Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kisah Jerome Polin Sekolah Bareng "Crazy Rich" hingga Kuliah ke Jepang

KOMPAS.com - Pria itu bernama Jerome Polin Sijabat. Dia merupakan keturunan Batak Toba.

Saat ini, dia menjadi YouTuber dan pengusaha di Indonesia.

Siapa sangka, kesuksesan yang didapatnya sekarang tidak mudah. Karena, dia pernah sekolah bareng dengan anak-anak crazy rich atau orang kaya semasa sekolah dasar (SD) di Surabaya.

"Saya belajar di sekolah dasar (SD) nasional plus yang dipenuhi anak-anak crazy rich," ucap pria kelahiran 1998 ini, melansir laman YouTube Deddy Corbuzier belum lama ini, seperti diberitakan Jumat (17/12/2021).

Jerome mengaku masuk di SD nasional plus berkat jalur beasiswa.

Bayangkan saja, dia hanya membayar 10 persen ketika sekolah di sana, dari total biaya yang seharusnya dikeluarkan oleh orangtuanya.

Beasiswa yang didapatnya, kata dia, juga termasuk uang buku maupun seragam sekolah.

"Pas SD, sekolah aku itu internasional, tidak internasional sih, tapi nasional plus gitu. Aku bisa masuk sana, karena beasiswa di sekolah high class gitu, cuma bayar 10 persen," ucap anak dari pasangan Marojahan Sintong Sijabar dan Chrissie Rahmeinsa.

Saat sekolah bersama anak-anak crazy rich, membuat mentalnya terbentuk dengan baik.

"Jadi dari sana, mental aku terbentuk, mulai dari barang yang aku pakai, sepatu, dan lainnya beda banget kalau dibanding anak-anak yang sekolah itu," ujarnya.

Jika anak lain diantar dengan mobil terbaru, dia hany diantar menggunakan sepeda motor atau mobil Isuzu Panther keluaran lama.

Meski pahit, tak membuat Jerome menyerah.

Justru, membuatnya lebih giat belajar, agar bisa mengalahkan anak-anak crazy rich yang serba memiliki fasilitas mewah.

"Orangtuaku bilang, kamu tidak boleh your confident, jangan dilihat apa yang kamu pakai, tapi apa yang kamu bisa lakukan, jadi hargai kepercayaan dirimu," tutur pria kelahiran Jakarta ini.

Setelah lulus SD, dia masuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Sekolah Intan Permata Hati, letaknya juga di Surabaya. Masuk sekolah ini, Jerome juga memperoleh beasiswa.

Setelah lulus SMP, Jerome diterima di SMA Negeri 5 Surabaya. Dengan rasa semangat dan tak pantang menyerah, membuat Jerome memperoleh bangku pendidikan yang berkualitas.

Jerome Polin kuliah di Jepang

Saat duduk di bangku SD, Jerome memang berkeinginan kuliah di luar negeri.

Namun, keinginan kuliah di luar negeri mengalami kendala, karena orangtua memiliki keterbatasan ekonomi.

Alhasil, dia berani mencoba mengambil program beasiswa untuk kuliah di luar negeri.

Awalnya, dia mengikuti ujian seleksi program beasiswa ke Universitas Teknologi Nanyang Singapura di Jakarta.

Dua bulan setelah tes, Jerome dinyatakan lulus seleksi, tapi hanya memperoleh setengah beasiswa.

Karena beasiswa yang diterima tidak penuh, dia akhirnya membatalkan mengambil beasiswa kuliah di Singapura.

Setelah kandas di Singapura, kakak dari Jerome Polin, yakni Jehian Panangian Sijabat merekomendasikannya untuk mengikuti program beasiswa dari sebuah perusahaan asal Jepang, yakni Mitsui Bussan, yang merupakan beasiswa penuh.

Ketika selesai mengikuti ujian seleksi, Jerome dinyatakan lulus untuk memperoleh beasiswa dari program Mitsui-Bussan Scholarship dan berkuliah di Universitas Waseda, Shinjuku, Tokyo, Jepang.

