KOMPAS.com - Dipopulerkan pada tahun 1900-an oleh seorang psikolog asal Perancis bernama Alfred Binet, intelligence quotient (IQ) masih dijadikan ukuran kecerdasan dan potensi intelektual seseorang.
Namun, tes IQ nyatanya bukan ukuran mutlak kecerdasan seorang anak. Di samping, tinggi rendahnya IQ dapat dipengaruhi oleh banyak hal, mulai dari makanan hingga lingkungan.
Melansir laman Sekolah BPK Penabur, berikut beberapa fakta tentang tes IQ yang dapat mengubah pandangan orangtua akan nilai kecerdasan:
1. Tes IQ pertama kali dilakukan untuk mendeteksi keterbelakangan mental
Hingga kini, tes IQ sering dianggap dan digunakan sebagai cara mendeteksi kecerdasan dan kesuksesan karier seseorang.
Padahal, pada awalnya tes ini digunakan untuk mendeteksi adanya keterbelakangan mental. Dulu, skor tes IQ di bawah 70 dianggap sebagai keterbelakangan mental.
2. Hanya mengukur kecerdasan tertentu
Tak semua jenis kecerdasan bisa diukur dengan tes IQ. Artinya, ini bukan ukuran mutlak untuk menilai kecerdasan seseorang.
Tes IQ hanya mengukur sebagai jenis kecerdasan dan tidak mengukur kecerdasan seperti kreativitas, artistik, kepemimpinan, keterampilan emosional dan sosial.
3.Tes IQ mulanya diperoleh dengan formula tertentu
Seratus tahun yang lalu, tes IQ dihitung dengan cara membagi usia mental seseorang dengan umur sebenarnya. Hasilnya kemudian dikalikan 100 untuk mendapatkan skor akhir yang sebenarnya.
Cara ini dinilai menjadi kurang akurat bagi mereka yang telah memasuki usia dewasa.
Saat ini, perhitungan skor diperoleh dengan cara membandingkan kemampuan seseorang dengan kemampuan kelompok usia yang sama, yang lagi-lagi, belum tentu akurat.
Fakta bahwa manusia berkembang dengan cara-cara uniknya tentu tidak bisa diabaikan.
4. IQ dipengaruhi oleh lingkungan
Faktor lingkungan, seperti nutrisi, kondisi sosial ekonomi, stres, dukungan dan perilaku sosial sangat mempengaruhi skor IQ.
Para peneliti juga menemukan bahwa kualitas pendidikan seseorang sangat berpengaruh terhadap tinggi rendah skor yang diperoleh seseorang.
Fakta tentang IQ ini juga didukung oleh sebuah studi yang menyebutkan bahwa, skor tes IQ seseorang bisa saja meningkat seiring meningkatnya usia sosial.
Ini terjadi karena dengan adanya pertambahan usia, seseorang tentunya akan bertambah wawasan dan pendidikannya.
5. Tak berkegiatan bisa menurunkan IQ
Ketika seseorang anak berhenti menggunakan otaknya untuk berpikir dan berkegiatan yang mengasah otak, akan ada kemungkinan skornya juga akan menurun.
Hal ini dipengaruhi oleh kegiatan yang menurun sehingga tidak ada aktivitas yang mengasah kemampuan berpikirnya.
6. Balita yang terpapar junk food ternyata memiliki IQ yang lebih rendah
Anak-anak yang mulai mengenal junk food di usia kurang dari 2 tahun, akan mengalami penurunan skor kecerdasan begitu mereka memasuki usia 8 tahun.
Sebaiknya, anak-anak yang mengonsumsi makanan tinggi vitamin dan mineral, justru memberikan hasil yang lebih baik.
Hasil tersebut dipaparkan peneliti dari Universitas Adelaide, Australia. Ia mengungkapkan, anak-anak yang sering mengonsumsi junk food nilai IQ-nya dua poin lebih rendah.
Ia menjelaskan, meskipun perbedaan nilai IQ tidak terlalu besar, tetapi hasil studi ini menunjukkan bukti kuat bahwa pola makan bayi sejak mereka berusia 6 bulan-24 bulan memiliki dampak yang signifikan pada kecerdasan. Dalam penelitian ini, Smithers dan tim mengamati pola makan lebih dari 7.000 anak.
7. Bias budaya dan etnis
Sensitivitas pengukuran terhadap budaya dan etnis seseorang menjadi salah satu kritik yang sering ditunjukkan dalam tes IQ.
Terutama ketika menyangkut budaya timur dan barat. Alasannya, tes ini belum mempertimbangkan tingkat kognitif, kemampuan komunikasi serta nilai-nilai yang dianut oleh etnis dan budaya setempat.
https://edukasi.kompas.com/read/2021/12/27/105942971/7-fakta-tentang-nilai-iq-anak-dan-faktor-yang-memengaruhi-kecerdasan