KOMPAS.com - Kesehatan mental murid di masa pandemi seringkali luput untuk diperhatikan, terutama dalam kegiatan belajar mengajar (KBM) di era kenormalan baru yang memberikan banyak tantangan kepada murid.
Menurut hasil penelitian Mental Health First Aid USA 2021 menyebut satu dari lima anak berusia 13-18 tahun (22 persen) mengalami gangguan kesehatan mental parah di beberapa titik selama hidup mereka.
Pada rentang usia tersebut merupakan usia anak didik yang kini tengah menjalani KBM baik dengan PJJ, PTM Terbatas maupun blended.
Faktanya, pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) selama pandemi saat ini berdampak pada aspek psikososial murid. Mulai dari perasaan bosan, khawatir, burn out sampai learning loss.
Menurut Kemendikbud, PTM Terbatas menjadi salah satu solusi efektif mengatasi berbagai gangguan psikologis yang dialami siswa. Namun tidak menutup kemungkinan beberapa siswa masih mengalami gangguan psikologis meskipun sudah menjalani PTM Terbatas.
Sebagai wujud nyata komitmen dan kepedulian Satkaara terhadap pendidikan dan kesehatan mental murid serta guru di Indonesia, Satkaara Berbagi kembali berkolaborasi dengan Rumah Guru BK menghadirkan webinar bagi Komunitas Guru Satkaara Berbagi (KGSB).
Webinar diselelenggarapakan pada Sabtu, 18 Desember 2021 melalui platform zoom ini diikuti 193 guru anggota KGSB dan mengangkat tema "Mental Health First Aid (MHFA) Kit".
Peran guru dalam kesehatan mental siswa
Tema MHFA ini dipilih berdasarkan poling nasional yang dilakukan per November 2021 kepada 106 guru ditingkat SD hingga SMA dari 20 provinsi.
Poling tersebut menanyakan seputar permasalahan yang sering ditemui guru dalam kegiatan belajar mengajar (KBM), termasuk cara mengenal dan merespon gejala kesehatan siswa dengan tepat untuk perkembangan mental yang positif.
Narasumber dalam webinar tersebut yakni: adalah Reneta Kristiani (Psikolog dan Dosen Fakultas Psikologi Unika Atma Jaya), Ana Susanti (Founder Rumah Guru BK dan Widyaiswara Kemendikbud).
Kegiatan webinar MFA juga melibatkan anggota KGSB yaitu Guru BK SMPN 18 Semarang, Siti Aisyah dan Guru BK SMAN 34 Jakarta, Juli Sugiati.
Co-Founder dan Senior Advisor PT Cetta Satkaara, Ruth Andriani menuturkan webinar MHFA ini diharapkan dapat meningkatkam kompetensi dan kapabilitas guru serta kita berperan serta dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
“Guru memiliki peran yang besar dalam menjaga kesehatan mental murid selama KBM berlangsung. Oleh sebab itu, kami menilai penting bagi para guru untuk memahami tentang Mental Health First Aid Kit langsung dari narasumber profesional,” ujar Ruth.
Dalam paparannya, Reneta menjelaskan tiga langkah dasar dalam melakukan Mental First Aid Kit yakni Look, Listen dan Link. Ketiga tahapan tersebut menjadi tanggung jawab sekolah (guru), orangtua dan siswa yang merupakan sistem (The Teaching Triangle).
Setelah melakukan pengamatan pada murid, maka selanjutnya adalah 10 langkah pertolongan Mental First Aid meliputi: Bersiap-siaplah, Perhatikan, Mendengar dan menyimak, Bertanya, Memberikan respons yang empatik, Belajar, Hadir, Tunjukkan kepedulian dan kasih yang tanpa syarat, Rujuk untuk mendapatkan bantuan profesional serta Menjaga kesehatan mental diri sendiri.
“Kerjasama antara The Teaching Triangle diperlukan dalam menerapkan Mental First Aid Kit yang nantinya akan menghasilkan perubahan baik First Order Change maupun Second Order Change demi KBM dengan kesehatan mental murid yang tetap terjaga,” ujarnya.
Perubahan kecil namun dilakukan terus menerus dan konsisten disebut First Order Change. Dalam KBM biasanya diwujudkan dengan Kelas lebih kecil, Jam belajar berkurang/bertambah, pendampingan dari guru dan orangtua saat KBM berlangsung.
Adapun Second Order Change adalah perubahan mendasar yang bersifat transformasional. Misalnya dengan menerapkan strategi belajar baru, filosofi dan metode pegajaran baru serta perubahan relasi.
“Para guru dan orangtua jangan hanya berfokus pada apa yang dihasilkan murid. Yang lebih penting adalah proses dan perubahan nilai lebih dalam lagi. Bagaimana menjalin relasi dengan baik antara murid dengan guru. Bagaimana guru dan orangtua memastikan anak dapat belajar dengan baik,” lanjutnya.
Komunikasi dengan orangtua
Dari sisi tenaga pendidik, Guru BK SMPN 18 dan Anggota KGSB, Siti Aisyah mengungkapkan, selama pandemi murid mengalami berbagai permasalahan dalam KBM.
Berbagai permasalahan muncul mulai dari tingkat pemahaman kurang karena kendala PJJ, tugas menumpuk sehingga bingung dalam memprioritaskan, terlalu acuh pada KBM, beban pikiran hingga kecemasan dan ketakutan yang membuat mereka enggan sekolah.
Menyiasati hal ini, Siti pun menerapkan pendekatan secara bertahap. Dimulai dari cyber counseling melalui chat, DM, telpon ataupun vidcall. Cyber counseling ini dinilai Siti sangat efektif dalam mengatasi keterbatasan di masa pandemi.
Senada dengan Reneta, Siti pun berupaya menjalin komunikasi yang harmonis dengan orangtua murid lewat undangan untuk datang ke sekolah ataupun melalui home visit.
"Jangan lupa bahwa semua yang guru lakukan harus dikoordinasikan dengan pihak sekolah supaya kita mendapatkan support sistem dari kegiatan yang dilakukan. Saya punya group WAG dengan para orang tua untuk menyampaikan informasi penting dan menyapa supaya mereka merasa dekat dengan saya," ungkapnya.
Sebagai mitra pelaksana webinar Satkaara Berbagi-MFA, RGBK menyambut positif antusiasme dari para guru. Komitmen dan kepedulian Satkaara Berbagi terhadap kesehatan mental para siswa melalui Mental First Aid Kit ini sangat bermanfaat bagi para guru.
“Terima kasih kepada Satkaara Berbagi yang selalu memberikan dukungan bagi para guru di KGSB dalam mengembangkan kemampuan dalam dalam menciptakan suasana KBM yang semakin efektif. Semoga program inspiratif ini terus berlangsung demi pendidikan yang lebih baik,” pungkas Ana Susanti.
https://edukasi.kompas.com/read/2021/12/19/123733471/webinar-satkaara-dan-rumah-guru-bk-kesehatan-mental-siswa-sering-luput