirausahawan bidang hospitality serta berkecimpung sebagai profesional.
Online learning di tengah pandemi
Di tengah situasi pandemi Covid-19, SBE Universitas Prasetiya Mulya juga mengembangkan berbagai inovasi sistem belajar. Hal ini dilakukan sebagai upaya adaptasi.
Berbagai infrastruktur juga dipersiapkan agar proses belajar mengajar tetap berjalan optimal.
Fathony menjelaskan, Universitas Prasetiya Mulya memberi kesempatan bagi mahasiswa untuk memadukan kelas daring (online) dan luring (offline) dengan perangkat-perangkat digital interaktif.
Perangkat tersebut adalah Learning Management System (LMS), audio and video studio, hybrid classroom, serta akses ke e-books and e-journals tepercaya. Harapannya, kualitas lingkungan dan sumber daya belajar dapat ditingkatkan.
“Dalam proses belajar, ada diskusi forum online yang terbagi dalam kelompok-kelompok virtual serta diskusi offline. Itu yang kami harapkan dari hybrid learning,” terangnya.
Selain itu, pihaknya juga mempersiapkan para pengajar dengan mengikuti sejumlah course secara online dari perguruan tinggi kenamaan dunia, seperti Harvard University, Massachusetts Institute of Technology (MIT), dan Oxford University.
“Tujuannya, agar dosen-dosen kami memiliki perspektif terkait cara mengajar secara online yang ideal dari universitas-universitas dunia. Ini bisa diterapkan di kelas-kelas SBE sehingga belajar mengajar semakin optimal,” jelasnya.
Dengan mengadopsi cara tersebut, sistem belajar online yang diterapkan Universitas Prasetiya Mulya dinilai efektif. Berdasarkan survei internal yang dilakukan pihak Universitas Prasetiya Mulya, tingkat kepuasan terhadap pengajaran mencapai lebih dari 80 persen.
Untuk mendukung cara belajar yang lebih menarik, kata Fathony, Universitas Prasetiya Mulya juga menggandeng industri perfilman.
“Jadi, ada director, floor director, dan script writer. Jadi, kami memang demikian serius untuk menciptakan proses belajar yang efektif di tengah pandemi saat ini,” katanya.
https://edukasi.kompas.com/read/2021/12/06/142700171/hadapi-era-industri-4.0-school-of-business-and-economics-universitas