Di universitas ini, Jerome mengabil program Sarjana (S1) program studi (Prodi) Matematika Terapan.

"Saya dari kecil tak pernah ambil tambahan pelajaran (les), karena tidak ada uang. Sedangkan teman-teman aku les. Jadi harus buktikan, bisa belajar dan rajin. Kalau kamu juga kalah di bidang pendidikan, kamu diremehkan, kamu tidak bisa bersaing, sudah ekonomi kalah, jadi kamu harus lawan," jelas kakak dari Jesferrel Porman Sijabat.

Jerome Polin ingin jadi Mendikbud Ristek

Meski masih di bangku kuliah, dia mempunyai cita-cita yang tinggi. Tak tanggung-tanggung, dia ingin menggantikan posisi Nadiem Makarim dari bangku Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek).

Jerome Polin memiliki tujuan jika menjadi orang nomor satu di Kemendikbud Ristek, karena ingin memajukan sistem pendidikan di Indonesia agar makin membaik.

Tak lupa, menjadi Mendikbud Ristek merupakan cita-cita dan impiannya selama ini.

"Sebenarnya om (Deddy Corbuzier), itu kayak mimpi lho untuk jadi menteri pendidikan, tapi kalau dipercaya ya Alhamdulillah," tutur dia sambil tertawa.

Sekarang ini, dia menyebut Menteri Nadiem sudah bagus menjalankan bangku kepemimpinannya, seperti baru-baru ini menindak kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi.

"Jadi yang semua program yang sedang diusahakan sama pak Nadiem, aku setuju banget, seperti program menindak kekerasan seksual itu," jelas dia.

Jam masuk sekolah di Indonesia terlalu pagi

Jerome Polin mengaku jam masuk sekolah di Indonesia terlalu pagi.

"Itu yang saya garis bawahi, peta pendidikan di Indonesia, yang masih saya garis bawahi adalag cepatnya masuk jam sekolah," ucap Jerome.

Dia mencontohkan, masuk sekolah di Jepang saja jam 8 atau 9 pagi. Sedangkan di Indonesia, masuk sekolahnya jam 06.30 WIB atau setengah 7 pagi.

"Jadi bangunnya harus jam setengah 5 pagi, kalau masuknya jam 06.30 WIB, kalau rumah jauh dari sekolah ya berangkatnya jam 05.30 WIB," tegas dia.

Selain jam masuk sekolah terlalu pagi, sebut dia, pulangnya sekolahnya juga terlalu sore.

"Akibatnya, siswa-siswa di negeri ini tidak mudah mengeksplor diri sendiri, mereka tidak bisa lakukan itu," jelas dia.

Memang, lanjut dia, sangat dilema untuk sekolah di Indonesia.

"Jika dibanding sekolah di Finlandia, siswa-siswa di sana sadar akan terus belajar, minat belajarnya tinggi-tinggi, sehingga di luar sekolah mereka juga belajar, baca buku, dan sebagainya," ungkap dia.

Ditambah lagi, anak-anak sekolah di sini pemikirannya sudah berubah, tidak lagi memiliki cita-cita untuk menjadi dokter, presiden, dan lainnya.

"Sekarang pada mau jadi TikTokers, karena memang ada duitnya kalau untuk jadi itu," ujarnya.

Meski memang ada duitnya, untuk menjadi TikTokers yang dikenal banyak orang perlu pengorbanan besar.

"Tidak tiba-tiba langsung besar. Memang kalau dilihat, TikTokers yang sudah gede-gede, mereka dapat endorse dan bisa traveler kemana-mana, tapi mereka menjadi itu butuh pengorbanan yang besar. Jadi susah banget," tutup Jerome Polin.

https://edukasi.kompas.com/read/2021/12/17/141809371/kisah-jerome-polin-sekolah-bareng-crazy-rich-hingga-kuliah-ke-jepang

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke