KOMPAS.com - Salah satu makanan ini tentu sudah tidak asing lagi bagi masyarakat di Indonesia. Sebab, tempe merupakan makanan keseharian masyarakat termasuk di Jawa.
Tempe dapat diolah dalam berbagai varian masakan sehingga sesuai dengan selera banyak orang. Gizi yang dikandungnya membuat tempe menjadi santapan yang murah meriah dan mengenyangkan.
Namun dibalik itu dalam pembuatan tempe juga menghasilkan limbah yang mengeluarkan bau tidak sedap dan juga dapat mengotori saluran air di sekitar rumah dari air buangan seperti air cucian, air rebusan dan air rendaman kacang kedelai.
Dari satu kali proses pembuatan tempe, bisa menghasilkan kira–kira 5 liter air rebusan kacang kedelai. Air rebusan kedelai yang dihasilkan memiliki warna kuning kecoklatan, berbau kedelai yang direbus dan berbuih putih.
Tetapi, di dalam limbah cair rebusan kedelai terdapat kandungan unsur hara Phosphor (P), Nitrogen (N) dan Kalium (K) yang sangat dibutuhkan untuk laju pertumbuhan tanaman.
Olah limbah tempe
Dari sinilah mahasiswa Prodi Pendidikan IPA Fakultas MIPA Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Nastiti Estiningtyas mengolah limbah tempe agar bisa bermanfaat dan nantinya tidak mengganggu lingkungan sekitar.
Tentu, limbah tersebut berasal dari proses pembuatan tempe dan ampas tempenya.
Menurut Nastiti, air rebusan olahan kedelai mengandung 0,11 persen karbohidrat, 0,42 persen protein, 0,13 persen lemak, 4,55 persen besi, 1,74 persen fosfor dan 98,8 persen air.
"Ampas tempe yang sudah kering dapat dijadikan campuran makanan unggas peliharaan seperti ayam," ujarnya seperti dikutip dari laman UNY, Kamis (9/12/2021).
Adapun bahan yang dibutuhkan adalah air bekas rendaman tempe, gula jawa dan botol bekas. Air rebusan kedelai, yang didapat dari merebus kacang kedelai selama 4 jam, dikumpulkan dan dicampurkan dengan gula merah.
Sehingga nantinya bisa menjadi mikroorganisme lokal (MOL) mengandung unsur hara makro, mikro, dan mikroorganisme yang berpotensi sebagai:
1. perombak bahan organik
2. perangsang pertumbuhan
3. agen pengendali hama serta penyakit tanaman
Sehingga baik digunakan sebagai dekomposer, pupuk hayati, dan pestisida organik.
Proses pembuatan MOL
Untuk proses pembuatan MOL dari rebusan kedelai antara lain mencampur 5 liter air rebusan kedelai dengan seperempat kilogram gula merah.
Kemudian campuran tersebut difermentasi selama 14 hari dengan tetap diaduk atau dikocok setiap harinya dan juga dibuka wadah fermentasinya agar wadah tidak menggembung.
MOL yang sudah jadi, dapat langsung diaplikasikan pada tanaman dengan cara mencampur 1 liter MOL dengan air sebanyak 10 liter lalu diaduk rata dan kemudian siramkan pada sekitar tanaman yang ada. Selain itu MOL juga bisa digunakan untuk membuat pupuk organik.
Nastiti Estiningtyas melakukan kegiatan ini di Desa Sendangrejo Minggir Sleman D.I. Yogyakarta sebagai salah satu program KKN UNY.
Dia berharap dengan adanya pengetahuan tentang pengolahan limbah tempe ini masyarakat dapat meminimalisasi polusi lingkungan dan memanfaatkan limbah tersebut dengan baik.
Hal ini merupakan salah satu upaya UNY dalam agenda pembangunan berkelanjutan pada bidang pendidikan bermutu dan pengolahan limbah.
https://edukasi.kompas.com/read/2021/12/09/135703571/mahasiswa-uny-manfaatkan-limbah-tempe-untuk-suburkan-tanaman