KOMPAS.com - Pandemi Covid-19 mengharuskan anak menggunakan gawai sebagai salah satu media pembelajaran. Proses belajar jarak jauh yang diterapkan membuat anak lebih sering terpapar layar gawai seperti komputer, laptop, hingga handphone.
Bila tak diberi batasan, bahaya adiksi gawai berisiko dialami anak. Sehingga, dibutuhkan penggunaan gawai secara bijak selama pandemi Covid-19 supaya tidak menimbulkan ketergantungan gawai.
Memaksimalkan waktu luang anak dengan aktivitas yang bermanfaat dapat menjadi solusi menghindari adiksi gawai.
Salah satunya dengan mengajak anak untuk melakukan permainan tradisional. Cara inilah yang dilakukan sekelompok mahasiswa Universiats Negeri Yogyakarta (UNY) untuk mengurangi kecanduan gawai anak.
Tim mahasiswa menginisiasi permainan tradisional Cinaboy-Sulamanda terintegrasi PIPATIC. Mereka adalah Dwi Agnes Setianingrum, Dian Anggraini dan Akhip Nugroho prodi pendidikan IPA, Furi Ningsih Sri Sukowati prodi pendidikan fisika serta Aerafatma Ahyaun Nisa prodi PGSD.
Manfaat permainan tradisional bagi anak
Menurut Dwi Agnes Setianingrum dalam setiap permainan tradisional terdapat nilai karakter yang muncul.
“Cinaboy atau Boy-boyan adalah permainan tradisional yang dapat mengembangkan karakter luhur bangsa, seperti kerja sama, kreatif, dan komunikatif,” kata Agnes seperti dilansir dari laman UNY.
Sedangkan Sulamanda mampu meningkatkan kemampuan komunikasi, kemampuan menyusun strategi yang baik, melepaskan emosi anak, dan melatih anak belajar berkelompok.
Untuk memberikan materi pelatihan Agnes menggunakan metode Whatsapp group, google meet, dan google drive.
Dian Anggraini menambahkan, metode PIPATIC yang memakai konsep pelatihan sebagai metode pelaksanaan digunakan untuk menangani permasalahan perilaku dan kognisi agar sesuai dengan apa yang diinginkan.
PIPATIC yang terdiri dari 4 fase yaitu motivasi, permainan yang mendidik, terapi personal dan regulasi diri dapat dilakukan pada anak usia sekolah karena anak usia sekolah sudah mulai bisa berpikir kritis dan logis, serta mulai mengembangkan strategi pemecahan masalah.
“Pelatihan yang akan dilakukan membantu anak membentuk perspektif dan perilaku anak serta menangani terjadinya ketergantungan gawai sejak dini pada anak usia sekolah” papar Dian. Dalam kegiatan ini tim bekerja sama dengan Forum Anak Berbah.
Akhip Nugroho menambahkan, dalam materi pelatihan yang diberikan pada siswa di antaranya bahaya bermain gawai secara berlebihan, pengenalan permainan tradisional, pengenalan permainan Cinaboy dan Sulamanda sekaligus nilai pendidikan karakternya dan diskusi kelompok.
Menurutnya, Cinaboy memadukan kerja motorik anak dan mengasah kemampuan membuat strategi tim.
“Permainan ini terdiri dari lima hingga sepuluh pemain yang dibagi menjadi dua kelompok dan dilakukan di pelataran yang cukup luas,” katanya.
Karakter yang didapat dari permainan ini adalah rasa ingin tahu, kerja sama dengan rekan, demokratis, tanggung jawab, disiplin, cinta damai, kreatif, ketekunan, komunikatif.
Sedangkan Sulamanda dapat melatih kemampuan anak menggerakkan tubuh, kelincahan anak dalam permainan, meningkatkan kemampuan komunikasi, kemampuan menyusun strategi yang baik, melepaskan emosi anak, dan melatih anak belajar dalam kelompok.
Kolaborasi yang baik dari permainan tradisional yang memadukan Cinaboy dengan Sulamanda dapat mengurangi penggunaan gawai yang berlebihan, meningkatkan sosialisasi anak dengan lingkungan sekitar, serta meningkatkan jiwa suportif nilai-nilai baik lainnya.
“Diintegrasikan dengan metode PIPATIC berupa pelatihan kontrol diri dalam mengurangi tingkat kecanduan gawai pada anak usia sekolah,” tutup Akhip.
Karya ini berhasil meraih dana Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi dalam Program Kreativitas Mahasiswa bidang Pengabdian Masyarakat.
https://edukasi.kompas.com/read/2022/01/26/150531671/kurangi-kecanduan-anak-pada-gawai-mahasiswa-uny-inisiasi-permainan